Devil's Fruit (21+)

Golden Newbie



Golden Newbie

0Fruit 433: Golden Newbie     

Dua lengan itu diurai. Andrea maju mendekat ke meja Giorge, dua tangan menumpu di meja. Pandangannya tajam serius ke sang Vampir. "Jangan coba-coba manipulasi kantor ini seenak dengkul elu, kampret!" tukas Andrea bernada geram.     

Namun, Giorge makin terkekeh. Menggoda Andrea itu ternyata menyenangkan. "By the way~ penampilanmu luar biasa. Aku suka, walau kesal karena orang lain bisa menikmati seperti aku menikmatinya." Ia tatap Andrea dari atas sampai bawah. Bibir diusap menggunakan jari dengan gerakan menarik.     

"Lain kali gue kasi hadiah deterjen ke elu, pret!"     

"Kenapa deterjen?"     

"Buat nyuci otak kotor elu!" bentak Andrea lugas. "Dah, gue mo balik lagi ke tempat gue kalo gak ada yang penting mau lu omongin."     

"Siapa bilang tak ada?"     

Andrea yang sudah balik badan, terpaksa memutar lagi. "Penting apaan? Jangan mengada-ada, deh!"     

"Kau akan menemaniku makan siang bersama klien penting. Semalam Tanaka-san sudah menghubungiku dan dia memintamu pergi denganku."     

Andrea putar bola mata, jengah. Kenapa mendadak akhir-akhir ini dia musti pergi berdua terus dengan Vampir tersebut. "Emangnya kagak ada staff lain yang bisa dampingi elu, apa?!"     

Giorge menggeleng tegas. "Ingat, kau adalah bintang keberuntungan di perusahaan ini. Maka, pertemuan dengan klien penting tak boleh dilewatkan tanpamu."     

Tak bisa berkutik, Andrea hanya bisa angkat dua tangan pasrah, lalu ditepuknya paha secara frustrasi. "Terserah, dah! Terserah!" Ia pun kembali ke kubikelnya. Berduaan dengan Tuan Vampir hanya membuat dia sesak nafas. Entah kenapa.     

Sebelum jam makan siang, Giorge sudah menjemput Andrea di kubikel wanita itu. "Ayo. Aku sudah reservasi di restoran bergengsi."     

Wanita itu menyambar tasnya, melangkah lesu. Pasti akan sampai sore kalau sudah begini.     

Di mobil, keduanya saling diam. Hanya ada lantunan musik instrumental lembut menyertai perjalanan.     

Tiba di restoran, keduanya berjalan beriringan. Tatapan kagum mengiringi langkah mereka. Dua orang itu bagai pasangan sempurna di mata siapapun.     

Giorge menarikkan kursi untuk Andrea, lalu ia menarik kursi untuk dirinya sendiri. Pelayan datang menanyakan pesanan. "Nanti saja. Kami sedang menunggu teman."     

Pelayan pun berlalu.     

"Kau sudah membawa semua file yang dibutuhkan?" tanya Giorge ke Andrea yang sibuk memainkan serbet makan.     

"Cerewet. Gak mungkin gue lupa. Gaje banget pertanyaan elu," ketus Andrea.     

Giorge terkikik. "Hanya ingin ajak kau bicara saja agar tidak bosan dengan kesunyian di sini."     

"Csk! Lebai," rutuk Andrea pelan tanpa memandang Giorge.     

Selang waktu 2 menit berikutnya, tamu klien yang mereka tunggu pun datang. Ada 3 orang. Semuanya dari India.     

Giorge memanggil pelayan dan mulai mempersilahkan klien memesan. Andrea hanya memesan sup krim jagung dan jus sayur saja. Ia tak begitu berselera siang ini. Mungkin karena Tuan Vampir.     

Klien-klien itu menatap lapar ke Andrea. Apakah efek belum makan? Tidak. Mereka terpikat dengan penampilan Andrea yang mengagumkan. Salah satunya malah meminta bertukar duduk dengan Giorge agar bisa lebih dekat ke Andrea.     

Kini Nyonya Cambion diapit 2 klien yang kelihatan lebih tertarik dengannya ketimbang brosur dan file yang ia bawa.     

"Kami akan beli apapun yang kalian tawarkan asalkan Nona ini datang ke pesta kami akhir pekan nanti." Begitu ucap salah satu klien.     

Andrea terkejut. "Eh? Pesta?" Ia tatap orang itu yang menatap dia seolah ingin menelanjangi. Ia risih sebenarnya, tapi ini sedang tugas. Dan sudah resikonya menghadapi klien macam apapun.     

"Benar, pesta kepindahan kami di Jepang. Kami tadinya di London." Satu klien lainnya menyahut sambil sentuh tangan Andrea. "Kau harus datang meramaikan." .     

Andrea dilema harus menarik tangannya atau membiarkan? Apakah orang India agresif begini? Atau mereka begitu ramah pada siapapun? "Errr... pesta, yah?" Ia menimbang. Apakah memang diperlukan kedatangannya?     

"Mungkin nanti kami akan datang, setelah anda melepaskan tangan Nona Andrea." Giorge memotong kesunyian sambil tatap tajam klien yang menyentuh tangan Andrea.     

Klien itu bergerak patuh seperti ucapan Giorge. Andrea yakin pria Vampir itu menggunakan hipnotisnya agar Tuan India patuh tanpa tersinggung.     

Begitu tangannya terbebas, Andrea lekas turunkan tangan ke pangkuannya, daripada ada insiden pemegangan selanjutnya.     

Makan siang dilakukan dengan kikuk oleh Andrea. Ia sibuk memikirkan pesta tadi. Itu karena dia belum pernah menghadiri pesta apapun. Benarkah harus datang?     

Ketiga klien setuju membeli apartemen mahal yang ditawarkan Andrea. Mereka setuju tanpa ragu, tanpa berfikir lagi. Mungkin pesona Andrea turut andil dalam kesuksesan ini.     

Pulang dari restoran, Giorge terdiam, gelisah. Berkali-kali tampak serius menatap jalanan dan mengusap bibir menggunakan ibu jari dengan sikap gusar.     

"Lu kenapa, sih?" tanya Andrea, tak tahan dengan keheningan aneh.     

Giorge menoleh ke Andrea. "Kuharap kau tidak perlu datang ke pesta itu." Demi apapun, Giorge tak suka perlakuan ketiga klien tadi pada Andrea. Mereka terang-terangan menunjukkan ketertarikan fisik pada rekannya itu. Sebenarnya bisa saja Giorge menghipnotis ketiganya, namun kemampuan spesial itu sangat membutuhkan energi besar.     

Oleh karena itu, Giorge hanya melakukannya di saat urgen dan penting saja. Ia harus 'makan' besar setelah melakukan hipnotis. Namun, ia sudah mengurangi nafsu membunuh manusia. Kini ia lebih banyak memburu hewan liar di gunung ketimbang manusia.     

Di kantor, Tanaka-san memanggil Andrea. Ia sangat gembira Andrea berhasil gemilang menjual tiga apartemen berjenis kondominium siang ini tanpa susah payah. "Kita akan datang ke pesta mereka akhir pekan, Andrea. Kalau kau ada pasangan, ajak saja."     

Andrea mengernyit. "Kita, Pak? Siapa saja?"     

"Kau, aku, Handa-san, dan Giorge. Ah, beberapa Direktur juga akan ikut." Tanaka-san menjelaskan.     

Nyonya Cambion gerakkan bola matanya gelisah. Ternyata hanya dirinya, staff yang ikut dalam pesta. Tapi tentunya itu masuk akal karena dia yang membuat tiga klien itu setuju membeli properti perusahaan.     

Giorge diam saja sampai jam pulang pun tetap diam. Andrea bingung juga. Biasanya Tuan Vampir selalu saja mengganggunya dengan pembicaraan tak faedah. Tapi kali ini hening dari pria tersebut.     

"Bodo, ah! EGP, lah!" Lalu dia berpamitan dengan semua orang.     

"Andrea, besok kau mulai syuting. Pakai baju yang menarik. Kalau tidak, perusahaan yang akan menyediakan outfitnya." Handa-san mengingatkan Andrea mengenai jadwal besok.     

Beberapa staff berbisik-bisik. Andrea, staff yang baru beberapa bulan bekerja, sudah sering mendapat pujian dan perlakuan istimewa dari para atasannya.     

Bahkan tuan bule KW.     

Sesampai di rumah, Andrea rebah sebentar di sofa sebelum naik ke kamarnya. "Besok gue mulai syuting, beb."     

Shelly mendekati sahabatnya bersama Jovano yang berontak di gendongan. Bocah itu langsung berlari menyongsong sang ibu begitu Shelly menurunkannya.     

"Mama..." Jovano menubruk Andrea yang terkekeh senang.     

"Syuting untuk acara perusahaan kamu itu, kan?" Shelly duduk menyebelahi Andrea yang mengangguk.     

"Bos bilang besok gue musti dandan menarik atau pakai outfit dari sono." Andrea menaruh anaknya di pangkuan. Lalu menciumi pipi harum Jovano.     

"Humm..." Shelly ketuk-ketuk dagunya menggunakan telunjuk layaknya orang berfikir. "Semoga baju yang aku belikan kemarin ada yang sesuai untuk syutingmu."     

Andrea pun minta ijin naik untuk mandi sebelum makan malam.     

"Ingat, Ndre, jangan ketiduran lagi di bathtub." Shelly mengingatkan. Andrea acungkan ibu jari mewakili jawaban 'oke'.     

Di kamar mandi, ia tak menyadari ada sosok misterius yang sempat membuatnya penasaran. Seperti biasa, sosok itu ada di dekat jendela kamar mandi Andrea, mengamati sang Cambion mandi.     

Makhluk mesum.     

Kali ini Andrea hanya memakai shower saja. Ia ingin lekas turun untuk makan malam dan bercanda dengan anaknya.     

Saat busa sampo memenuhi kepalanya hingga ia harus menutup mata ketika membilas, tiba-tiba ia merasakan ada tangan yang mengelus payudara padatnya.     

"Hah?!" Ia lekas buka mata meski harus pedih karena busa sampo masuk ke mata. Menatap sekeliling kamar mandi, tak menemukan siapapun.     

Lantas, ia mempercepat mandinya meski heran apa barusan yang menyentuh dadanya. Apakah hanya perasaan dia?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.