Devil's Fruit (21+)

Berjanji Rukun



Berjanji Rukun

0Fruit 269: Berjanji Rukun     

Sosok lelaki berjalan tenang ke arah kolam. Badannya ramping meski otot-otot maskulinnya nampak di beberapa sudut tubuhnya. Dia adalah humanoid dari Pedang Es.     

Rambutnya berwarna perak mengkilat dengan warna kulit sepucat es dan terkesan sangat dingin, sesuai dengan sikap dan cara bertuturnya. Tak ada sejumput senyum sedikitpun pada wajah dinginnya, seolah dia tidak dikaruniai beberapa saraf kranial pada wajahnya yang menggerakkan otot senyum.     

Mata sedingin es itu berwarna keabu-abuan dan tatapannya benar-benar bagai bisa membekukan neraka sekalipun.     

Tubuh rampingnya terpahat dengan berbagai otot kencang pada beberapa wilayah tanpa mengurangi kesan maskulin dia sama sekali.     

Rambut perak nan panjang sepunggung itu begitu terlihat halus ketika melambai indah tertiup angin sepoi. Alisnya berbentuk pedang tegas menukik ke atas dari pangkalnya dan tebal berwarna hitam kecoklatan/ Sedangkan bibirnya berwarna persik, sangat kontras dengan sikap bagai patung es.     

Dia jenis keindahan lelaki timur jaman kuno yang susah ditepis pesonanya.     

"Tidak bisakah kalian memakai sesuatu?" Dante merasa kurang nyaman jika humanoid dari Pedang Es berkeliaran di sekitar Andrea tanpa memakai apapun.     

Andrea memberontak dan melepaskan tangan Dante. Ketika dia menatap sosok Pedang Es, lelaki itu telah menggunakan sebuah kain berwarna perak dengan hiasan kilauan perak di sekitarnya, dililitkan dari pinggang seperti Dante.     

"Wuaaahh~ ganteng banget!" Andrea tidak menutup-nutup ketakjubannya pada sosok Pedang Es.     

"Ehem!" Dante berdehem keras, menyadarkan Andrea, sehingga gadis Cambion itu terkekeh canggung bagai ketahuan selingkuh.     

"Kalian... kalian beneran duo pedang aku?" tanya Andrea masih tidak percaya.     

"Tentu saja! Memangnya kau pikir siapa lagi, Nona?" Pedang Api sudah melilitkan kain warna merah menyala seperti Andrea, dari dada lalu menjuntai ke paha. Rupanya kain-kain yang dipakai mereka itu adalah sarung pedang yang mereka ubah sendiri menjadi kain.     

Andrea menatap gembira ke Dante. "Waha ha ha! Dan! Kita bisa kasi Ro teman, nih!"     

Dante segera tersadar, dan kemudian ia pun mengeluarkan Rogard dari dalam tubuhnya. Rogard segera mewujud di depan mereka semua, sudah memakai lilitan kain pada pinggangnya dan badan atletisnya telah terekspos sempurna.     

Begitu Rogard muncul di dalam kolam, dia segera membungkuk ke Andrea dan Dante. "Tuan, Nona."     

"Waahhh!" Pedang Api humanoid segera saja berdiri di depan Rogard dengan wajah sumringah dan mata berkilauan. "Kamu kenapa bisa tampan sekali!" Ketika ia bermaksud menyentuh tubuh kekar Rogard, ia lekas saja mengaduh kecil. "Awwhh! Huft! Petirmu itu mengganggu sekali, tampan..." keluh Pedang Api.     

Pedang Es segera menampilkan muka tidak nyaman dengan kening berkerut melihat Rogard. Tampaknya benih rivalitas langsung tercipta. "Perempuan liar."     

Pedang Api terganggu dan menoleh ke Pedang Es. "Hoi, hoi, apa kau minta kulumerkan, hah?!"     

"Kau pikir kau bisa? Terlalu bermimpi," sahut Pedang Es menggunakan nada dingin. Matanya tidak lagi sudi menatap Pedang Api.     

"Oke, ayo kita coba!" Pedang Api sudah ingin mengeluarkan energi api dahsyatnya, namun Andrea buru-buru mencegah.     

"Oii, oii... kalian, aduduh..." Andrea lekas memegangi lengan Pedang Api agar tidak terjadi ledakan konyol di kolam. Dia sudah mengalami sendiri seperti apa jika kekuatan api dan es dibenturkan dalam latihan tadi. Dia masih ingin hidup untuk saat ini.     

"Beruntunglah kau karena Nona ini membujukku!" sengit Pedang Api.     

"Cih! Tak tau malu memakai nama orang lain untuk berkelit." Pedang Es masih ingin memprovokasi.     

"Apa katamu?!" Pedang Api mulai emosi. Mata merahnya menyala liar.     

Andrea menatap mengiba ke Dante.     

Tampaknya tuan Nephilim paham makna tatapan putus asa Andrea. "Kalian, daripada ribut seperti anak kecil, bukankah lebih baik ikut berendam bersama kami dan menikmati suasana sore menjelang senja ini?"     

Pedang Api dan Pedang Es sama-sama menoleh ke Dante.     

"Huh!" Keduanya kompak mendengus bersamaan sambil membuang pandangan masing-masing ke arah lain.     

Tak berapa lama, semua orang di kolam sudah duduk tenang berjejeran di sana.     

"Usia kalian berapa?" tanya Andrea untuk mengalihkan topik menjadi lebih umum saja.     

"Entah. Sepertinya sudah ribuan atau mungkin juga puluhan ribu tahun. Aku tak ingat," jawab Pedang Api acuh tak acuh sambil memainkan air di depan dadanya.     

"Apakah kalian selalu bersama-sama sejak awal dibuat?" Dante ikut bertanya.     

"Tidak. Aku sepertinya jauh lebih tua dan jauh lebih hebat ketimbang dia." Pedang Api menoleh ke Pedang Es yang duduk diam di sebelah Dante dan Rogard.     

Mata keabu-abuan Pedang Es segera terbuka dan menyemburkan hawa dingin ke Pedang Api. "Kenapa kau kerap tak tau malu menyebut dirimu paling hebat?!"     

"Yah, karena Baginda ini memang paling hebat! Kenapa? Kau masih tidak terima?" Mata merah Pedang Api nyalang menatap Pedang Es.     

"Apakah kalian terbiasa ribut begini?" Rogard pun mulai berkomentar. Dia sudah tidak tahan lagi untuk diam. Kedua pedang hanya saling mendengus sebagai jawaban. "Kalian sudah dimiliki oleh Tuan Dante dan Nona Andrea. Benar, bukan? Kalian bahkan sudah membuat kontrak darah dengan mereka berdua. Tidak bisakah bersikap pantas dan elegan sebagai pedang?"     

"Dia tidak pernah bisa bersikap pantas," tuduh Pedang Es.     

"APA KATAMU?!" teriak Pedang Api tidak ingin mengalah.     

"Hah! Sebaiknya Tuan dan Nona membuang kalian lagi saja jika mereka harus mengalami sakit kepala dan pusing karena pertengkaran kekanak-kanakan kalian." Rogard tanpa ragu-ragu menyuarakan apa yang ada di benaknya.     

Duo pedang elemen itu pun saling terdiam. Mereka merasa apa yang dikatakan Rogard cukup kuat memukul perasaan mereka.     

"Nona, apakah Nona bersedia menjual atau membuang mereka jika mereka masih seperti ini saja?" Rogard menatap Andrea lekat-lekat. Matanya sedikit berkedut memberikan sinyal.     

Andrea yang melihat sinyal kecil dari Rogard segera paham dan menanggapi. "Ah, yah... sepetinya memang harus begitu, sih..." Dia mulai mengeluarkan akting hebatnya, menunduk sedih dan menumpuk kecewa pada wajahnya. "Persoalan aku sehari-hari sudah sangat banyak. Jika aku harus mendengar keributan mereka yang tidak ada habis-habisnya... mungkin memang seharusnya aku berikan saja pada siapapun yang mau... secara cuma-cuma."     

Dante di samping Andrea cuma menahan tawa melihat kepandaian akting gadisnya.     

"No-Nona! Jangan buang kami!" Pedang Api mulai panik. "Aku... aku tidak mau lagi dipegang-pegang sembarangan orang! Aku jijik jika dipegang mereka yang tangannya berminyak, berkeringat busuk dan berlendir pula! Tidak! Jangan buang aku! Yah, kalau mau buang... kau bisa buang Es sialan itu saja!"     

Pedang Es menatap marah ke Pedang Api. Dia tidak memungkiri bahwa beberapa abad ini dia harus menahan diri karena pemilik dia sebelumnya bukanlah orang yang bersih dan rajin merawat diri. Dia paham apa yang dikatakan Pedang Api.     

"Aku tidak ingin berat sebelah..." Alis Andrea dibentuk seolah-olah dia sangat kecewa dan sedih luar biasa. "Kalau kalian tidak bisa akur dan membuat pening kepala doang, mungkin lebih baik menyerahkan kalian ke siluman atau hewan iblis lainnya saja. Yah, semoga saja mereka sering mandi dan tidak berlendir seperti siluman kecoak. Kalian tau? Siluman kecoak itu punya lendir berwarna kehijauan dan baunya astaga..."     

"KAMI AKAN AKUR!" teriak Pedang Api begitu Andrea menyebut siluman kecoak. "Hei, Es! Cepat katakan juga!"     

Andrea menoleh ke Pedang Es. Lelaki tampan berambut perak itu tidak punya pilihan. Dia mendesah lirih sebelum berkata, "Ya, ya, aku akan akur dengannya."     

"Bagus!" Andrea segera melebarkan senyumannya hingga matanya menyipit. Senyum palsu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.