Devil's Fruit (21+)

Pilihan Sulit



Pilihan Sulit

0Fruit 266: Pilihan Sulit     

Andrea memutar bola matanya sambil tatap remeh anak Kepala Desa Awan Hijau, Tuan Muda Regan yang emosi. "Bukan kamu, gublu!"     

Setelah mengucapkan itu, ternyata tidak mendapatkan sensor di pita suaranya seperti biasa. Andrea menyeringai. Ternyata kata makian kalau dipelesetkan sedikit tidak akan terdekteksi oleh sensor yang diberikan Pangeran Djanh. Oke, dia akan mengingat ini.     

Sementara itu, karena kini Tuan Muda Regan telah ikut menerjang maju ke Andrea, gadis itu sadar kemampuan berpedangnya belumlah mumpuni. Maka, Andrea terpaksa mengeluarkan cambuk tulang dari dalam ruang penyimpanan dia, cincin RingGo.     

Ctarr!     

Suara pedas cambuk telah bergema di udara saat itu memukul tubuh beberapa penyerang yang maju ke Andrea.     

Mereka terkena sabetan cambuk yang sudah terselubungi oleh api Cero dan seketika meraung kesakitan. Meski kekuatan api Cero tidak dapat mengubah mereka jadi abu, tapi cukup menyakitkan jika menimpa ke tubuh mereka.     

Jika mereka adalah Beast biasa, sudah bisa dipastikan tubuh mereka akan terbelah menjadi dua dan segera berubah menjadi abu.     

Ini menandakan Andrea harus lekas meningkatkan kekuatan api dia supaya Cero bisa lebih ganas memiliki efek besar jika digunakan untuk melawan hewan iblis dan di atasnya.     

Mengetahui cambuk Cero dia bisa menyakiti penyerangnya meski tidak parah, Andrea tetap senang. Dia menyeringai sambil terus menarikan cambuk tulang panjang itu ke segala arah sembari dia juga menyabetkan pedang api dia ke manapun yang dia sanggup.     

Sedangkan Dante, setelah dia melihat Andrea mulai bisa menguasai keadaan, ia bisa lebih lega dan fokus pada pertempuran dia sendiri.     

Pedang es di tangannya serasa menempel kuat pada telapak tangannya, lumayan menyakitkan karena serangan hawa dinginnya sungguh tidak main-main. Namun, Dante tidak perduli. Hanya dengan apa yang dia miliki bisa menyelamatkan dia dan Andrea dari situasi sulit ini.     

Dante lebih lincah dan lugas dengan kibasan pedangnya. Itu dikarenakan dia sudah mempelajari seni pedang semenjak kecil. Ditambah lagi, dia terbiasa memegang pedang besar seperti Rogard, kini dengan pedang es yang ramping dan ringan, gerakannya lebih cepat dan tirani.     

Musuh yang menghadapi Dante memang merasakan kesulitan untuk menembus pertahanan Dante. Apalagi ketika pria Nephilim itu mengeluarkan cambuk petir, dia bagai memiliki serangan jauh dan dekat secara bersamaan.      

Serangan jarak jauh dia aplikasikan dengan cambuk petir, sedangkan serangan jarak dekat menggunakan tebasan cepat pedang es yang berbahaya.     

Sekali musuh terkena tebasan pedang es, tubuh sang musuh akan segera membeku meski hanya sebentar, namun itu akan disambung dengan cambukan petir sebesar lengan orang dewasa, sehingga tubuh membeku mereka akan terluka parah ketika mereka terbebas dari kekuatan es yang menekan mereka.     

Andrea melirik Dante. Dia jadi terinspirasi juga dengan gaya Dante. Sambil terus meliukkan cambuk api dia, ia mulai menyerap cara-cara Dante menebaskan pedangnya.     

Itulah keuntungan menjadi Cambion. Otak mereka lekas menyerap dan mempelajari sesuatu dengan sangat cepat melebihi kemampuan otak manusia jenius biasa lainnya.     

Maka, dengan menirukan ilmu pedang Dante, kini Andrea sudah bisa mulai menguasai gerakan pedangnya. Ini membuat musuh-musuh yang mengepung dia mulai kelabakan, tidak menyangka gadis itu sudah bisa mengeluarkan teknik-teknik serangan pedang yang tajam dan tegas mengancam.     

Roh Pedang Api juga ikut senang sekaligus tercengang. "Hei, Nona! Kau sudah bisa berpedang! Kau benar-benar sudah bisa menggunakan pedang!" Ia terus berseru senang dalam benak Andrea. "Ha ha ha! Luar biasa! Kemampuanmu sungguh luar biasa! Ternyata tidak sia-sia aku meminta kau membeli kami! Kepandaianmu tidak mengecewakan! Ha ha ha!"     

Andrea hanya berikan seringai tipis tanpa menyahut suara ribut roh Pedang Api di kepalanya. Ia terus berkonsentrasi meliukkan cambuk dan menebas dengan menggunakan ketrampilan pedang yang secara kilat dia pelajari melalui gerakan Dante.     

Sudah ada dua hewan iblis yang berhasil Andrea lumpuhkan, terkapar di tanah.     

"Tuan Putri!" Terdengar suara Raja Naga Iblis Heilong dari dalam alam Cosmo berteriak panik. "Tuan Putri, biarkan aku keluar! Biarkan aku keluar agar aku bisa puas memberi mereka pelajaran yang sangat bagus!"     

"Tidak usah, Paman," jawab Andrea melalui transmisi suara dengan Raja Naga Iblis Heilong. "Aku sudah bisa menangani mereka, kok. Tenang aja!"     

Bwuusshh!     

Seketika aura Raja Naga Iblis Heilong menyeruak keluar dari dalam tubuh Andrea, menyelimuti badan indah Nona Cambion.     

Langsung saja mata seluruh musuh yang mengepung Andrea dan Dante pun mendelik penuh teror.     

"A-aura Raja Naga!"     

"Astaga! Aura Raja Heilong!"     

"Bagaimana mungkin bocah ini punya aura Raja Heilong?!"     

"Jangan katakan dia...."     

Banyak hewan iblis dan iblis murni yang tercengang tak percaya ketika melihat tubuh Andrea berselimutkan aura Raja Naga Iblis Heilong.     

Andrea mengeluh dalam hati karena Raja Naga Iblis Heilong seenaknya saja mengeluarkan aura dia untuk melingkupi Andrea. Namun, gadis itu tidak menampakkan keluhannya. Dia justru berhenti dan tersenyum mengejek. "Gimana? Pengin tetap lanjut, nih? Yakin?"     

"Kau- kau siapa? Siapa kau ini sebenarnya?!" tanya salah satu hewan iblis di depan Andrea. Tubuhnya sudah terbungkus banyak luka dari serangan intens Andrea.     

"Kira-kira siapa?" Andrea malah menggoda mereka. Ia maju selangkah, dan musuh-musuhnya secara cepat mundur ke belakang satu langkah pula.     

"K-kau... kau ini siapanya Raja Naga Heilong?!" Satu iblis murni terbata bertanya, kini dia mulai khawatir jika dia bertindak gegabah dengan sosok yang bisa jadi kerabat Raja Naga Iblis Heilong. Ia tidak mau berakhir dengan klan dia dimusnahkan jika dia bertindak bodoh sekarang.     

"Aku?" Andrea menunjuk hidungnya sendiri sembari berikan muka jahil. "Aku... adalah... keponakan Raja Heilong! Memangnya siapa lagi? Kenapa? Kau ingin Paman Heilong ada di sini?" Dia dengan santainya berkacak pinggang.     

Para hewan iblis dan iblis murni mulai menghentikan serangan mereka sepenuhnya. Mereka tidak berani bertindak ngawur jika itu menyangkut Raja Naga Iblis Heilong. Mereka masih sayang nyawa mereka dan keluarga mereka. Jika Raja Naga Iblis Heilong saja tega membantai seluruh klan-nya sendiri, maka dia takkan segan-segan membantai juga klan mereka.     

Atas dasar pemikiran ini, mereka mulai dipenuhi akan ketakutan dan teror. Semangat berkobar mereka mendadak padam seluruhnya.     

Melihat perubahan gelagat para anak buahnya, Tuan Muda Regan menggertakkan gerahamnya dan membentak mereka, "Apa yang kalian lakukan?! Kenapa diam saja seperti orang idiot?! Cepat serang dia! CEPAT!"     

Para hewan iblis dan iblis murni itu pun menatap tidak berdaya ke Tuan Muda Regan. Mereka heran, kenapa si Tuan Muda ini tidak bisa membaca situasi? Apa dia sudah tidak waras lagi hanya karena sejumlah pil saja? Apakah Tuan Muda ini bermaksud menumbalkan mereka hanya demi pil semata?     

"Tu-Tuan Muda Regan, ampuni kami. Tapi kami tidak ingin menjadi musuh Raja Naga Iblis Heilong."     

"Benar, Tuan Muda. Tolong mengerti akan situasi ini..."     

"Tuan Muda, masalah pil legendaris itu... rasanya itu tidak sebanding dengan nyawa Anda sendiri. Lebih baik pikirkan baik-baik, Tuan Muda..."     

"Iya, betul, Tuan Muda. jangan mengorbankan nyawa dan masa depan hanya demi pil dan emas. Itu semua bisa dicari. Namun, nyawa... kalau hilang akan cari di mana?"     

"DIAM, DASAR BUDAK RENDAHAN PENGECUT!"     

DHUAARR!     

Tuan Muda Regan makin emosi dan memukulkan telapak tangannya ke salah satu kepala anak buah dia, hewan iblis belalang sembah. Kepala hewan iblis itu langsung hancur dan menyisakan tubuhnya saja yang langsung roboh ke tanah.     

Anak buahnya yang lain menatap ngeri ke Tuan Muda Regan yang sepertinya sudah sangat murka.     

"Masih tidak mematuhi perintahku?!" seru Tuan Muda Regan. Keadaan menjadi makin sulit bagi para anak buah.     

"Hei, kalian..." Suara tenang Andrea terdengar. "Apakah kalian tidak takut Paman Heilong marah? Aku bisa loh memanggil Paman Heilong segera setelah ini."     

Mata para bawahan Regan mendadak berkedut dengan raut ketakutan. "Nona! Nona, kumohon jangan persulit kami..." Salah satu dari mereka memohon penuh memelas pada Andrea.     

"Baiklah. Aku takkan panggil Paman Heilong, tapi kalian... harus pukuli dia sampai dia kapok!" Andrea menunjuk ke Regan yang mendelik. "Gimana? Mo nurut ke aku apa ke dia? Cepat putuskan sebelum aku memanggil Paman Heilong..." Andrea berlagak santai sambil meniup-niup kukunya seolah sedang membersihkannya.     

Para bawahan Regan saling berpandangan satu sama lain. Ini sungguh suatu pilihan sulit!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.