Devil's Fruit (21+)

Malachite Stone



Malachite Stone

0Fruit 411: Malachite Stone     

"HAH?!" Andrea melotot lebar. Apa dia salah dengar? Barusan ayahnya mengatakan apa? Komunikasi ke Dante? Secepat kilat dia ke kamarnya setelah menyerahkan Jovano ke Kenzo, karena tak tega membiarkan Shelly yang hamil besar menggendong Jovano yang hampir 2 tahun.     

Kenzo dan Shelly yang ikut mendengar percakapan mereka pun saling berpandangan.     

Andrea kembali ke hadapan King Zardakh yang duduk santai di ruang tengah.     

Brakk!     

Meja digebrak keras oleh Andrea sambil tubuh dicondongkan ke ayahnya. "Lu tu, ya! Napa baru sekarang bilang soal ini gelang?!" Tangan kanannya sudah mengacungkan sebuah gelang kulit berhias batu mulia Malachite berwarna hijau.     

King Zardakh berusaha santai menanggapi anaknya yang kesal. Padahal Shelly dan Kenzo sudah berdebar-debar takut terjadi perdebatan sengit. "Pandai-pandailah bersyukur, Nak. Untung saja aku beritahu sekarang, bukan empat tahun lagi." Ia mengembalikan kata-kata Andrea.     

Wanita Cambion itu terkatup mulutnya, gerahamnya sudah saling beradu saking kesalnya pada sang ayah. "Jangan harap bisa liat cucu elu kalo lu ngasih taunya empat tahun lagi, Pa-du-ka." Suaranya dalam karena menahan emosi dengan penekanan pada bagian Paduka.     

King Zardakh terkekeh menang. "Sudah, jangan emosi terus, nanti keriputmu bertambah, bisa kaget Dante kalau pulang lihat kau keriputan." Ia masih bisa menggoda anaknya. Sebelum Andrea membalas, King Zardakh melanjutkan, "Mau kuberitahu cara komunikasi dengan suamimu?"     

Andrea tutup matanya, tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan perlahan agar emosinya turun. Punya bapak Iblis itu memang menyebalkan! Ia tatap King Zardakh tajam begitu matanya dibuka.     

King Zardakh angkat alis, santai. Keduanya terdiam. Sedangkan Shelly dan Kenzo di sudut ruangan hanya bisa menunggu. "Ingin tau, tidak?"     

"BURUAN NGOMONG, SOMPRET!" teriak Andrea saking kesalnya.     

Ayahnya malah tergelak lepas. Mungkin senang melihat anaknya kesal. Entah apakah Andrea harus bersyukur punya ayah seperti King Zardakh yang takkan menampar jika diteriaki, atau hanya sebuah kesialan saja memiliki ayah seperti itu?     

King Zardakh mengambil gelang di tangan Andrea. "Ini namanya batu Malachite. Kegunaannya... melindungimu dari hawa negative, bisa merasakan bahaya, menahan nafsu. Intinya, ini batu penjaga dan pelindung."     

"Gak butuh tau! Pokoknya buruan ngomong gimana gue bisa kontakan ama Dante!" seru Andrea.     

"Aiihh... yang tak sabar ingin ngobrol dengan yayanknya. Fufufuu..." goda King Zardakh tak ada habisnya.     

"Oke, fix abis ini Jovano gak boleh lagi dibawa elu," ancam Andrea dengan wajah super pahit nan datar.     

"Hei, heiii... jangan begitu." Ayahnya mendadak goyah.     

"Makanya buruan ngomong, Bambang!" seru Andrea seraya tangannya mengepal gemas. Ini adalah sebuah terobosan baru yang sangat luar biasa! Dia akan bisa berkomunikasi dengan suaminya! Akhirnya!     

King Zardakh senyum sembari ambil nafas. "Tunggu sebentar."     

Andrea terdiam dan mundur, menunggu ayahnya entah akan berbuat apa. Dua tangan dilipat di depan dada dengan sikap tak sabar. Sangat kesal, kenapa baru sekarang sang ayah memberitahu mengenai gelang yang bisa membuatnya berkomunikasi dengan sang suami yang dirindu.     

King Zardakh terdiam memejamkan mata sembari masih menggenggam gelang itu. Rupanya dia sedang melakukan telepati dengan sang menantu yang amat jauh di atas. Dua menit dalam hening, akhirnya King Zardakh membuka matanya. Ia menyerahkan kembali gelang itu ke Andrea.     

"Pakailah, Nak."     

Andrea sambar gelang tersebut dan memakainya di tangan kiri. Batu Malachite menghadap ke atas. Kemudian ia tatap ayahnya seolah ingin diberi instruksi selanjutnya.     

"Usap batunya, dan panggil suamimu."     

Jadi... semudah itu?     

Tanpa menunggu menit berlalu, Andrea segera laksanakan seperti kata ayahnya. Mengusap sambil memanggil Dante.     

"Dan? Dante?" panggilnya di depan batu.     

Tiba-tiba batu itu bercahaya singkat dan muncul proyeksi di atas batu tersebut. Wajah tampan Dante segera terlihat dalam proyeksi hologram.     

"Dante!" pekik Andrea disertai wajah sumringah penuh bahagia.     

"Andrea!" Yang di seberang juga memekik senang.     

Keduanya saling berseru girang.     

"Ternyata kita bisa ngobrol!" Andrea begitu gembira menatap suaminya bagai Dante ada sungguhan di depan mata.     

"Iya, sayank. Aku juga tak percaya ternyata bisa begini. Ayahmu baru saja beritau aku melalui telepati untuk memakai gelang yang dia beri sebelum aku dibawa ke Nirwana."     

"Yeaahh..." Wajah Andrea mendadak kesal. Matanya diputar. "Bapak sialan itu emang kancut sangat baru kasi tau sekarang."     

"Hei," interupsi King Zardakh. "Pandai-pandailah bersyukur..." sindir King seraya senyum meledek.     

"Bersyukur punya bapak kayak elu?" Andrea menoleh ke King Zardakh. "Dih! Gak ada gurih-gurihnya." Ia pun melenggang menjauh dari King Zardakh, menghampiri Jovano dalam gendongan Kenzo.     

"Itu Jovano?" tanya Dante di proyeksi hologram.     

"Bukan. Ini sapi berwajah unyu," sahut Andrea santai. "Tentu aja itu Jovano, pe'ak!"     

"Yah, maaf sayank. Aku sudah lama tak melihat anak kita." Dante terdengar sedih.     

Andrea terdiam. Benar juga. Sudah berapa belas bulan Dante terakhir melihat Jovano? Astaga! Semenjak perang terakhir dengan Nirwana! Itu bisa dikatakan lama. Mendadak Andrea merasa bersalah membentak Dante barusan. Tapi untuk minta maaf rasanya kelu dan kaku.     

Ibu muda itu pun mengambil Jovano dari Kenzo dan membawa ke kamarnya sendiri, meninggalkan semua orang di ruang tengah.     

"Tsk! Kalau sudah begitu saja, kita semua dilupakan." King Zardakh mendecih.     

"Tolong dimaklumi, King," ucap Shelly lirih karena masih saja merasa takut pada King Zardakh. Mungkin karena status Raja Iblis atau wibawa King Zardakh? "Andrea sudah lama merindukan suaminya."     

"Iya, iya, aku tau itu." King Zardakh benarkan duduknya. "Berikan aku makanan kecil. Aku belum ingin pulang."     

Shelly bergegas ke dapur, mengambil beberapa makanan ringan dan kue dari lemari es untuk dihidangkan ke King Zardakh. Sementara, Kenzo sudah bersimpuh di dekat King Zardakh.     

King Zardakh mendecih lagi. "Tsk, tak perlu begitu, Kenz. Duduk saja di kursi sepertiku. Ini sedang tidak di istanaku, jadi kau bebas duduk sejajar denganku."     

Kenzo mengangguk hormat dan duduk di sofa dekat junjungannya, kemudian Shelly datang membawa cemilan dan minuman segar.     

"Istrimu belum juga melahirkan, Kenz?" tanya King Zardakh sembari mengunyah rotinya.     

"Belum, Paduka. Ini memang agak terlambat."     

"Jangan kuatir. Tetap optimis saja semua akan baik-baik."     

"Ya, Paduka. Terima kasih atas perhatian Paduka."     

Sedangkan di kamar Andrea, ibu muda itu asik berbincang dengan suaminya sambil memperlihatkan proyeksi wajah Dante ke Jovano.     

"Say hi to Daddy, Jovano sayank." Dante gemas ingin memeluk anaknya.     

"Dih! Jangan Daddy! Gak pantes! Babeh aja, hahaha!" Andrea malah menggoda suaminya.     

"Duh, sayank... kalau dekat, sudah aku lumat kau."     

"Bhuuu~ gue mo dimakan? Pfftt!"     

"Iya, di-ma-kan enak, biar kamu bisa keluar banyak."     

"Apa, sih Dante, isshh! Ada anak di bawah umur, tauk!" Andrea lekas tutupi telinga anaknya yang menatap bingung ke sang ibu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.