Devil's Fruit (21+)

Simfoni Kecewa



Simfoni Kecewa

0Fruit 289: Simfoni Kecewa     

Malamnya, Kyuna tidak ingin bergabung makan malam di ruang makan. Dia masih mengurung diri di kamarnya, sembari menangis. Bahkan dia kembali ke wujud rubah dan terkadang melolong pilu.     

Rogard juga tidak mau keluar dari tubuh Dante. Semua anggota Andrea tampaknya sudah mengetahui persoalan antara Rogard dan Kyuna. Tapi mereka tidak tau bahwa Andrea yang menjadi penyebab dari kekacauan tersebut.     

Sedangkan Ra masih dikunci di RingGo. Fro tidak. Dia sebagai pedang yang bersikap dingin, tidak mendapatkan kerugian apapun dan tetap bisa bebas berkeliaran di Cosmo.     

Dante melirik ke Andrea yang duduk tenang di ruang makan. Mungkin dia harus berbicara dengan Andrea selepas ini.     

Meski gadis Cambion itu terlihat tenang, tapi hatinya bergemuruh bagai ada badai di sana. Dia juga merasa sedih harus mengurung Ra. Dia juga merasa sakit melihat runtuhnya hubungan baik antara Kyuna dan Rogard. Dia juga kecewa akan dirinya sendiri yang terkadang berbuat gila dan terlalu impulsif.     

Ditambah dengan keras kepala.     

Usai makan malam, Andrea mengajak Dante berendam di kolam misterius. Dante tau bahwa gadis itu pasti ingin membicarakan mengenai Rogard dan Kyuna. Kesempatan bagus kalau memang demikian.     

Setelah mereka sama-sama berendam menggunakan handuk seperti biasanya, Andrea menghela napas sebelum mulai bicara. "Dan, gih dah kalo mau marahi aku." Ia menatap lurus ke depan meski Dante ada di sisinya.     

Dante juga melakukan hal serupa. "Untuk apa? Kau bukan anak kecil lagi yang harus ditegur jika berbuat salah."     

"Ya tapi kan aku ini biang kerok banget untuk masalah Ro dan Kyu, juga Ra." Andrea akhirnya menoleh ke samping.     

Dante membalas tatapan Andrea. "Aku yakin kau akan bertanggung jawab dalam masalah mereka. Sesulit apapun, aku yakin kamu tidak akan melarikan diri, cuci tangan mengenai ini. Benar, kan?"     

Andrea bagai sedang ditantang oleh Dante. Sepertinya tuan Nephilim sengaja memilih kalimat demikian untuk menggelitik rasa tanggung jawab dia. "Hu-um. Aku emang harus tanggung jawab damaikan mereka. Aku gak mau hubungan mereka jadi jelek karena egois aku. Dan, bantu aku, yah!" Ia memohon.     

"Bantu bagaimana?" tanya Dante.     

"Bantu aku bicara dengan Ro. Dia pasti dengerin kamu banget karena kamu tuan dia." Mata Andrea berbinar penuh harap.     

Dante menghela napas sebentar sebelum menyahut. "Aku tidak berani menjanjikan hasil sesuai dengan yang kau harap, Andrea, karena ini adalah masalah hati. Aku tidak berani memaksakan apa yang dirasakan Rogard."     

Andrea surut dan kembali menghadap ke depan, menekuk dua lutut dan memeluknya. "Mereka pasti benci banget ke aku. Iya, kan?"     

"Benci, sih tidak. Kecewa, itu lebih mungkin." Dante menjawab apa adanya.     

Andrea mencebik sedih. Ia makin tenggelamkan wajahnya ke lutut. Dante memeluk dari samping, memberikan kekuatan dan semangat pada gadis itu agar tegar dan tidak menyerah.     

Malam itu, Dante berbicara dengan Rogard melalui pikiran. Dante berbicara banyak ke Rogard dan sang pria jiwa pedang lebih sering mendengarkan saja ketimbang menyahut.     

Setelah itu, Rogard pun keluar dari tubuh Dante ketika Dante tidur dengan Andrea. Ia melangkah ke luar pondok, berjalan-jalan tak tentu arah untuk memikirkan semua.     

Rogard memang sangat kecewa atas keegoisan Kyuna. Dia tidak suka dirinya diperalat dan dibodohi hingga taraf demikian. Ia benar-benar merasa tolol saat ini. Ditipu dan dipermainkan oleh wanita. Seberapa tolol itu untuk seorang lelaki? Yah, meskipun dia hanya jiwa pedang.     

Ia duduk di salah satu batu di lembah dekat pondok. Suasana begitu hening dan senyap. Ia pun mengingat apa yang terjadi beberapa hari ini. Dia dan Kyuna. Mereka tidak terpisahkan selama beberapa hari. Bahkan mereka melakukan hal-hal ajaib yang ternyata itu adalah... seks.     

Rogard mendesah berat. Ia masih teringat lembutnya kulit Kyuna saat tangannya mengelus. Dan warna merah muda indah pada liang ketat Kyuna, itu sangat luar biasa. Bahkan ekspresi Kyuna ketika mereka melakukan itu, sungguh menakjubkan.     

Tapi... tapi itu semua hanyalah permainan Kyuna saja padanya. Ia hanya diperalat. Persis seperti yang dikatakan Ra. Mungkin juga tuduhan Ra pada Kyuna bahwa gadis siluman rubah itu terlalu licik, benar adanya.     

Rogard kecewa. Kenapa Kyuna harus membohongi dia? Kenapa Kyuna harus membodohi dia dengan mengatakan itu adalah terapi? Tapi dia juga bertanya-tanya, jika Kyuna secara jujur mengatakan gadis rubah itu ingin bersenggama dengannya, akankah dia menerima begitu saja?     

Sekali lagi Rogard mendesah berat. Ini merupakan pukulan untuknya. Harga diri dia sebagai lelaki terasa dicoreng keras. Dibodohi oleh wanita.     

Rogard meremas rambut ungunya yang berkibar-kibar diterpa angin. Dahinya ia pijit karena ia tak mampu memikirkan apapun selain kecewa dan kecewa.     

Ketika dia kembali menuju pondok, dia mendengar lolongan lirih dari arah jendela Kyuna. Ia secara otomatis menengadah ke jendela itu. Ia tau Kyuna di sana menangis. Apakah gadis rubah itu benar-benar menyesali tindakannya pada Rogard? Ataukah itu hanya tangisan palsu?     

Yang dia ketahui mengenai karakter siluman rubah memang sosok yang licik dan penuh tipu muslihat. Apakah Kyuna juga terbiasa demikian?     

Rogard mendesah berat untuk ketiga kalinya. Dan ia pun melanjutkan langkahnya, namun bukan masuk ke pondok, justru ke arah kolam misterius untuk berendam.     

Ketika dia sedang berendam, tidak disangka, Fro muncul di dekatnya. Rogard terkejut, apalagi pria jiwa pedang es itu mengubah bajunya menjadi selembar handuk yang akhirnya ikut berendam bersama Rogard.     

Mereka sama-sama sunyi untuk waktu yang lumayan lama. Keduanya sama-sama bungkam dengan pikiran masing-masing. Fro mengatupkan mata dari awal duduk di kolam, seolah tidak mengindahkan kehadiran Rogard di sana.     

Lama kelamaan, Rogard merasa terganggu dengan kesunyian mereka. "Hei, Fro, apakah kau pernah diperdaya oleh wanita?"     

Fro membuka mata esnya dan kemudian kembali menutup seperti sedia kala. "Tidak." Hanya sebuah jawaban singkat.     

Rogard merasa tidak ada gunanya bertanya atau berbicara dengan pria sedingin es begitu. Ia mulai bangun dari kolam dan akan beranjak dari sana ketika sekonyong-konyong terdengar suara Fro.     

"Memangnya kenapa jika dia memperdayamu? Apakah itu membuat tubuhmu terluka hebat? Atau membuat keluargamu mati? Jika iya, maka kau patut membenci wanita yang begitu." Fro yang biasanya sangat irit bicara, kini menyuarakan kalimat yang paling panjang yang Rogard ketahui.     

Rogard tertegun sambil masih berdiri di dekat Fro. Membuat tubuhnya terluka hebat? Tidak. Membuat keluarga dia mati? Itu pun tidak. Ia heran dan kembali duduk di kolam. "Fro, dia memang tidak melukai tubuhku atau membunuh keluargaku. Tapi-"     

"Kau ini lelaki payah yang membosankan," potong Fro.     

Mulut Rogard menganga lebar. Lelaki payah? Membosankan? Lihat siapa yang mengatakan itu? Sebuah jiwa pedang yang bahkan tidak pernah memiliki ekspresi wajah dan sikap dingin bagai salju! Dan dia dikatakan membosankan oleh lelaki demikian?! "Betapa ucapanmu ngaw-"     

"Kalau memang dia tidak melakukan kerugian sedemikian padamu, apa salahnya kalau kalian bersenggama? Memangnya kau ini anak kecil yang harus dilindungi dari apa yang dinamakan seks? Berapa umurmu? Kenapa meributkan hal-hal sepele hanya karena dia menyukaimu dan tidak berani terang-terangan mengucapkan apa yang dia ingin karena kau terlalu bodoh dan membosankan?"     

Dada Rogard terasa sesak hingga ia terengah-engah mendengar ucapan pedas Fro.     

Belum sempat Rogard membalas pria es itu, Fro sudah bangun duluan dari kolam dan keluar dari sana. "Kolam ini terlalu panas, buruk untuk energi esku yang berharga. Tsk!"     

Rogard termangu di kolam dan hanya menyaksikan punggung Fro menjauh dan makin jauh hingga menghilang. Kalimat-kalimat Fro terus berdengung seenaknya di otak dia meski dia tidak ingin. Itu terus berputar hingga dia frustrasi dan memukul air kolam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.