Devil's Fruit (21+)

Keluarga yang Bahagia



Keluarga yang Bahagia

1Fruit 442: Keluarga yang Bahagia     

Andrea baru saja mandi malam sepulang dari pesta terkutuk itu. Meski Shelly tidak menganjurkan mandi malam, namun Andrea ngotot dengan alasan ia ingin tubuhnya 'bersih'.      

Agaknya sang sahabat mengerti dan membiarkan.     

Setelah Cambion itu memakai piyama tidur, ia meringkuk di kasur. Jovano sudah lelap di boksnya.     

Shelly rebah di sebelah Andrea. "Ndre..." bisiknya lirih. Namun, ia hanya memanggil saja tanpa tau harus mengucap apa setelahnya.     

Andrea balikkan badan sebelum tadinya memunggungi Shelly. Ia masuk ke pelukan sahabatnya. Ingin menangis tapi tak bisa.     

"Gue pengen Dante, beb. Gue butuh dia. Gue..." Ia terhenti, tak berhasil menemukan lagi kata-kata yang tepat untuk diungkap.     

Shelly mengangguk dengan matanya, paham perasaan sang sahabat. Ia pun pasti akan terguncang jika di posisi Andrea dan pastinya akan sangat membutuhkan Kenzo agar batinnya tenang.     

Maka wanita muda itu pun memeluk lebih erat sahabatnya sebagai bentuk kasih sayang dan mengerti. "Maaf, yah, tadi aku gak di sana untuk lindungi kamu."     

Andrea mengangguk kecil dalam pelukan Shelly. Ia terus meringkuk hingga lelap dan tak lama Shelly bangkit keluar kamar.     

Paginya, Andrea bangun agak kesiangan. Shelly membiarkan saja. Toh ini hari libur kantor.     

"Pagi, Andrea," sapa Shelly begitu sahabatnya muncul di ruang tengah, lalu menuju ke minibar.     

"Yo, beb. Pagi." Suara serak khas bangun tidur menyahuti Shelly. Rambut masih acak-acakan dengan wajah belum sepenuhnya segar.     

"Aku udah bikinin susu coklat hangat sukaan kamu. Nih." Shelly angsurkan benda yang dia sebut ke hadapan Andrea.     

Dari arah depan, terdengar suara Kenzo dan Jovano yang masuk rumah. Pasti keduanya baru saja jalan-jalan pagi keliling kompleks seperti biasanya jika Jovano bangun terlebih dahulu ketimbang ibunya.     

Begitu melihat Andrea di minibar, Kenzo diam saja. Ia tidak menyinggung soal tuan vampir. Shelly melarang dengan maksud agar Andrea tenang dulu baru ditanya soal itu.     

Jovano sudah melendot manja pada sang ibu yang menyesap coklat hangat buatan Shelly. Sesekali sang anak juga ikut menyesap susu tersebut.     

"Nanti jalan-jalan lagi sama Mama, yah sayank?" Andrea menanya ke anaknya. Lebih tepatnya, menawarkan atau mengajak.     

Jovano bertepuk tangan senang mendengar ibunya kembali mengajak dia bersenang-senang nantinya. "Mau! Mau!" ucap bocah itu riang.     

Siangnya, setelah ibu dan anak mandi, berdua mereka menggunakan mobil Andrea menuju ke sebuah Mall. Kali ini beda tempat dengan sebelumnya.     

Sudah tak diherankan lagi, Andrea selalu saja menarik perhatian siapapun yang melihat. Bahkan meski ia menggandeng bocah cilik, orang-orang tetap saja mengira itu hanya adiknya, karena dandanan Andrea yang sangat trendi bagai remaja.     

Dia memang suka penampilan santai kasual ala remaja. Apalagi dia tadinya tomboi, maka kaos dan celana jins adalah sesuatu yang bagaikan ciri khasnya.     

Seperti biasa, Andrea membiarkan anaknya puas main dulu di arena bermain khusus anak usia balita.     

Ia putar bola matanya ketika tau siapa yang tiba-tiba datang duduk di sisinya. "Heran, lu selalu aja bisa nemuin gue."     

Giorge tersenyum simpul. Ia tak menyahut langsung. Justru asik pandangi Andrea.     

Ditatap tanpa jeda membuat Andrea jengah. Ia dorong tubuh Giorge seolah mengusir. "Sono gih pergi daripada gue hangus kebakar gegara tatapan elu."     

Barulah terdengar dengusan geli dari sang pria. "Kau pikir aku anggota X-men?"     

Andrea senyum simpul tanpa membalas tatapan tuan di sebelahnya. "Ya kali elu side job-nya jadi X-men."     

Pria itu tergelak sebentar lalu keduanya sama terdiam. Kali ini Giorge alihkan pandangan ke anak Andrea yang sedang asik main perosotan bersama seorang anak lain yang lebih besar.     

"Sankyuu, yah!" Akhirnya Andrea memecah hening di antara mereka. Ia menggunakan bahasa prokem anak muda Jepang untuk mengucapkan terima kasih. Biasanya ditulis 39 yang dibaca san dan kyuu, sehingga bila digabung mirip seperti orang mengucapkan thank you.     

Giorge mengangguk santai sembari senyum tertoreh di wajah. "Justru aku ingin marah karena terlambat menolongmu."     

Andrea tertular bersenyum. Ia menepuk lengan Giorge dengan punggung tangan sambil lalu. "Setidaknya lu udah bantuin gue keluar dari sono tanpa gue musti malu karena baju gue berantakan."     

"Sudah sepantasnya itu yang dilakukan seorang gentleman," tutur Giorge berikan sahutan.     

Andrea mendengus geli. "Pftt! Iya, deh, yang gentleman. Akur, dah!"     

Giorge tidak memprotes olok-olokan dari sang Cambion. "Lain kali aku akan lebih ketat menjagaimu."     

"Hoi, hoi..." Sekali lagi Andrea menepuk lengan pria itu sembari melengak. "Apaan? Lu kan bukan siapa-siapa gue."     

"Kalau begitu, jadikan aku siapa-siapamu."     

Andrea menggeleng jengah. "Lagi-lagi ngebahas gitu. Males, ah! Ntar mood gue berantakan, berabe loh!" ancamnya sedikit.     

Giorge terbahak singkat. "Iya, iya, maaf Rea. Aku tidak bahas itu dulu... sekarang." Ia mainkan matanya, menatap Andrea.     

"Dih!" Andrea menyerah. Pria satu ini sungguh keras kepala. Meski terkadang patuh jika Andrea sudah mengungguli keras kepalanya.     

Giorge bangkit dari duduknya, masuk ke arena bermain dan hampiri Jovano. "Halo, jagoan. Mau kutemani main?"     

Jovano sumringah, ingat pria itu yang pernah membelikan banyak mainan kemarin dulu. "Om!" panggilnya seraya tersenyum lebar.     

Tak lama, keduanya asik bermain di dalam arena diawasi Andrea yang duduk di luar arena.     

Beberapa babysitter dan ibu muda tampak takjub melihat pria setampan Giorge sedang asik dengan anak kecil. Tak sedikit yang menatap iri, mengira Andrea dan Giorge adalah sepasang suami istri sedang mengajak main anaknya.     

"Keluarga yang bahagia, ne!" tutur seorang ibu di sebelah Andrea.     

Cambion itu pun menoleh. "Haik?" Lalu ia pun gagap sendiri. "Ke-keluarga bahagia. Ahahaa... sepertinya begitu."     

Ibu itu malah terperanjat. "Eh? Apakah itu bukan anakmu? Ah~ gomennasai... aku terlalu lancang mengucap." Ia ber-ojigi, menunduk hormat selagi duduk sebagai permintaan maaf ke Andrea.     

Andrea jadi tak enak hati. Ia goyang-goyang tangan di depan tubuh. "A-ah, iie! Daijoubu desu! Itu... itu memang anakku. Cuma, pria itu temanku, bukan suamiku," jelas Andrea agar tidak ada salah mengerti lagi.     

"Ho~ sou desu ne. Ternyata begitu. Kupikir kalian suami istri, karena kalian sangat cocok. Gomennasai. Honto ni gomennasai." Ibu itu sibuk minta maaf dan ditanggapi sopan oleh Andrea.     

Begitulah kebiasaan orang Jepang, jika mereka salah walau sedikit, mereka lekas mengucap maaf, apalagi jika salah mengira sesuatu hal.     

Setelah Jovano puas main, ia dipanggil duduk di pundak Giorge, keluar dari arena hampiri Andrea. Kemudian, ketiganya melangkah ke sebuah restoran keluarga terdekat di situ usai berpamitan dengan ibu tadi.     

1

Jovano makin akrab dengan Giorge. Pria vampir itu pandai mengajak bicara si bocah. Jovano tampak nyaman dengan pria beda ras itu.     

Tak dinyana, di suatu sudut, ada sepasang mata mengawasi ketiganya. Tatapannya tajam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.