Devil's Fruit (21+)

Rival Keras Kepala



Rival Keras Kepala

0Fruit 430: Rival Keras Kepala     

=[[ Andrea POV ]]=     

"Honey apaan?!" Gue udah emosi aja ampe gaplok lengan dia, gak perduli dia lagi nyetir. "Gak mau!"     

"How about Andy?" Dia coba nego kayaknya.     

"Andy? Andy Lau kalee!" Muka udah gue setel mode boring.     

"Erm... Andre?"     

"Ya, sekalian kasi Taulani di belakangnya biar gue ngetop jadi pelawak."     

"What? Taulani?" Kampret ngelirik gue bentar.     

"Halah! Forget aja, forget! Gak penting barusan. Sama kayak elu, gak penting." Lidah gue makin tajam. Semoga mister kampret kagak sedot abis darah gue gegara emosi ama lidah sambalado gue.     

Gue ini ya kayak gini kalo udah kagak suka ma seseorang. Gak bakalan gue sosoan jaim bermanis-manis ama orang yang gak bikin gue nyaman.     

Semua temen gue tau kok tabiat keren gue ini. Makanya yang tahan cuma Shelly ama Danang. Haha!     

Shelly, karena dia bisa jadi seorang masokis. Etapi gue kagak pernah sambelin bebeb, kok! Tanya aja sendiri ama orangnya.     

Danang, yah karena dia juga sama sambaladonya ama gue. Jadi udah saling paham, kagak tersinggung lagi.     

Dante? Kayaknya dia cuma karena bucin aja, sih! Entah bucin beneran ato bucin karena demen bodi gue yang sering dia tindih, dia grepe-grepe seenaknya.     

SHIT!  Gue jadi baper inget lakik gue!     

"Andrea?"     

Gue pura-pura budek aja.     

"Andrea, apa ada sesuatu yang kau pikirkan?"     

Gue masih cuek.     

"Andrea, say something. Is there something wrong?"     

"Cerewet, ahh!" bentak gue, terganggu. Orang lagi asoi bayangin lakik sendiri, malah dianya ngoceh melulu.     

"Kau suka musik?"     

"Kagak."     

"Tapi aku suka. Kuputarkan musik enak, yah." Si kampret pun tekan tombol play di player mobil dia.     

Setan, kalo niat lu emang pengen dengerin musik, ngapain sosoan nanya gue segala? Dasar kampret!     

Gak lama musik mulai lamat-lamat ketangkap kuping gue. Jenis pop melankolis. Ato slow pop? Eh, kayaknya slowrock. Ah, bodo! Meneketehe! Emangnya gue perduli?!     

Gue milih liatin jalanan di samping jendela gue aja lah daripada makin kesel ma nih kampret masokis.     

=[[ Author POV ]]=     

"Boleh tanya?"     

"Terserah."     

"Sudah berapa tahun menikah?"     

Andrea tak menyangka akan diberi pertanyaan personal begitu. "Dua tahun lebih dikit."     

"Tanya lagi, yah."     

"Terserah."     

"Sekarang suamimu di mana?"     

Kali ini Andrea ragu menjawab. Apakah perlu kampret ini tau seluk beluk tentang Dante?     

"Kok diam?"     

"No komen."     

"Loh, tadi katanya terserah?"     

"Iya, terserah gue mo jawab apa kagak, lah! Lu bawel amat jadi cowok!"     

Giorge terkekeh kecil. Sepertinya dia memang masokis. "Jangan-jangan kau ditinggal pergi, ya?"     

"Kagak!" Andrea melotot gahar ke Giorge. "Enak aja lu fitnah lakik gue!"     

"Oke, oke, maaf kalau bukan begitu kenyataannya." Giorge berikan senyum terbaiknya. Sayangnya Andrea masih cemberut, tak terima. "Aku sudah minta maaf, Rea."     

"Rea?" Wanita itu mengernyit.     

"Ya, Rea. Sudah kuputuskan memanggilmu Rea. Belum ada yang memanggil Rea ke kamu, kan? Termasuk suamimu?"     

"Dan kuputuskan menolak karena jelek."     

"Bagus, kok."     

"Jelek!"     

"Humm... aku tak perduli. Tandanya memang belum ada yang memanggilmu Rea. Bagus!"     

"Ngeyel?!"     

"Rea, aku cuma ingin beda. Misalkan aku memanggilmu dari jauh, kau akan langsung tau itu aku." Giorge gigih pertahankan opininya.     

"Penting gitu gue tau elu manggil gue?!" Andrea tampakkan wajah remeh.     

"Tentu penting. Ingat-ingat itu, yah!" Giorge kembali senyum. Lalu dia mulai fokus ke jalanan yang sepi.  "Andai aku berkendara dengan kekasihku, aku akan tepikan mobil dan cumbu kekasihku sampai puas."     

Andrea naikkan satu ujung bibirnya, mendecih remeh. "Dih! Mesum," oloknya.     

"Bukan mesum. Tapi bukti rasa sayang." Giorge menoleh sebentar ke Andrea. "Aku suka mencium pacarku, karena itu bentuk rasa sayangku padanya."     

"Ada berapa pacarmu?"     

"Waahh~ ternyata kau sangat ingin tau mengenai itu!" Giorge tergelak singkat.     

"Gak jadi! Lupain." Andrea jadi malu sendiri. Ia merutuki lidahnya yang seenak dengkul menanya hal tak penting barusan. Benar-benar sangat tak penting.     

"Hahaha, kenapa tak jadi? Aku hanya saking senangnya kau bertanya begitu."     

"Udah! Anggap aja gue lagi ngigau!" Andrea salah tingkah. Hatinya sibuk memaki Tuan Vampir.     

"Eh, tapi aku suka igauanmu. Sungguh! Igauanmu... seksi."     

"Apaan sih lo? Tambah gaje banget, deh!" Andrea makin gelisah. Memangnya dia pernah mengigau apa ketika bersama Giorge? Ia bertanya-tanya benarkah kemarin dia tidur lelap di mobil Giorge?     

"Oh, kita sebentar lagi sampai." Giorge melongok ke depan. "Sepertinya sesudah belokan itu."     

Andrea bersikap cuek. "Auk, dah! Kan elu yang ngajakin gue. Jangan nanya ke gue, yak!" Ia melipat dua tangan di depan dada.     

"Apa AC terlalu dingin?"     

"Kagak!"     

"Oh, kupikir karena kau kedinginan. Blazermu tipis dan... rokmu sangat pendek."     

"Shut up, jerkass. Ini bukan kemauan gue. Perusahaan yang nyuruh dandan macem girlband gini." Andrea alihkan pandangan ke jendela lagi.     

"Oh, tapi kau sangat pantas pakai setelan seperti itu."     

Giorge membelokkan mobil dan benar saja, nampak plang nama Lianshe Group, perusahaan yang mereka cari.     

Mobil masuk ke area parkir tamu, lalu Giorge berjalan bersisian dengan Andrea masuk ke gedung utama. Kepada resepsionis, mereka minta bertemu dengan Tuan Chu, pemilik Lianshe.     

"Beliau sedang main golf. Apakah kalian sudah membuat janji terlebih dulu?" tanya resepsionis.     

Andrea mengerang. Ia paling malas kalau dalam situasi begini. Jauh-jauh datang ternyata tak bisa bertemu.     

"Ah, bisa minta tau lapangan golf mana, Nona? Kami akan menyusul Beliau ke sana sekarang juga." Giorge mengambil inisiatif.     

"Tapi, Pak, Tuan Chu tak suka diganggu bisnis kalau sedang main golf." Nona resepsionis menolak halus memberikan alamat lapangan golf langganan bosnya.     

Giorge mendekat maju ke resepsionis. "Liat mata saya, Nona," ujarnya dengan nada dalam. "Saya dan rekan saya akan temui Tuan Chu. Lekas katakan pada kami di mana alamatnya."     

Nona itu tampak seperti orang terhipnotis. Ia menganggap linglung dan menulis sesuatu di kertas notes, lalu berikan ke Giorge.     

"Thanks, sweetie." Giorge mengecup kertas tadi dan mengajak Andrea berlalu dari sana.     

"Lu hipnotis dia?" tanya Andrea sembari mereka jalan ke mobil.     

Giorge angkat bahu, bersikap tak tahu menahu. "Entah. Aku cuma minta saja dan dia berikan. Kau lihat sendiri, kan Rea?"     

Tapi Andrea yakin tadi Giorge seperti orang sedang menghipnotis korbannya. Apalagi meminta resepsionis itu menatap matanya.     

"Jangan panggil gue Rea." Andrea buka pintu mobil, nyaris berbarengan dengan Giorge.     

"Tapi aku suka. Rea, nama yang indah. Terasa kuat."     

Andrea putar bola mata. Sepertinya dia menemukan rival dalam hal keras kepala.     

Mobil segera diluncurkan ke alamat yang diberikan.     

Keduanya segera turun dari mobil dan mencari keberadaan Tuan Chu. Begitu menemukan, Giorge maju cepat ke Beliau, sampai-sampai Andrea musti setengah berlari mengejar.     

"Siapa kalian?" Tuan Chu heran ada orang asing memasuki areal golfnya. Dia sendirian saja tanpa patner main, hanya ditemani dua Caddy.     

"Saya Giorge, dan ini rekan saya, Andrea. Kami dari Golden House Group." Giorge cepat memperkenalkan diri. Dua pria itu saling berjabat tangan.     

Tuan Chu nampak bingung. "Kupikir kalian akan datang lusa."     

"Tidak, Tuan. Mungkin sekretaris Tuan salah menulis skedul." Giorge mencari alasan.     

"Tapi aku sedang main golf. Datang saja lusa di kantorku. Awas, kau menghalangi jalurku." Ia bersiap memukulkan tongkat mahalnya ke bola kecil di rumput.     

Tepp!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.