Devil's Fruit (21+)

Don't!



Don't!

0Fruit 419: Don't!     

Pangeran Djanh dan Kenzo terus saja disibukkan menghalau sekaligus membunuh dengan membakar menggunakan kekuatan Iblis mereka.     

Revka menjaga di depan kamar Andrea dan kamar Shelly. Ia harus bolak-balik dari kamar Andrea, lalu ke kamar Shelly karena letaknya yang agak berjauhan.     

Ketika dia sedang fokus menghalau yang akan masuk ke kamar Jovano, Andrea terpaksa kibaskan tangan kuat-kuat bila ada Vampir yang masuk ke kamar Shelly. Biasanya Revka akan melemparkan bola api ke Vampir yang sudah dilempar Andrea.     

Saat Revka sedang intens menghalau yang akan masuk ke kamar Shelly, dia tak menyadari ada satu Vampir yang berhasil menyelinap masuk ke kamar Jovano.     

Vampir itu bertatapan muka dengan Jovano yang berdiri di boksnya. Dalam hitungan detik, si Vampir maju menerjang Jovano.     

"Erghh! Ndree!" Shelly terus mengerang keras.     

"Ayo, beb! Terus dorong, beb! Ngejan lebih kuat!" Andrea terus mengumandangkan semangat agar Shelly kuat mengeluarkan bayinya. "Gue di sini, beb! Ayo, beb! Berjuang untuk anakmu, untuk Kenzo juga!"     

Shelly terus mengejan kuat meski sudah mulai lemas. Tubuhnya basah kuyup karena keringat. Ia setengah tegakkan punggung agar bisa lebih kuat mengejan.     

"Herrghh! Arrghh! Heerghh!" Shelly tak mau menyerah. Ini adalah perjuangannya. Harus bisa!     

Setelah lengkingan panjang dari Shelly disertai wajah merah padam penuh peluh, maka kepala bayi pun muncul keluar. Andrea berteriak girang. "Dikit lagi, beb! Ayo ngejan sekali lagi biar bodinya keluar!"     

Sementara itu, Pangeran Djanh sempat melihat ada Vampir masuk ke kamar Jovano. Ia melesat cepat masuk ke sana, berharap belum terlambat.     

"Ahak!"     

Pangeran Djanh kaget menyaksikan gelak dari Jovano yang terlihat girang seolah baru saja bermain asik. Di dekat boks sudah ada Vampir yang terbakar hangus, terpuruk di lantai. Pangeran Incubus itu membelalak tak percaya. Jovano kah yang membakar Vampir itu?     

"Gyahak!" Bocah 2 tahun itu kembali tergelak lucu. Wajah polos tanpa dosa milik Jovano sungguh kontras dengan vampir yang tergeletak mengenaskan di lantai kamar.     

Akhirnya Pangeran Djanh yakin memang benar itu ulah anak Andrea. "Ahh~ kau anak nakal, yah! Hahah! Pintar." Pangeran Djanh menggendong Jovano. Rasanya lebih aman jika bocah itu ia bawa sambil melempari bola api ke para Vampir. "Ayo, bocah nakal. Kuajarkan kau bagaimana cara membuat Vampir panggang." Pangeran Djanh kembali ke ruangan depan sembari menggendong Jovano menggunakan satu tangan.     

Kenzo sampai heran kenapa Pangeran Djanh melakukan itu, tapi dia tak mau berpikir lama-lama. Melenyapkan Vampir lebih utama. Yang penting Jovano aman sekarang, tidak sendirian di kamar.     

"AAARGGHH!" terdengar lengkingan keras dari Shelly. Andrea segera membungkus bayi merah itu dengan handuk seadanya. Ia tak mungkin menyiapkan handuk hangat.     

Di luar, Vaux yang sudah selesai mengubah semua penduduk menjadi Vampir monster mendadak tersenyum lebar. "Bau darah sangat enak!"     

Sementara, di luar makin banyak Vampir anyar berdatangan, tanda bahwa penduduk yang tadi masih hidup sudah diubah menjadi Vampir. "Beb, kamu di sini aja, yah!" Ia menyerahkan bayi itu ke Shelly yang masih lemas. "Gue musti bantu yang lain."     

Shelly mengangguk lemah sambil menerima bayinya yang terbungkus handuk. Sangat cantik meski berkelamin laki-laki. Ia tersenyum bahagia. Perjuangan dan segenap rasa sakit terbayarkan dengan hadirnya si bayi. Rupanya begini perasaan ibu melahirkan. Andrea pasti sudah pernah merasakan.     

"Enaknya aku kasi nama kamu apa, yah?" Shelly menelisik wajah bayinya menggunakan telunjuk secara lembut, bersiap untuk menyusui.     

"Bagaimana kalau aku saja yang memberi nama?" Tiba-tiba di dekat jendela sudah ada Vaux, sedangkan jendela sudah sepenuhnya terbuka.     

Shelly terperanjat hebat. Wajahnya memucat seketika melihat mata merah menyala Vaux dengan taring muncul siap dihujamkan.     

"Ndre—mmph!"     

"Ssshh... jangan bilang siapa-siapa kalau aku di sini, manis..." Vaux sudah membekap mulut Shelly dengan satu tangan, sedangkan tangan lain merampas bayi dalam dekapan Shelly.     

Shelly menggeleng-gelengkan kepalanya, jantungnya berdebar bergemuruh tak karuan sambil matanya melirik ketakutan ke Vaux yang menyeringai, sengaja memperlihatkan taringnya.     

Bahkan, Shelly hanya bisa terisak lirih ketika Vaux memajukan wajah dan mengeluskan pipinya ke pipi Shelly. Ia tak berdaya sambil menggendong sang bayi baru lahir yang masih merah dan rapuh.     

Shelly terus berdoa memohon dalam hati agar Vaux tidak melakukan hal mengerikan pada dirinya, dan pada sang bayi pula.     

"Kau tau... baumu sangat wangi." Vaux berceloteh dengan suara merdu namun itu mirip suara malaikat kematian bagi Shelly. Wanita muda itu sudah berlelehan air mata pada pipinya, jelas ketakutan setengah mati. "Hei, jangan menangis. Aku tidak melakukan apa-apa padamu, kan manis?" Tangan lain Vaux mengelus pipi basah Shelly.     

Shelly terisak tertahan dengan mulut masih dibekap satu tangan Vaux. Mata basahnya memohon pada Vaux agar melepaskan dirinya.     

Vaux terkikik lirih meledek rasa takut Shelly. Ia menyibak bagian bawah baju Shelly yang berlumuran darah. Segera paha yang berhiaskan darah melahirkan Shelly terpampang. Tangan Vaux menjangkau mengusap pangkal paha Shelly.     

Ibu muda itu tambah ketakutan, keringat dingin terus mengucur dari segala sudut tubuhnya. Apalagi ketika Vaux dengan sintingnya menjilati jari bekas mengusap darah di pangkal paha Shelly.     

Vampir berkulit hitam itu terkekeh senang. "Benar-benar darah yang nikmat, kau harus bangga akan itu, manisku." Ia mengecup pipi basah Shelly disela-sela isak tangis lirih Shelly.     

Lalu, semua bagai mimpi, terjadi begitu cepat tanpa bisa dihentikan.     

Sreett!     

Shelly membelalakkan mata basahnya ketika menyaksikan anaknya direnggut paksa dari gendongannya dan dibawa keluar dari jendela oleh Vaux. Kejadian itu terlalu cepat sehingga Shelly tak sempat mencegah atau mempertahankan sang bayi. "KEENN!" teriaknya sekuat mungkin.     

Kenzo mendengar jeritan istrinya langsung merasakan firasat buruk. Ia meninggalkan ruang tengah untuk masuk ke kamar istrinya. Di kamar, Shelly sudah menangis meraung. "Vampirnya! Vampirnya!"     

"Ada apa, sayank?!" Kenzo kebingungan. Ia menatap gelisah pada sang istri yang terus menangis meraung.     

"Anak kita, Keenn! Uhuhuhu!" Shelly susah payah menggapai tubuh suaminya yang kini berwajah pias. "Vampir itu... uhuhuhuu... Ken!"     

Hati Kenzo mencelos dan ia pun sadar akan ketidakberadaan anaknya di dekapan Shelly. Ia lekas melihat ke jendela yang terbuka melompong.     

Secepat yang dia mampu, Kenzo pun terbang cepat mengejar Vaux, si vampir hitam yang telah menculik dan membawa pergi sang bayi merah miliknya. Ia takkan memaafkan vampir hitam itu andaikan sampai terjadi yang tidak diharapkan pada sang anak.      

Bagi Kenzo, Vaux sudah keterlaluan. Vampir bajingan itu telah merusak perjanjian sakral antara kaum Iblis da Vampir. Perjanjian yang sudah disepakati leluhur mereka masing-masing.     

Meski anak Kenzo tidak sepenuhnya berdarah Iblis, namun Vaux sudah berani melewati batas dengan mengirim pasukan vampir ciptaan dia ke rumah Andrea untuk mengganggu dan hendak menyakiti Andrea dan mereka semua.     

Itu tidak bisa ditoleransi lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.