Devil's Fruit (21+)

Kebahagiaan di Pagi Hari (19+)



Kebahagiaan di Pagi Hari (19+)

0Fruit 292: Kebahagiaan di Pagi Hari (19+)     

Mentari pagi sudah menyapa dan suara burung-burung kecil telah hadir di luar pondok.     

"Ermmhh..." Kyuna terbangun dan kaget ketika sadar dirinya kini sudah berada dalam pelukan Rogard. Ia terkesiap dan terduduk sambil terus menatap Rogard yang masih terpejam. "Apa aku sudah di neraka? Tapi kenapa ada dia?" gumamnya heran.     

Rogard membuka matanya. "Nona! Nona Kyuna sudah bangun!" Wajahnya berseri. Ia ikut duduk dan memeluk Kyuna secara impulsif. Kyuna membeku tak percaya. "Nona, kumohon jangan menakuti aku seperti kemarin lagi."     

"Hah? Kenapa ada kamu di alam Hades? Ro, jangan katakan kau ikut-"     

"Nona! Kau tidak kemana-mana selain di sini, di pondok Nona Andrea!" Rogard berusaha kembali bersikap tenang. Ia melonggarkan pelukannya untuk menatap wajah cantik Kyuna. Satu tangannya menangkup pipi sang gadis rubah. "Jangan lagi berbuat bodoh untuk menghukumku."     

"Me-menghukum kamu?" Kyuna bingung. Sejak kapan dia memiliki niat menghukum Rogard? Yang ada dia merasa terhukum dengan sikap abai Rogard berhari-hari dan itu membuat Kyuna putus asa dan memutuskan untuk mengakhiri hidup saja ketimbang perasaannya makin sakit dan terus menerus menangis tak jelas juntrungannya.     

"Aku sudah menarikmu dari alam Hades, maka jangan lagi pernah berniat untuk mendatangi ke sana, kau dengar itu, Nona?" Rogard tatap lekat mata emas tua Kyuna.     

"Hah? Apa... apa yang kau maksud, Ro?" Ia tak berani mengambil spekulasi atas ucapan Rogard. Ia menolak percaya, menganggap ini mungkin halusinasi dia semata.     

"Gadis bodoh. Ummchh!" Rogard mencium lembut bibir Kyuna.     

Kyuna mematung. Ia tidak akan menyangka tindakan Rogard tersebut. Bukankah biasanya dia yang selalu menyuruh Rogard untuk menciumnya? Kenapa sekarang pria ini justru....     

"Ayo, berjanjilah untuk tidak akan berbuat bodoh seperti kemarin, dan janji untuk tidak meninggalkan aku, maka aku akan turuti apapun kemauanmu." Rogard mengelus kembali pipi halus Kyuna.     

"R-Ro... kau... kau tadi menciumku?" Akhirnya Kyuna mendapatkan kembali suaranya yang ia pikir menghilang hanya karena ciuman Rogard.     

Rogard terkekeh ringan. "Ya, aku menciummu. Bukankah itu seperti ucapan terima kasih di klan siluman rubah, bukan?"     

Kyuna merona dan menunduk malu. Ia sadar, itu hanyalah tipuan dia saja mengenai ciuman sebagai tanda terima kasih di klan rubah. Omong kosong!     

"Karena itu adalah tanda ungkapan terima kasih, maka aku bisa mencium yang lain jika aku ingin berte-"     

"Jangan!" Kyuna membekap mulut Rogard dengan telapak tangannya. "Jangan berani-berani kamu berbuat begitu pada siapapun, Ro!" Kyuna menampilkan raut cemberut.     

"Kenapa? Bukankah itu ungkapan terima kasih? Seperti di klan kamu?" goda Rogard. Tentu saja kini dia sudah tau bahwa itu hanya karangan Kyuna saja. Terbukti dengan sikap Kyuna barusan.     

"Tidak boleh! Pokoknya tidak boleh!" Kyuna kesal dan mendorong Rogard hingga lelaki itu kembali rebah di kasur dan Kyuna naik ke atas perut sang pria pedang. "Kau hanya boleh begitu padaku saja!" Kyuna mengurung Rogard di antara dua lengannya. Tatapannya tajam ke bawah, ke wajah Rogard.     

"Kau ini gadis egois, yah?" Rogard masih saja menggoda Kyuna.     

"Tidak perduli! Aku lebih baik mati jika kau mencium orang selain aku! Aku lebih baik mati, Ro!"     

Tepp!     

Rogard meraih tengkuk Kyuna dan menariknya ke bawah agar bisa mempertemukan dua pasang bibir. Usai mencium beberapa saat, Rogard melepaskan pagutannya ke bibir itu. "Jangan pernah sekalipun kau berniat begitu, Nona. Aku larang kau pergi dariku!"     

Sreett!     

Kini Rogard mengganti posisi dan dia mengurung Kyuna di bawahnya. Wajah menawan Kyuna dan tubuh halusnya susah hilang dari benak Rogard. "Jangan pernah berpikir untuk meninggalkan aku, Kyuna..." Ia mulai memanggil nama ke gadis rubah.     

"Kenapa?" tantang Kyuna dengan wajah masih cemberut.     

"Karena... aku akan sedih bila tidak ada kau." Rogard lugas menjawab.     

"Huh! Biar saja kau sedih. Kau sudah membuat aku sedih berhari-hari, jadi apa salahnya kalau aku-mmpphh!" Kyuna tak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika mulut Rogard sudah membekap bibir sang siluman.     

Kyuna baru tersadar sepenuhnya bahwa dia saat ini tidak mengenakan apapun juga. Dan Rogard justru menggoda tubuhnya menggunakan semua kemampuan dia.     

"Aaanhh... Ro... jangan..." Kyuna lirih mengerang ketika Rogard mengelus klitorisnya sembari ia sibuk berkutat dengan payudara indah Kyuna menggunakan mulutnya yang lapar.     

Rogard sudah mendapatkan edukasi seks yang benar dari Dante. Kini dia sudah mengerti mengenai itu. Dante memberi tau apa saja yang dilakukan saat bercinta, saat bersenggama dengan seseorang yang dicintai. Ya, Rogard pun menyadari bahwa dia... mencintai Kyuna. Dia tidak sudi kehilangan Kyuna.     

"Jangan kenapa?" Rogard hentikan aksinya dan tatap wajah memerah Kyuna yang sangat memikat.     

"Jangan... karena aku... aku tak mau kau menyesali ini. Aku... aku tidak mau dikatakan memperalat kamu..." desah Kyuna lirih sambil palingkan wajah karena malu luar biasa ditatap intens oleh pria pujaannya.     

"Gadis bodoh..." Rogard terkekeh dan justru ia merunduk jauh ke selatan untuk mengganti tangannya dengan mulut pada klitoris sang gadis rubah.     

Kyuna makin mendesah gila. "Haanghh! Ro~ kau-mmgghh..." Ia menggeliat, meremas tepi bantal sambil pejamkan matanya. Ia pun percaya akan perasaan Rogard sekarang ini padanya. Ia tersenyum penuh bahagia.     

Ketika mereka menyatu, Kyuna berlelehan air mata. Rogard mengusap buliran itu dari pipi Kyuna.     

"Kenapa menangis? Apakah sakit? Aku menyakitimu? Aku akan bergerak pelan kalau begitu." Rogard tampak cemas ketika Kyuna mengeluarkan air mata usai dia menenggelamkan batang panasnya ke dalam liang hangat nona rubah.     

"Lelaki bodoh." Kyuna tersenyum sambil masih menangis. "Aku... aku ini menangis bahagia, apa kau tak tau?"     

Rogard lega dan mengecupi kelopak mata basah Kyuna. Ia pun mulai bergerak di dalam Kyuna, mengakibatkan wanita rubah itu kian mengerang sensual dalam ayunan pinggul Rogard.     

Pria jiwa pedang petir ini kini sudah bukan lagi sosok lugu. Dia sudah mengerti banyak dan belajar banyak. Ia tidak perduli siapa Kyuna. Asalkan hati mereka menyatu seperti tubuh mereka, maka ia tidak menginginkan yang lain selain Kyuna.     

Di kamar sebelah, Andrea baru saja mandi dan mendengar suara ambigu dari arah kamar Kyuna. "Tsk, yang lagi lopi-dopi (lovey-dovey)..." Ia menggosok-gosok rambutnya menggunakan handuk kering.     

Tapp!     

Dante sudah memeluknya dari belakang saat gadis itu hendak mengambil hair dryer. "Kenapa kita tidak meniru mereka?" Pria Nephilim itu pun menundukkan kepalanya agar bisa menciumi tengkuk Andrea.     

Gadis Cambion itu menjengkitkan bahunya untuk menghentikan cumbuan Dante pada tengkuknya. "Apa kau tidak kenyang juga setelah di alam mimpi tadi malam?" Ia sedikit menoleh ke belakang seraya ingin melepaskan belitan lengan kuat Dante pada pinggangnya.     

"Rasanya berbeda..." bisik sang Nephilim di belakang telinga Andrea.     

Gadis itu bergidik geli. "Apaan, sih Dan... isshh~ kamu ini..."     

"Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu yang sedikit nakal dulu pagi ini?" bisik seduktif si Tuan Nephilim sembari tangannya turun ke selatan Andrea untuk mengelus area intim si gadis Cambion.     

Andrea panik karena dia hanya memakai belitan handuk saja sekeluar dari kamar mandi, Seketika, dia menyesal tidak memakai pakaian dari dalam kamar mandi. "Dan! Mmmrrghh... ini udah pagi! Stop!"     

"Ssshh... kita tanya dulu pada tubuhmu..." Dante makin agresif dan mengelus-elus klitoris Andrea seraya tangan lain menolehkan wajah sang Cambion agar mereka bisa menyatukan bibir mereka.     

"No. Dan-mmpphh... mmrrpphh..." Andrea bergerak-gerak agar terlepas dari kurungan lengan Dante. Sayangnya, lelaki itu terlalu terampil mendominasi Andrea. "Aaanghh... jangan... jangan, Dante!"     

"Jangan? Tapi mutiara mungil kamu berkata lain, sayank... dan dia sudah basah..." Dante terkekeh nakal.     

Dengan begitu, Andrea terdiam bungkam, tak bisa menjawab apapun lagi. Kelemahannya sudah disentuh Dante. Dia hanya bisa terengah-engah ketika klitorisnya terus distimulasi menggunakan jari binal Dante sebelum dia berakhir rebah di ranjang dan Dante menyibukkan mulut dan jari dia untuk memanjakan area intim Andrea.     

Di tempat lain, Ra mendatangi Fro yang sedang sendirian di sebuah bukit kecil. Fro menoleh menyadari kehadiran Ra.     

"Ada apa, Api?" tanya Fro, dingin seperti biasanya.     

Ra tersenyum singkat. "Hanya ingin mengucapkan... terima kasih."     

"Untuk hal apa?"     

"Hal... menyadarkan aku. Dan juga... terima kasih untuk perasaan kamu selama ini."     

Fro mengedutkan dua alisnya secara cepat, tidak menyangka sama sekali akan mendapatkan kalimat itu dari Ra. "Tenang saja, kau tidak berkewajiban untuk membalas jika kau tidak ingin."     

"Iya, aku tau itu, Es."     

"Hei, aku sudah punya nama. Panggil aku yang benar."     

"Hei, kau juga masih memanggilku api, kan?"     

"Csk!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.