Devil's Fruit (21+)

Mal ala Alam Milik Djanh



Mal ala Alam Milik Djanh

0Fruit 294: Mal ala Alam Milik Djanh     

Setelah beberapa hari terus berada di pondok, Andrea ingin keluar lagi untuk berjalan-jalan di alam milik Pangeran Incubus Djanh.     

Karena Sabrina sedang hamil muda, Andrea dengan tegas tidak memperbolehkan dia ikut keluar. Bahkan Noir pun tidak dijinkan ikut dan diperintahkan untuk terus menjaga Sabrina.     

Keluar dari alam Cosmo, mereka sudah tiba di pinggiran Desa Embun Senja. Keadaan desa itu bisa dikatakan unik. Langit desanya selalu berwarna oranye seperti langit di waktu senja, dan udaranya begitu bersih dan menyegarkan, mengingatkan orang akan embun. Maka dari itu, disebut Desa Embun Senja.     

Semua anggota inti kelompok Andrea ikut keluar kecuali Sabrina dan Noir. Bahkan si bujang lapuk, Gazum, ikut dan menyusutkan tubuhnya seukuran elang biasa yang bertengger di bahu Dante, tempat favorit dia jika sedang bersantai di alam luar.     

Raja Naga Iblis Heilong memakai wujud manusianya bersama dua anak hybrid kesayangan dia yang masih saja belum meningkat dari kekuatan siluman tingkat menengah. Tapi Raja Heilong tidak memburu anak-anaknya untuk lekas menaikkan level mereka. Dia ingin semua berjalan alami saja jika memang tidak ada dorongan yang mendukung seperti pil obat atau buah kristal.     

Saat ini Kuro masih ingin bermain-main dan menunda memakan inti kristal api yang dibelikan sang ayah di pelelangan.     

Rogard dan Kyuna berjalan berdampingan bagai pengantin baru, saling berpegangan tangan dan saling melirik lalu tersenyum penuh arti. Sungguh pasangan yang sedang lovey dovey dimabuk asmara.     

"Desa Embun Senja ini ada tempat spesial apa aja, Paman?" Andrea menoleh ke Raja Naga Iblis Heilong.     

Sang Raja Naga tampak berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat, karena dia jarang ke desa itu. "Humm... aku tidak begitu hapal dengan apa saja yang ada di desa ini. Tapi sepertinya desa ini punya toko besar yang menjual peralatan-peralatan bagus."     

Andrea mulai antusias mendengarnya. "Apa nama tokonya, Paman?"     

"Sebentar aku tanya dulu pada orang yang lewat." Raja Heilong pun menepuk pundak salah satu penduduk desa yang sedang berjalan melewatinya. "Hei, Bung. Bisakah aku bertanya sebentar?"     

Orang itu menoleh ke orang yang menepuk pundaknya. "Ya? Tanya apa, Pak?"     

"Apakah di desa ini masih ada toko besar yang menjual berbagai peralatan magis?" tanya Raja Naga Iblis Heilong pada orang itu.     

"Oh, maksud Anda... Paviliun Giok Sempurna?" Orang itu pun langsung menebak dan diiyakan oleh Raja Naga Heilong. "Kalian bisa ke jalan utama desa, ke pasar bagian tenggara dan Anda akan menemukan bangunan besar warna putih kehijauan paling mencolok di sana."     

Setelah mengucapkan terima kasih, mereka pun berjalan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh penduduk tadi.     

Saat itu masih siang, namun langit tetap berwarna jingga menawan, membawa suasana teduh dan nyaman tanpa adanya sinar terik matahari.     

Tak berapa lama setelah mereka menuju ke arah tenggara dari pasar desa, mereka pun menemukan sebuah bangunan besar berwarna putih yang akan memendarkan kilau warna hijau ketika terkena pantulan sinar mentari yang sejuk. Tak heran disebut Paviliun Giok Sempurna, karena memang ini bagai terbuat dari giok murni.     

Paviliun Giok Sempurna memiliki lima tingkat. Empat tingkat awal adalah sebuah kompleks pertokoan dan satu tingkat teratas adalah sebuah restoran terkenal di desa tersebut. Melihat Paviliun Giok Sempurna, Andrea jadi teringat dengan yang namanya Mal di dunia tempat dia biasa hidup, Bumi.      

"Ini kok mirip ama Mal, yah?" gumam Andrea lirih sambil matanya berkeliling di lantai satu.     

Meski pelan, Kuro tetap mendengarnya. "Apa itu Mal, Ma? Benar seperti inikah?"     

Andrea tersadar dari termangunya dan tersenyum ke anak hybrid-nya. "Ohh... nanti akan Mama ajak kamu ke Mal kalo kita udah keluar dari alam milik Djanh piiipp ini."     

Pertanyaannya, memangnya mereka sudah pasti bisa keluar?     

Barang-barang di lantai pertama tidak bagus secara kualitas dan sangat murah. Itulah sebabnya di sana paling ramai pengunjung. Untung saja saat ini tidak terlalu banyak pengunjung, sehingga Andrea dan kelompoknya bisa bebas memutari lantai pertama dan karena Raja Naga Iblis Heilong berkata barang di lantai pertama buruk secara kualitas, maka mereka segera naik ke lantai dua.     

Di lantai dua, barang lebih baik ketimbang yang ada di lantai pertama. Mereka mulai berhenti beberapa saat di manapun jika ada barang yang menarik minat mereka untuk dilihat atau dibeli.     

Mereka sepakat memecah kelompok agar lebih leluasa melihat-lihat tanpa terhambat dengan yang lainnya. Andrea dengan Dante serta Gazum, Kyuna dan Rogard, Raja Naga Heilong tentu saja bersama anak-anaknya meski Kuro sempat kesal karena ingin bersama Andrea.     

Semuanya sepakat bertemu di gerbang lantai tiga nantinya.     

Andrea dan Dante mendatangi sebuah toko yang terlihat menarik minat. Mata antusias nona Cambion melahap deretan barang-barang magis yang dipajang di sana. "Eh ini apa, yak? Kok bentuknya mirip-mirip ama anting-anting aku. Benar, kan Dan?" Ia menoleh ke Dante yang di sampingnya. Sementara, Gazum tetap bertengger memejamkan mata seolah tidak ingin diusik.     

Dante mengangguk. "Iya, sepertinya begitu."     

Tiba-tiba, salah satu pelayan toko menghampiri mereka. "Tuan, Nyonya, apakah kalian menyukai Anting Mengobrol?"     

Andrea mengangkat alisnya. "Anting Mengobrol?"     

Pelayan manis yang sepertinya siluman tupai itu tersenyum memikat, memaparkan dua gigi depannya yang panjang lucu. "Ini adalah anting yang bisa digunakan untuk berbicara dengan orang yang juga menggunakan anting serupa."     

"Oh, jadi ini mirip dengan punyaku ini, kan?" Andrea menunjuk ke arah telinga dia yang memiliki Anting Linux berwarna crimson.     

"Benar, Nyonya. Mereka sama." Sang pelayan menjawab.     

"Apakah harus dengan pasangan anting ini untuk mengobrol dengan seseorang?" tanya Andrea.     

"Tidak harus, Nyonya. Semua Anting Mengobrol bisa saling berhubungan asalkan masing-masing memiliki perjanjian untuk mengobrol." Pelayan menjelaskan secara singkat.     

Andrea mengangguk paham. Ini seperti orang dan ponsel. Bentuknya boleh beda tapi fungsi sama, untuk berhubungan dengan orang lain. Dan perjanjian mengobrol yang disebutkan pelayan tadi itu semacam bertukar nomer telepon. Kalau memiliki nomernya, tentu saja bisa mengobrol, kan? Kecuali ada yang menelpon secara random, itu sudah beda lagi.     

"Lalu... kalau tidak terbatas pada orang yang memiliki perjanjian mengobrol, apakah pihak asing bisa juga tiba-tiba menghubungi kita meski kita tidak kenal?" Andrea penasaran ingin tau.     

"Bisa, Nyonya. Tapi bila pembicaraan dari orang asing itu tidak dikehendaki, maka sang penerima bisa mengirimkan energi dia melalui anting dan akan meledak di pihak asing tadi."     

Andrea tertegun. Di Bumi, jika kita ditelepon orang asing, kita hanya bisa menutup sambungan saja, tapi di sini, orang bisa meledakkan pihak lain yang tidak terhubungan dengan perjanjian mengobrol. Seram sekali!     

"Apakah itu hanya berlaku untuk yang tidak memiliki perjanjian mengobrol?"     

"Benar, Nyonya." Pelayan pun segera tau bahwa Andrea bukan penduduk desa ini, bahkan dia heran kenapa Andrea tidak tau seluk beluk mengenai Anting Mengobrol meski memilikinya. "Apakah... Nyonya ingin membelinya untuk kerabat Nyonya? Agar kalian bisa saling berhubungan?"     

Andrea langsung mendapat ide begitu mendengar ucapan pelayan toko itu. "Berapa harga per biji anting ini? Atau harus membeli pasangan?"     

"Bijian bisa, pasangan juga bisa, Nyonya."     

"Berapa?"     

"Per bijinya dua puluh lima kristal menengah, dan sepasangnya empat puluh lima kristal menengah." Pelayan itu tersenyum manis. "Ini adalah anting yang berkualitas tidak mengecewakan, Nyonya, meskipun ini di lantai dua, tapi barang kami tidak kalah dengan yang ada di lantai atas lainnya." Dia cepat-cepat berkata demikian karena khawatir jika Andrea memandang remeh barang tokonya dikarenakan berada di lantai dua.     

"Kalau aku ada satu batu emas, bisa dapat sekitar sepuluh atau sebelas pasang, benar?" Otak cerdas Andrea langsung bekerja jika itu mengenai perhitungan dan uang.     

Pelayan itu sempat terkejut ketika Andrea mengatakan mengenai batu emas. Itu karena jarang orang menggunakan batu emas untuk membeli barang di sana. Batu emas atau batu perak hanya banyak muncul di pelelangan saja dan penjualan barang bermutu sempurna di lantai paling atas Paviliun Giok Sempurna. "I-iya, Nyonya."     

Si pelayan tidak menyangka Andrea bisa dengan enteng mengucap mengenai batu emas. Segera, ia memahami Andrea memiliki status yang tidak biasa, tentunya. Latar belakang gadis itu pastilah di atas rata-rata. Dengan itu, gadis pelayan pun segera mengubah sikapnya menjadi lebih sopan lagi pada Andrea.     

Andrea menepuk-nepuk dagunya menggunakan telunjuk. "Humm... ya udah, aku beli senilai satu batu emas, deh! Beri aja sepuluh pasang. Sisa kembaliannya, anggap sebagai tips untuk kamu."     

Pelayan itu berbinar-binar gembira. "Terima kasih, Nyonya! Terima kasih! Nyonya sungguh dermawan! Semoga Nyonya makin kaya dan makmur serta bahagia selalu!"     

Andrea mengangguk dan pelayan itu segera menyiapkan anting yang akan dibawa pulang Andrea.     

Dante terkekeh. Nona Cambion menoleh.     

"Kenapa?"     

"Tumben tidak pelit."     

"Eh! Aku ini dari dulu selalu dermawan, yah!" sengit Andrea sambil melotot judes.     

Dante malah makin terkekeh geli.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.