Devil's Fruit (21+)

Who Are You?



Who Are You?

0Fruit 415: Who Are You?     

Kehidupan di kaki gunung sangat menentramkan bagi Andrea. Ia seolah bisa melupakan kenangan pahit kehidupan dia sebelumnya. Di tempat baru ini, dia seperti mendapat hidup baru dengan identitas baru.     

Penduduk di situ tak ada yang mempersoalkan Andrea tak memiliki ijazah akademis. Bagi mereka, yang penting prakteknya, bukan teori.     

"Puteri, ada dua domba yang belum ditemukan." Kenzo memberitau anak junjungannya mengenai adanya domba yang menghilang ketika Andrea baru saja dari peternakan milik Tuan Chaves untuk membantu kelahiran kuda di sana.     

"Astaga, Zo! Kok bisa ilang?" Andrea turun dari kuda. Padahal dia sudah letih, ingin segera merendam tubuh dalam kolam hangat di kamar mandi.     

"Maaf, Puteri. Hamba kurang teliti menjaga mereka merumput tadi."     

Andrea tak bisa marah. Ia memilih naik lagi ke atas pelana kudanya. "Gue cari satu, elu juga cari satunya. Buruan, mumpung belum gelap!"     

Cambion itu lekas memacu kudanya ke hutan dekat situ untuk mencari domba mereka tanpa menunggu sahutan dari Panglimanya.     

Hanya butuh lima menit lebih sedikit untuk berhasil mencapai hutan. Sebenarnya Andrea benci berada di hutan ini. Aura hutan itu terasa menyesakkan tak nyaman. Apalagi adanya pohon-pohon menjulang yang menghalau sinar mentari, menambah kesan gelap tak bersahabat.     

"Tsk! Domba sialan!" Ia menderap kudanya pelan, berusaha fokus melihat ke segala arah. Kenzo biasanya menggiring domba merumput di dekat hutan, makanya Andrea yakin pasti si domba kabur ke hutan.     

Menoleh ke jalan masuk hutan yang sudah agak jauh dari tempatnya berada, Andrea berusaha teguhkan hati dan membuang segala pikiran buruk yang ada di benak mengenai hutan ini.     

Ia melirik gelang yang senantiasa tak pernah terlepas dari pergelangan tangan kiri. Benda itu tidak bereaksi. Berarti aman-aman saja. Ia pun turun dari kuda begitu menemukan domba nakal itu terjebak di belukar.     

"Dasar kancut deh elu, mba! Bikin susah aja." Andrea mencari dahan pohon agar bisa mengeluarkan domba malang itu dari semak belukar yang membelit tubuhnya. "Lu ngapain kelayapan nyampe sini, woeh?! Binal amat lu, mba!"     

Ia terus saja mengoceh bersungut-sungut, berharap belitan pada domba bisa cepat dia urai dan lekas bawa domba keluar dari sana sebelum hari benar-benar gelap.     

Tinggal sedikit lagi dia bisa membebaskan dombanya ketika dia mendengar bunyi asing di dekatnya.     

Kresskk!     

"Heh?!" Andrea berhenti seketika dan melihat sekeliling, berharap itu hanya fatamorgana atau hewan liar lainnya saja. Toh andaikan bertemu beruang Grizzly sekalipun dia tak akan takut. Senyum maut Andrea selalu mumpuni menaklukan hewan.     

Bunyi asing di dekatnya mendadak hilang begitu Andrea tegakkan tubuh, mencoba mencari dengan pandangan berkeliling. Benarkah hewan? Yeah, mungkin saja. Ia pun kembali konsentrasi melepas belitan pada ternaknya.     

"Dasar wedhus gembel! Nyusahin orang cakep aja lu!" sungutnya pada si domba yang hanya mengembek merdu menyahuti kekesalan tuannya.     

Sreekk!     

Nah! Nah! Bunyi itu lagi. Andrea jadi tambah sebal. "Bitplis, deh! Kalo emang mo nongol, yah nongol aja, pe'ak!" teriaknya kesal. Ia sudah bersiap jika tak lama lagi muncul beruang Grizzly atau dinosaurus sekalipun, dia siap! Daripada dibuat penasaran begini.     

Sreett~     

Mata Andrea terpana. Berharap T-Rex yang muncul biar lumayan heboh, ternyata malah... manusia?     

Manusia? Serius? Di dalam hutan gelap begini?     

Andrea miringkan kepala. Benarkah itu manusia? Kenapa... penampilannya sangat berbeda dengan penduduk setempat? Pakaiannya... seperti bangsawan Eropa abad pertengahan. Apa orang itu baru saja keluar dari mesin waktu? Nyasar ke hutan?     

Pria di depannya memang jangkung dan tampan. Mukanya sangat aristocrat. Baju abad pertengahan dengan topi tinggi. Rahangnya tegas dengan hiasan cambang tipis, lengkap beserta kumis yang samar-samar terlihat. Mungkin tingginya sama dengan Dante.     

Tipe pria Eropa rupawan yang akan bisa membuat para wanita melolong minta dihamili. Ehh, tapi tidak bagi Andrea, yah! Dia masih memegang teguh rasa setia pada suaminya saja.     

"Kau... siapa?" Andrea berusaha memakai bahasa inggris formal.     

Orang itu diam, namun terus menatap ke Andrea. Wanita itu berfikir apakah pria aneh di hadapannya tidak tau bahasa Inggris?     

"Tak bisa bahasa Inggris? Umm... Perancis? Latin? Jangan Rusia, please, aku belum sempat belajar yang itu." Andrea masih pakai bahasa Inggris.     

Lelaki jangkung berkulit pucat itu masih saja memandang lekat ke Andrea. Sang Cambion jadi risih dibuatnya. Dia memutar kepala seolah berkata, 'Oh, come on, dude!'.     

Akhirnya Andrea sebal. Dia pun berucap dengan bahasa asalnya. "Lu bisa gak sih kagak perlu natap gue kayak gitu? Risih, tauk! Gue tau gue cantik mempesona tralala, tapi gak usah segitunya, pe'ak! Ditanya nama malah kayak orang bisu. Lu bisu apa tuli? Yang mana?"     

"Namaku Giorge Schubertt. Pakai bahasa Inggris tak masalah." Akhirnya pria pucat itu pun menyahut. Harus dimaki-maki dulu, Tuan?     

"Kau orang mana? Pakaianmu... beda." Andrea menelisik pakaian si pria aneh.     

Tiba-tiba pergelangan tangannya bergetar. Ia melirik ke area tersebut. Gelang Malachite-nya berpendar dan bergetar!     

Bahaya kah maksudnya?!     

Andrea menatap sang pria yang masih berdiri tenang di tempatnya. Gelangnya tak berhenti bergetar. Tidak, ini bukan Dante sedang memanggilnya. Bukan! King Zardakh mengatakan tanda seperti ini akan muncul jika Andrea dalam bahaya.     

Cambion itu mundur. Ia sudah lupa apa misinya masuk ke hutan ini. Radar bahaya dari gelangnya sudah bisa dipastikan untuk pria itu, bukan untuk pohon, apalagi domba yang masih ribut mengembik.     

Zrupp!     

Di sebelah pria yang mengaku bernama Giorge tadi datang pria lain yang tak kalah aneh. Pakaiannya sejenis dengan satunya, namun dia berkulit hitam. Matanya memerah nyalang menatap Andrea. Ia menyeringai.     

"Kalau kau tak mau, biar aku saja, teman," kata si hitam.     

Saat pria hitam itu mendekat ke Andrea, ia sudah yakin mereka memang berbahaya. Karuan saja tangan kanannya dikibaskan ke arah si hitam yang mengakibatkan pria tadi melambung ke belakang karena terpental. "Wow! Apakah kau penyihir, sweetie?" Si hitam bangkit cepat.     

Andrea tak mau berlama-lama dengan kedua pria berbahaya tadi. Ia lari mencapai kudanya. Saban pria hitam itu mendekat, Andrea langsung kibaskan tangan kuat-kuat. Buru-buru dia naik ke atas kudanya dan memacu kembali ke rumah.     

Sepanjang perjalanan, ia terus menengok ke belakang, berharap pria gila tadi tidak mengejar. Dan nyatanya memang tidak. Andrea patut bersyukur.     

Begitu sampai di depan rumah, dia langsung meloncat turun dan berlari kalang-kabut membuat Kenzo kaget.     

"Puteri! Ada apa?" Panglima itu menangkap tubuh Andrea yang limbung nyaris jatuh ke lantai. Shelly segera mengambil air putih untuk diberikan ke sahabatnya.     

"A-ada dua cowok aneh! Haahh~ haangh~ sompret, gue ampe ketakutan gini, setaann!" Andrea masih sempat-sempatnya mengumpat disela engahan nafas.     

"Dua pria?!" Kenzo langsung berdiri, menyerahkan Andrea ke istrinya. Ia memburu ke depan, ke halaman, namun hanya gelap saja yang ada. Ini memang sudah malam. "Aku akan memeriksa."     

"Ja-jangan!" seru Andrea mencegah pengawalnya. "Lu... mendingan di sini aja, plis! Haahh~ haahh~ kalo lu pergi en mereka malah dateng, cilaka, tauk!"     

"Oh, baiklah, Puteri." Kenzo patuh. Ia mengikat kuda yang tadi dipakai Andrea di halaman karena Andrea enggan Kenzo berlama-lama di istal.     

Malamnya pun Andrea susah tidur, meski Kenzo berjanji terus berjaga di sekeliling rumah. Andrea tidur bersama Shelly, sedangkan Kenzo terus bertindak layaknya satpam.     

"Ndre, emangnya kayak apa laki-lakinya tadi." Shelly menatap sahabat yang rebah menghadap ke arahnya.     

"Besok aja gue ceritain."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.