Devil's Fruit (21+)

Memakan Atau Dimakan



Memakan Atau Dimakan

0Fruit 443: Memakan Atau Dimakan     

Giorge bukannya tak tau. Ia membiarkan saja. Toh ia tau, orang yang mengawasinya tidak membahayakan Andrea.     

"Nanti sore maukah kita renang? Kau, aku dan Jovano?" tawar Giorge sesudah makan, meski masih bersantai duduk di restoran tersebut.      

Jovano terlihat gembira. Berenang. Sudah lama sekali dia tidak diajak main di kolam renang. Ia tatap penuh harap ke sang Ibu.     

"Sorry to say. Gak bisa. Gue musti dateng ke acara makan malam atas suruhan Big Boss." Andrea aduk asal saja kentang goreng yang sudah mulai layu ke saos sambal.     

Giorge terdiam sejenak. Ia sudah dengar kabar Andrea akan diajak ke perjamuan menemui klien penting atas rekomendasi bos besar mereka. "Oke. Mungkin Minggu saja, bagaimana?"     

Jovano lagi-lagi tatap penuh harap ke ibunya. Andrea menangkap sinyal sang anak.     

"Nanti gue pikirkan dulu. Kalo waktu dan situasi mendukung, oke." Andrea tak mau memberikan janji surga, makanya ia menjawab begitu.     

Mereka berpisah usai Andrea belanja kebutuhan dan kali ini ia tidak membolehkan belanja mainan dengan alasan belum ada sebulan semenjak beli mainan yang terakhir kali.     

Jovano lambaikan tangan mungilnya secara bersemangat ke Giorge yang sudah ada di dalam mobilnya sendiri. Keduanya saling melambai penuh akrab. Andrea acuh tak acuh, jalankan mobil ke rumah.     

Nanti malam ia harus pergi ke jamuan penting bersama Bos Besar. Ia sudah melupakan kejadian pesta malam sebelumnya. Tak ingin berlarut sedih dan syok.     

Ia ingin fokus mencari uang sendiri tanpa perlu mengandalkan ayahnya.     

Malam tiba, dan seperti biasa, Shelly yang mendandani semua dari atas sampai bawah. Andrea sangat bersyukur memiliki sahabat hebat seperti Shelly.     

"Nah, udah sip!" Shelly menatap 'hasil karyanya'. Ia mengamati penampilan Andrea. Terusan merah sepanjang betis yang ujungnya bergaya ala mermaid, lengan panjang berbahan tunik renda, berleher V agak rendah, dengan hiasan obi hitam dari satin.     

Rambut Andrea dibiarkan tergerai diikal sedikit agar terkesan segar. Riasan pun hanya bedak dasar, bedak biasa dan lipstik merah agar terlihat dewasa meski Andrea belum menginjak 20 tahun.     

Shelly bulatkan dua jari seakan berkata "oke" ke Andrea. "Sempurna. Terlihat elegan, tidak genit, dan dewasa."     

Andrea pun melangkah penuh percaya diri. Ia lebih suka gaun yang tidak vulgar begini ketimbang gaun saat pesta kemarin. Ia berpikir, mungkin gara-gara gaun yang dulu ia diserang tiga India sialan itu.     

Kini ia merasa aman dan anggun penuh martabat. Ia kemudikan mobil menuju ke Hotel Mizu.     

Sampai di sana, ia serahkan mobil ke juru parkir, lalu ia melangkah ke resepsionis minta tau ruangan perjamuan untuknya. Ia diantar oleh room boy ke ruangan tersebut.     

Ternyata sebuah restoran tertutup. Private room. Sudah ada dua pria paruh baya yang sedang berbincang asik. Begitu Andrea masuk, keduanya terhenti untuk menatap Andrea dari atas sampai bawah.     

Andrea mengenali satu pria adalah Bosnya. Ia lekas tundukkan punggung atas keterlambatan. Dua pria itu tak ambil pusing dan menyuruh Andrea lekas duduk.     

Mereka mulai memesan makanan dan setelah hidangan disajikan, pembicaraan mulai lancar menyenangkan.     

Teman Bos terus menanyai Andrea. Tentang anak, tentang hidupnya sebagai single parent, meski tidak bisa dikatakan seperti itu pula. Namun Andrea malas memberikan keterangan keberadaan sang suami. Untuk apa ia menjabarkan di mana Dante sekarang? Yang ada ia justru akan dipandang aneh atau malah ditertawakan.     

Andrea menjawab sesopan mungkin. Ia lebih banyak tersenyum simpul menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Pun mengenai properti jualan dia. Semua dia jawab tanpa cela.     

Tiba-tiba...     

Sreett!     

Kanzaki-san, teman si Bos, menarik Andrea secara tak terduga hingga Andrea jadi terjatuh ke pangkuan pria itu saat ia disuruh menuangkan teh sebagai ramah tamah.     

"Ka-Kanzaki-sama!" seru Andrea terkaget dirinya sudah dalam dekapan pria yang terkekeh-kekeh sembari merabai tubuh sang Cambion. Andrea berusaha melepaskan diri. Apa daya, Kanzaki mempererat dekapannya, tidak mengijinkan Andrea bisa menyingkirkan dari pangkuan.     

Andrea terus menghalau tangan Kanzaki yang merayap kurang ajar menjamahi dada Andrea. Malah tangan itu menelusup masuk melalui garis leher V gaun merah tersebut.     

"Woahh... kau harum dan kenyal sekali. Wihihi... tak sia-sia aku datang ke sini. Kau benar-benar seksi! Menggiurkan!" puji Kanzaki, yang justru membuat Andrea bergidik.     

Pekikan Andrea diselingi tatapan ke Bos besar, berharap sang Bos membela karyawannya. "Ja-jangan! Ergh!" Tangan Andrea sibuk menghalau tangan beringas pria yang kukuh memangkunya dan sedang meremas-remas kasar payudara Andrea. "Goro-sama! Tasukete! Tolong saya!" seru Andrea, tertahan karena tak mau membuat keributan.     

Goro mendesah berat lalu bangkit dari tempat duduknya. "Baiklah, baiklah."     

Andrea hendak bernafas lega ketika ia mendelik saat Goro, si Bos, malah menarik ke bawah gaun atasnya, sehingga kini dua payudara Andrea terbebas tanpa penghalang apapun.     

"Argh! Jangan!" pekik Andrea lirih. Ia tak menyangka lagi-lagi dirinya terperangkap insiden yang sama seperti yang sudah-sudah. Ia merintih tertahan ketika dua payudaranya diremas kasar oleh Goro, kemudian mulut beringas si Bos sudah berkutat di putingnya. Andrea tak berkutik karena ia terhimpit dua pria yang tenaganya lebih besar dari dia.     

"Jangan apa? Heh?! Bukankah kau sudah biasa begini dengan banyak pria?" Goro menjeda lomotannya di puting Andrea.     

"Maksud Anda?!" Andrea menatap bingung, tak mengerti arah ucapan bosnya.     

Goro menyeringai, berlalu sebentar dari tubuh Andrea untuk mengambil sesuatu dari dalam tas. Kemudian benda itu dihempas di atas meja.     

Andrea mendelik, lalu bergidik. Tampak beberapa gambar sebuah cover video porno dengan wajahnya ada di sana. Ia menggeleng. "Itu... aku tidak..."     

Goro membuka resleting celana dan keluarkan benda yang sudah tegang mengacung. "Kau tidak apa, heh?! Mau menyangkal itu bukan kau? Memangnya kau tak mengenali mukamu sendiri, heh?!"     

Andrea menggeleng. Itu memang wajahnya tapi dia berani bersumpah dia sama sekali tidak pernah berpose sevulgar demikian  apalagi membintangi film khusus dewasa.     

Apakah ada orang mengedit wajah Andrea ditempel ke cover film porno? Duh, jahatnya!     

Belum usai Andrea menerka-nerka bagaimana wajahnya bisa ada di cover JAV, tiba-tiba mulutnya sudah dijejali penis Goro. "Mmph!" Andrea kaget. Namun, Goro cengkeram kuat pipi Andrea agar penis itu tidak dikeluarkan lidah Andrea.     

"Kau berani gigit, kupatahkan lehermu!" ancam Goro seraya membentak.     

Andrea ingin menangis. Ia pasrah membiarkan mulutnya dijadikan pelampiasan penis Goro.     

Dua pria gaek brengsek ini sungguh menjebak Andrea dengan kedok perjamuan untuk bisnis. Andrea menyesal tidak lagi membawa gelang pemberian ayahnya.     

Tok! Tok! Tok!     

Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Goro dan Kanzaki segera hentikan aksi bejat mereka. "Siapa?!" gusar Goro.     

"Saya Giorge, hanya mengingatkan agar Anda berdua tidak berkelakuan menjijikkan di dalam karena saya bisa laporkan perbuatan Anda berdua pada Andrea atas pasal pelecehan."     

Mata Goro dan Kanzaki seketika melotot. "Apa katamu?! Melaporkan kami?!" Goro berujar garang.     

Brakk!     

Pintu menjublak lebar. Pelakunya tentu saja Giorge. Ia dapat saksikan Andrea dipegangi payudaranya dari belakang oleh Kanzaki, sedangkan penis Goro masih menyumpal mulut si Cambion. Air mata Andrea terlihat sudah luruh ke pipi.     

Giorge menahan murka. Geraham sudah saling berkerat ganas. Namun, ia terus menyabarkan perasaan.     

Goro dan Kanzaki segera melepaskan Andrea begitu mendengar langkah beberapa orang ke arah ruangan private tersebut. Rupanya para pegawai hotel yang kaget mendengar bunyi benda ditendang.     

Andrea lekas didorong menjauh dari keduanya. Ia terisak lirih. Giorge menangkap tubuh limbung Andrea dan memeluknya sehingga para pegawai hotel tak bisa melihat dada telanjang Andrea.     

"Perbuatan Anda berdua sungguh rendah." Giorge tatap tajam dua pria gaek yang mulai kikuk.     

"Kami tidak memaksa dia! Toh dia bintang porno! Apa salahnya kami mengajak dia bersenang-senang sedikit dengannya?" Goro beralasan. Ia tak mau jatuh wibawa di hadapan banyak orang.     

Giorge picingkan mata, menatap jengah ke Goro. "Mana bisa Andrea seorang bintang porno?" Ia tatap muak kepada dua pria tua di depannya. "Misalkan dia benar artis porno, dia harus dibayar dulu untuk berakting, bukan sukarela. Dasar tua bangka menjijikkan!"     

"Apa kau mau merasakan penjara, heh?!" Kanzaki kini ikut bersuara. "Dia artis porno. Dan Goro-san sudah membayar banyak uang ke rekeningnya. Iya kan Goro-san?"     

Goro mengangguk.     

Giorge melirik ke Andrea yang masih benamkan wajah di dadanya. "Benarkah, Rea?"     

Andrea menggeleng. "Goro-sama mengatakan uang itu sebagai upah kalau aku mau menemani Kanzaki-sama makan malam. Hanya makan malam." Ia menjawab sembari terisak lirih.     

"Apakah persoalan ini perlu sampai ke meja hijau, gentlemen?" Tiba-tiba terdengar suara pria lain yang masuk ke ruangan setelah melewati para karyawan hotel yang berkerumun di depan pintu.     

Dua pria brengsek seketika pucat saat melihat siapa yang datang. Mereka mengenal pria itu. Sedangkan Andrea melotot lebar begitu ia melirik untuk tau siapa pria yang baru datang.     

"Otou-san?!" Andrea tanpa sadar malah memanggil pria gagah yang muncul itu dengan sebutan ayah dalam bahasa Jepang.     

"Z-Zado-san!"     

Hampir berbarengan mereka menyebut sang Raja Iblis yang datang.     

"Jadi... Miss Andrea... anakmu, Zado-san?"     

"Zado?" Andrea tatap heran. Ayahnya dipanggil Zado? Apa pula ini? Kenapa dua gaek itu mengenal ayahnya? Andrea butuh jawaban.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.