Devil's Fruit (21+)

Perjalanan Ini



Perjalanan Ini

0Fruit 325: Perjalanan Ini     

Berangsur pulihnya kondisi Andrea melegakan semua yang di rumah Opa. Shelly masih membanjiri kamar dengan berbagai penganan enak dari yang ringan hingga berat. Kadang sampai harus dibagikan ke para tetangga rumah Andrea, saking banyaknya.     

Membaiknya kesehatan Puteri Cambion tidak dibarengi dengan membaiknya hubungan dia dan Dante. Justru berbanding terbalik.     

"Salah sendiri dulu jahat sekali padaku!" ketus Andrea sewaktu Shelly membujuk agar keduanya berbaikan. "Ahh, bahkan dia masih jahat sampai sekarang! Jangan lupakan soal janin sialan yang harus repot-repot aku kandung ini, beb!"     

Seperti sihir Dovz yang bertugas untuk menyensor ucapan Andrea sudah mulai luntur.     

"Ndrea..." Shelly jadi sedih. "Jangan bicara gitu soal anakmu. Kalaupun orang tuanya salah, anaknya tak harus ikut menanggung kesalahan itu. Anak tetaplah makhluk suci murni tanpa dosa apapun, Ndre..." Sang sobat pun memeluk Andrea yang baru saja menghabiskan nasi kebuli porsi dobel.     

Jangan tanyakan ke Andrea kenapa sanggup menghabiskan dua porsi tadi. Pokoknya jangan, kalau kalian tidak ingin terkena lemparan Cero.     

Sedangkan Dante yang menjadi topik pembicaraan, dia masih saja diasingkan di sudut balkon luar kamar Andrea. Hukuman yang tergolong sangat ringan atas semua dosa-dosa si pria Nephilim, demikian kilah Andrea jika ditanya kenapa Dante terus ditempatkan di sana.     

Dante rela. Ikhlas. Tabah. Asalkan dia bisa ada di dekat Andrea dan anaknya.     

Erefim iba pada sang majikan yang terlunta-lunta di matanya. Pelayan itu sering membujuk Dante untuk kembali ke apartemen mereka yang dulu, tapi sang majikan menolak.     

Meski di apartemen penuh dengan kenyamanan, namun Dante lebih memilih meringkuk di sudut balkon, menjaga Andrea.     

Soth 4 dan Soth 6 baru saja kembali dari dunia bawah. Mereka sudah menyampaikan pada Yang Mulia Zardakh—ayah dari Andrea—mengenai situasi yang dihadapi Puterinya.     

"Yang Mulia ingin besok Tuan Puteri dibawa ke Underworld," ujar Soth 4 pada Kenzo yang menunggu beritanya.     

"Besok?" ulang Kenzo. "Huumm... padahal kita saja belum menceritakan banyak hal ke Tuan Puteri." Panglima Kenz pun berjalan mondar-mandir, berfikir bagaimana bisa mengabarkan pada Andrea mengenai segala sesuatu. Itu bakal sulit mengingat Tuan Puterinya seorang emosional dan keras kepala.     

"Panglima, anda harus lekas katakan semua rencana kita ke Tuan Puteri." Soth 1 maju ke arah Kenzo.     

"Benar," sambung Soth 5. "Waktu kita makin sempit. Jangan sampai keduluan pasukan Surga datang menghabisi Puteri Andrea dan anaknya."     

"Hei! Jaga bicaramu!" hardik Kenzo, terganggu dengan bahasa yang digunakan Soth 5.     

"Ma-maaf, Panglima." Soth 5 segera menunduk dan mundur ke sudut.     

"Humm... aku akan coba bicara pada Tuan Puteri. Mungkin harus didampingi Shelly dan Oma juga untuk membujuk." Kenzo pun masuk ke dalam rumah dan bicara pada Oma.     

Malam itu, Kenzo dibantu Oma dan Shelly terpaksa membeberkan semua situasi kondisi dan fakta pada Andrea.     

Gadis Cambion itu melongo. Air mata meleleh tanpa disadari. Ia harus melarikan diri ke dunia bawah, harus berpisah dengan Shelly, Oma dan Opa—entah sampai kapan.     

Bahkan ia syok karena itu semua dikarenakan ia mengandung anak yang membahayakan Surga.     

Kenzo tidak menyebut mengenai "berbahaya bagi dunia manusia". Tidak. Ia tak mau Andrea kalap dan berbuat yang tidak mereka inginkan.     

"Anak ini..." Andrea mengelus perutnya yang masih rata, namun ada kehidupan di dalamnya. "Belum lahir saja sudah menyusahkan semua makhluk. Tsk! Aku jadi tambah membenci pria Nephilim brengsek di luar sana!" Dia memaksudkan Dante.     

"Sayank..." Oma meraih tangan cucunya. "Ini sudah menjadi garis nasib kalian. Percuma disesali. Lebih baik hadapi dan lakukan yang terbaik."     

Shelly mengangguk setuju akan ucapan Oma.     

"Tapi aku—" Andrea tak jadi melanjutkan kalimatnya demi melihat raut memohon Oma. Akhirnya ia cuma bisa tersedu di pelukan sang Nenek.     

.     

.     

Hari yang direncanakan tiba. Satu jam setelah matahari menampakkan diri, rombongan Andrea bersiap terbang melesat ke kutub utara, tempat pintu dua dunia menuju Underworld berada.     

Namun anehnya, Andrea kehilangan kemampuan terbangnya. Berkali-kali mencoba tetap saja tak bisa.     

Bahkan ketika Kenzo berusaha membopong pun, tetap saja tak sanggup membuat mereka terangkat ke udara.     

"Astaga, ini rintangan macam apalagi?" Sang Panglima sampai geram. Mereka sedang dikejar waktu. Juga dikejar pasukan Langit, tentunya... yang entah kapan akan tiba.     

"Coba biar aku yang bopong Andrea." Dante maju, berniat meraih tubuh Puteri Cambion.     

Zrasshh!     

Andrea lekas kibaskan tangan sebelum Dante menjangkau tubuhnya. Ia mengeluarkan kekuatannya melalui kibasan tadi.     

Akibatnya, Dante mengaduh akibat rasa panas menyengat yang segera menyergap tangan tadi.      

"Jangan coba-coba menyentuhku, brengsek!" ketus Andrea sambil mendelik tak ramah pada bapak sang janin.     

Oma dan Shelly berusaha menenangkan Andrea, dan pria  Nephilim itu tau diri untuk tidak perlu mengusik emosi Andrea. Ia tau salah. Dibenci oleh Andrea tentu sebuah kewajaran atas apa yang sudah dilakukan Dante selama ini.     

Dante pasrah.  Ini memang hukuman baginya.     

Hukuman yang patut, seperti kata Andrea.     

Swoosshh! Swuuuzzhh! Wooosshh!     

Tiba-tiba dari langit berdatangan belasan Iblis menghampiri Andrea. Mereka segera berlutut penuh hormat di depan Puteri Cambion.     

"Salam dari kami, Klan Roxth, pada Tuan Puteri Andrea. Kami datang atas perintah Yang Mulia Zardakh untuk mengiringi Tuan Puteri menuju Underworld." Salah satu dari Iblis itu berujar. Mungkin ketua Klan atau ketua tim? Terserah.     

Andrea memutar bola mata. "Tapi sayangnya aku tak bisa terbang!" Ia sama frustrasinya dengan Kenzo saat mengetahui kemampuan terbangnya menghilang, seperti yang pernah terjadi di alam milik Djanh. Bedanya, ini lebih parah.     

Para Iblis Roxth saling bertatapan. Namun, Druana datang secara mendadak di hadapan mereka.     

"Andrea! Puteri Andrea!" serunya sembari terengah-engah. Ia lekas mendekat ke Cambion itu. "Kita terpaksa berjalan kaki menuju pintu penghubung."     

"APA?! JALAN KAKI?!" pekik semuanya.     

Druana mengangguk. "Terpaksa! Ini darurat! Karena... karena..."     

"Katakan kenapa harus jalan kaki, Druana!" Kenzo merangsek ke Druana. "Katakan saja!"     

Sang Iblis medis menatap Kenzo, kemudian berganti ke Andrea. "Karena anak Tuan Puteri Andrea... terlalu kuat dan... berat. Dia... dia mungkin tak ingin terbang."     

"HAAAHH?!" Lagi-lagi semua begitu kompak bagai paduan suara.     

Andrea jadi makin geram. "ANAK INI!" Ia mengangkat tangan, siap memukul perutnya. Untung saja Druana sigap menahan tangan tersebut.     

Druana menggeleng. "Jangan, Puteri. Tidak boleh. Anda tidak boleh begitu. Dia, meski janin, tapi dia sudah bernyawa dan bisa mengeluarkan kekuatannya."     

"Tapi dia kan baru berumur—"     

"Puteri harus ingat, anak Puteri itu istimewa, bukan anak makhluk biasa saja," imbuh Druana, masih memegangi tangan Andrea diikuti Shelly dan Oma juga. "Kalau Puteri memukul perut Puteri, justru membahayakan nyawa Puteri sendiri."     

"Ndre... please jangan lakukan hal yang membahayakan dirimu, uhuhuuuu..." Shelly tak bisa menahan tangisnya. Ia memeluk erat sahabat tersayang. "Kumohoonnn..."     

Andrea luluh. Tangis Shelly memang penangkal kegilaan dia. Diusapnya puncak kepala Shelly. "Gadis bodoh, memangnya siapa yang pengen celaka, humm?"     

Shelly angkat wajahnya yang basah karena air mata. "Janji, yah! Nggak boleh berbuat nekat atau yang bahaya lainnya. Aku tu sayang kamu, Ndre. Aku juga pengen liat ponakan aku ini..." Shelly mengelus lembut perut Andrea. "Kalian harus selamat dan kembali ke sini nantinya. Yah!"     

"Dasar bebeb!" Andrea rengkuh tubuh sahabat terbaiknya. "Kamu tuh paling bisa yah bikin aku lumer!"     

Shelly meringis sambil seka pipi basahnya.     

"Errr... Tuan Puteri..." Druana menginterupsi acara kemesraan Andrea dan Shelly. "Sepertinya patut dicoba ayah sang janin menggendong Puteri. Siapa tau dia justru yang bisa mengangkat Puteri. Siapa tau... anak kalian ingin begitu?"     

"TIDAK!" tegas Andrea seraya tatap tajam Druana. "Meski itu satu-satunya jalan yang bisa membawaku terbang, aku tetap tak sudi! Lebih baik aku jalan kaki sampai gempor!"     

"Ndre..."     

"No, beb. Please yang ini jangan coba-coba bujuk aku." Andrea gelengkan kepala disertai tatapan memohon ke Shelly. Sohibnya pun cuma bisa hela nafas. Nyerah atas keras kepala Andrea yang sudah ia kenal.     

Akhirnya semua sepakat berjalan kaki. Druana mengatakan, ada satu pintu alternatif menuju Underworld yang letaknya beberapa ratus kilometer dari rumah Opa.     

"Sebenarnya pintu-pintu alternatif seperti itu banyak tersebar di dunia manusia. Tapi hanya sedikit saja yang tau koordinatnya. Dan Iblis pilihan saja yang bisa melewati pintu itu," papar Druana.     

"Cih! Pintu yang pemilih!" Andrea mencibir. "Jadi ada berapa banyak pintu macam itu di Indonesia?"     

Druana memegang pelipisnya seolah sedang berkonsentrasi. "Emm... sekitar... 238 pintu. Semoga yang terdekat ini tidak menolak kita."     

Andrea pun berpamitan ke Shelly dan Oma, serta Opa. Saling berpelukan, bercium-pipi serta kening, lalu perjalanan dimulai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.