Devil's Fruit (21+)

Kedatangan Tetua Vampir



Kedatangan Tetua Vampir

0Fruit 421: Kedatangan Tetua Vampir     

Kenzo membuang jantung itu penuh rasa jijik. Kini Vaux benar-benar tak bernyawa. Matanya melotot dalam matinya disebabkan jantung dicerabut paksa.     

Rasanya puas, meski tetap saja itu tak membuat anaknya bisa kembali utuh. Dan tak mungkin dia membawa pulang sang anak dalam wujud mengenaskan begitu atau Shelly bisa histeris dan trauma selamanya.     

"Sudah selesai?" Ternyata Pangeran Djanh sudah ada di sana. Dia bertindak sebagai penonton sedari tadi.     

Kenzo tau tapi tak mau tau. Dia hanya butuh melampiaskan dendamnya pada Vaux. Semisalkan tadi Pangeran Djanh berusaha menghalangi, dia rela bertarung dengan Pangeran Djanh agar ambisi membunuh Vaux tercapai.     

"Sudah." Kenzo mengambil mayat anaknya yang sudah tak berbentuk utuh. Ia berniat akan menguburkan sang anak di hutan ini saja.     

"Cepatlah sedikit, Panglima, karena aku mencium bau banyak Vampir kemari."     

Kenzo kernyitkan dahi. "Vampir? Apa mereka belum habis?"     

Pangeran Djanh menggeleng. "Ini bukan jenis yang kita basmi tadi. Ini... Vampir-vampir tua."     

Rupanya sebelum mati, Vaux sempat mengirimkan telepati pada beberapa Tetua Vampir.     

Kenzo pun bergerak cepat menguburkan anaknya di tanah lapang, lalu bergegas kembali ke pondok rumah Andrea.     

Sayangnya, sebelum ia dan Kenzo berhasil keluar dari hutan, mereka sudah dikepung Vampir yang dimaksud Pangeran Djanh.     

Wajah para Vampir itu memang tampak dingin serta serius, berpakaian jubah menutup seluruh tubuh ditambah tudung lebar di kepala. Meski begitu, Kenzo tak gentar.     

"Wah, ada apakah gerangan para Tetua Kerajaan Vampir datang kemari?" Pangeran Djanh berusaha ramah dan tenang. Ia tak boleh gegabah agar tidak merusak perjanjian antar ras yang telah dibuat pendahulunya.     

Salah satu Vampir perempuan yang terlihat muda maju. "Aku yakin Iblis bukan makhluk tolol."     

"Xiena, kendalikan mulutmu." Seorang Tetua yang berjenggot putih—mengingatkan akan sosok Greory, salah satu Tetua di Heaven—menahan perempuan Vampir tadi. Apakah semua Tetua wujudnya tak jauh berbeda?     

"Tuan Iblis, sepertinya Anda melanggar perjanjian leluhur kita." Kini Tetua lain yang terlihat lebih muda maju, berbicara. Mukanya terlihat ramah meski jangan tertipu pada senyumnya. Ia berpakaian ala bangsawan Eropa.     

"Oh ya?" Pangeran Djanh naikkan alis. "Benarkah demikian?"     

"Tuan, kami mohon jangan bertele-tele dengan kami. Buktinya sudah ada." Vampir tadi menunjuk ke kobaran api hitam yang sedang melahap tubuh Vaux.     

Kenzo sudah akan bicara, namun Pangeran Djanh menahan. "Bagaimana kalau kukatakan, dia terbakar atas ulahnya sendiri?"     

"Apakah kau mengajak kami berdebat, Iblis?!" Tetua lainnya maju. Geramannya sudah terdengar.     

"Apakah kalian akan memulainya tanpa kami?" Tiba-tiba dari arah lain datang King Zardakh. Dia tak sendiri. Ada juga King Huvr—ayah Djanh, dan juga ada Myren serta Panglima perang dari pihak King Huvr.     

Andrea menunggu di teras depan, sekuat tenaga menahan rasa mual karena bau daging busuk gosong dari mayat para Vampir yang memenuhi ruang tengah, depan hingga halaman.     

Dia sudah menyingkirkan mayat-mayat tadi setengahnya, dan saat ini sedang kelelahan. Sambil menunggu kedatangan Kenzo dan Pangeran Djanh. Bertanya-tanya kenapa lama sekali.     

Apakah ada insiden tak terduga? Tidak! Andrea tak mau memikirkan hal buruk. Itu sama saja seperti sugesti. Tidak boleh! Ia harus memenuhi otaknya dengan prasangka baik saja.     

"Kenzo pulang bareng Djanh dan membawa bayinya. Kenzo pulang bareng Djanh dan bawa bayinya. Kenzo pulang bar—" Andrea tak sempat menyelesaikan kalimat sugestinya karena sudah melihat serombongan orang berjalan cepat menuju ke rumahnya.     

"Kenzo? Loh, Zardakh? Mo ngapa—eh, itu mereka siapa aja?" Andrea hanya mengenali Kenzo, Pangeran Djanh, Myren, dan King Zardakh saja.     

Ia berlari menyongsong Kenzo. Lalu memeluk kakak tirinya, Myren.     

"Kau tidak terluka?" tanya Myren sambil usap-usap kepala Andrea. Sang adik menggeleng.     

"Mereka siapa aja?" Andrea menanya ke kakaknya.     

"Itu ayahnya Pangeran Djanh dan Panglimanya. Dan yang pakai jubah lebar itu... Tetua Vampir." jawab Myren.     

Andrea seketika lepaskan pelukannya. "Tetua Vampir?" Matanya seketika berkobar marah. "Anak buah kalian beneran bajingan! Membantai seluruh penduduk sini! Bahkan dia membawa kabur bayi sahabatku yang baru lahir!"     

Myren memegangi Andrea. "Mereka sudah tau. Mereka ke sini hanya ingin melihat buktinya."     

Dada Andrea naik turun. Dikiranya dia membual, apa?! "Silahkan liat sendiri pake mata kalian yang super awas itu, ciumi sekalian bau-bau busuk mayat yang kepanggang noh!" Ia menuding ke lautan mayat.     

"Kami bisa melihatnya, Nona."     

"Nyonya!" tegas Andrea. "Aku sudah menikah!"     

"Oh, maaf. Nyonya."     

Andrea mendengus, lalu menoleh ke Kenzo. "Zo, mana bayi kalian?"     

Kenzo palingkan pandangan. Andrea curiga. Ia terus ikuti pandangan pengawalnya yang seakan menghindari tatapannya.     

"Zo, mana? Shelly udah ribut nanyain dari tadi." Andrea tatap Kenzo penuh pandangan menyelidik. "Jangan bilang..."     

"Hamba temui dulu istri Hamba, Tuan Puteri." Kenzo pun berlalu ke kamar Shelly. Tak lama, terdengar raung pilu Shelly dari dalam. Pasti Kenzo sudah menyampaikan kabar duka mengenai anak mereka.     

Menit berikutnya, Revka keluar, ikut bergabung dengan suaminya sesudah memberi salam pada ayah mertuanya.     

"Baiklah. Ini kita anggap semua impas dan tak terjadi apa-apa, King Zardakh dan King Huvr." Tetua yang mirip dengan Greory berbicara pada ayah Andrea dan juga ayah Djanh.     

"Tentu saja. Kuharap ras kalian tidak secuilpun mengganggu anakku dan teman-temannya. Kau tak ingin perjanjian itu rusak, bukan?" King Zardakh berujar tegas ke Tetua tadi.     

"Tentu saya tak inginkan itu rusak, King."     

"Dan juga jangan ganggu anak serta menantu dan cucu-cucuku setelah ini." King Huvr ikut bicara. Nadanya begitu berwibawa. Tetua Vampir mengangguk segan pada kedua Raja Iblis Incubus.     

Andrea mendengar itu. Ia mendengus tak percaya. "Hanya begini saja?" Ia menatap para Tetua Vampir bergantian. Kemudian berpaling ke ayahnya. "Oi, bapak somplak, ini cuma gini aja? Gak liat apa itu ratusan nyawa penduduk sini pada jadi korban kebiadaban golongan mereka!" Tangan itu menuding ke para Tetua.     

King Zardakh hela nafas. "Tidak bisa dikembalikan, bukan?"     

"Mereka nyawa, you know! Look! Gak cuma penduduk lokal, bahkan ada para pecinta alam dan juga Sheriff jadi korbannya! Itu Sheriff yang kami panggil kemari sebelum ini untuk menyelidiki kasus penculikan misterius. Ternyata Sheriff-nya sendiri juga jadi korban! BAH!" Rasanya Andrea ingin mencabik-cabik pelakunya. "Mana Vampir bangsat itu? MANA?!"     

"Sudah dicabik-cabik Kenzo, sweetie..." jawab Pangeran Djanh.     

Andrea menoleh ke Pangeran Djanh dan tersenyum. "Bagus. Bangsat seperti dia memang tak pantas utuh!"     

"Hei, jaga mulutmu, Nyonya." Tetua perempuan bersuara ke Andrea.     

"Heh! Gue bakalan jaga mulut kalo temen elo bisa jaga kelakuan!" Andrea tak mau kalah. Lalu dia melihat sosok yang ia kenal di antara para Tetua. "Eh! Gue tau elu! Iya, elu! Yang di belakang sono! Maju sini lo!" Ia memanggil Giorge.     

Alhasil, dari teriakan Andrea, semua orang pun menoleh ke sosok yang ditunjuk oleh sang Cambion.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.