Devil's Fruit (21+)

Enjoy The (New) Life



Enjoy The (New) Life

0Fruit 410: Enjoy The (New) Life     

Sudah setengah tahun semenjak Andrea tinggal di sebuah daerah terpencil di sebuah kaki gunung bersama Shelly dan Kenzo. Sebuah rumah cukup besar namun sederhana dibangun beserta peternakan berbagai hewan.     

Dikarenakan kemampuan Andrea menijinakkan hewan, ia pun memutuskan menjadi dokter hewan dadakan di daerah tersebut. Penduduk di sana hanya berjumlah 41 kepala keluarga saja, meski banyak yang memiliki peternakan seperti Andrea.     

Karena pekerjaan Andrea sebagai Dokter Hewan, maka King Zardakh—ayah Andrea membelikan berbagai peralatan penunjang kerja anaknya, meski Andrea sudah berulang kali menolak. Namun, atas bujukan Shelly, wanita Cambion itu pun luluh dengan alasan ini semua demi masyarakat di situ yang membutuhkan jasanya.     

Sisi positif sebagai Cambion, terlebih jenis yang special, Andrea dikaruniai otak sangat cerdas, mampu memahami apapun dengan sekali lihat saja. Makanya dia hanya berbekal video dan bacaan online mengenai penanganan hewan, maka dia bisa menjadi Dokter Hewan yang kompeten meski tak memiliki riwayat ilmu akademis di bidang kedokteran.     

"Ken, cepat siapkan ruang operasi. Anjing Tuan Trupet tidak juga bisa mengejan." Andrea memberi perintah ke Kenzo.     

"Oke." Sang Panglima Incubus segera saja menyiapkan meja operasi yang ada di ruang klinik.     

"Shel, siapkan handuk hangat dan gunting steril serta alkohol." Kini ganti Shelly yang diberi perintah.     

"Roger." Shelly bergerak ke dapur menyiapkan handuk hangat dan mensterilkan gunting. Perutnya sudah membuncit. Ia harusnya sudah melahirkan bulan lalu, namun masih saja belum ada tanda-tandanya. Druana bilang, mungkin bulan ini.     

Jika dulu Andrea dikandungan hanya kurang dari setengah tahun, itu karena Andrea spesial. Darah King Zardakh serta kemampuan supranatural Nivria—ibunya, membuat kelahiran Andrea jauh lebih cepat ketimbang kehamilan silang spesies pada umumnya.     

Benar, Nivria memang memiliki kemampuan supranatural. Dia wanita Indigo.     

Kenzo sudah selesai menyiapkan ruang operasi sederhana di klinik. Dia membopong anjing betina berjenis German Shepherd ke atas meja operasi. "Semua sudah siap, Puteri."     

Andrea menepuk perut sang Panglima. "Udah gue bilang, jangan panggil kayak gitu kalo di sini, woi." Ia berbisik agar Tuan Trupet tidak mendengar.     

"Ah, maaf. Aku lupa." Kenzo mengusap perut yang baru saja ditepuk anak junjungannya.     

Andrea lekas memakai jubah operasi. Ia sudah mencuci tangan, dan memakai sarung tangan lateks, serta masker mulut. Shelly membantu mengikatkan tali jubah operasi di bagian punggung. "Ayo."     

Ia masuk ke kamar operasi, meminta Tuan Trupet keluar, dan menatap ke anjing malang itu. "Oh, lihat... kau anjing malang yang susah mengejan, yah? Ini kehamilan pertamamu, dear?" Andrea mengajak bicara sang anjing yang dijawab dengkingan lirih anjing tersebut.     

"Ken, bius dia sekarang."     

"Baiklah."     

Hanya butuh satu menit bagi cairan anestesi untuk membuat si anjing kehilangan kesadaran.     

"Jangan lupa keluarkan lidahnya, dan tutupi matanya dengan handuk hangat." Andrea sibuk member instruksi ke Kenzo.     

"Oke." Kenzo jalankan apa yang disuruh.     

Kini Andrea menoleh ke Shelly. "Kamu yakin pengin di sini, beb? Biasanya keluar saking gak kuatnya."     

"Eh iya." Shelly tersadar dan bergerak ke pintu.     

"Beb, siapkan handuk hangat lebih banyak, yah. Ntar gue panggil kamu kalo handuknya dibutuhin."     

"Iya, Ndre. Good luck kalian berdua. Selamatkan ibu dan anak-anaknya, yah." Shelly berikan senyum sebelum dia menghilang di balik pintu.     

Akhirnya Andrea bekerja bersama Kenzo untuk mengeluarkan anak-anak anjing di perut Messy, anjing yang sedang dihadapi Andrea.     

Sayatan sudah dilakukan. Andrea agak kesulitan membuka selaput rahim. "Ken, arahkan lampu lebih ke kiri. Aduh, Messy... apakah anak-anakmu sedang mengajakku main petak umpet, hum?"     

Begitu Kenzo arahkan sorotan lampu ke spot yang diminta Andrea, ibu muda itu pun mendesah lega. "Nah itu dia, sekarang gue bisa menemukan kalian, anak-anak nakal." Dua tangan Andrea segera mengambil satu anak anjing yang segera diterima Kenzo untuk ditangani.     

Kenzo bergegas membuang selaput di tubuh anak anjing itu dan membungkus dengan sebuah handuk kecil hangat sebelum menggosok-gosok pelan tubuh anak anjing itu.     

"Ayo, Zo. Buruan. Ini anak kedua dah gue dapat." Andrea menunggu 'Asistennya'.     

"Sebentar, Puteri. Yang ini belum bersuara. Mungkin butuh disedot dulu saluran pernafasannya." Kenzo mengambil pipet kecil khusus.     

"Ya udah buruan. Bisa bahaya kalo kelamaan gini." Andrea mulai tak sabar. Haruskah mengundang Shelly untuk ikut membantu. Tapi gadis itu gampang panik kalau melihat darah atau luka.     

Untunglah anak pertama itu segera bersuara meski pelan. Kenzo lekas taruh di keranjang setelah dibungkus handuk. Kemudian dia menerima anak kedua, dan melakukan hal sama seperti yang pertama tadi.     

Hingga total ada lima anak anjing yang dikeluarkan.     

"Puteri, tiga anak anjing belum bersuara."     

"Hah?!" Andrea kaget. Dia sedang menjahit rahim Messy. "Buruan dong bikin mereka bersuara. Gue lagi jahit, nih."     

"Iya, Puteri. Hamba sedang mengusahakan."     

"Inget, jangan pake kekuatan Iblismu. Ntar malah fatal buat mereka."     

"Iya, Puteri, Hamba mengerti." Kenzo berjuang membuang semua cairan di saluran pernafasan ketiga anak anjing secara bergantian. Menggosok-gosok tubuh mungil mereka dengan handuk hangat.     

Andrea sedang fokus menjahit perut Messy. Rahim sudah selesai dikerjakan. Ia melirik ke Panglimanya. "Gimana? Kok kayaknya belum gue denger suara mereka?"     

"Belum, Puteri. Entah kenapa begini." Kenzo mulai tegang karena ketiga anak itu belum juga membuat suara yang menandakan mereka bisa bernafas secara mandiri.     

"SHELLY!" teriak Andrea. Ia terpaksa memanggil sahabatnya. Toh dia sudah menutup rahim dan ini mulai mengerjakan jahitan di perut.     

Shelly membuka pintu dan memunculkan kepalanya, takut-takut. "A-ada apa, Ndre?" Firasatnya buruk.     

"Bantuin Kenzo. Tiga anak anjing belum bersuara dan belum mulai bernafas."     

Shelly meneguk ludah. Ini yang dia kurang suka akan profesi sahabatnya. Berhubungan dengan darah dan pisau. Namun, dia tak punya pilihan selain membantu suaminya menangani ketiga anak anjing yang masih kritis.     

"Tenang aja. Perutnya lagi gue jahit. Kamu gak usah lirik ke sini, langsung ke lakikmu sana," perintah Andrea tanpa melihat ke sahabatnya. Ia paham Shelly pasti akan menolak kalau masih ada area yang 'terbuka' di pasien Andrea.     

Calon ibu itu pun bergegas menghampiri suaminya dan melakukan pertolongan darurat.     

Beberapa belas detik, Shelly terpekik. "Ahaha... akhirnya."     

"Ya, ya, ya... gue juga dengar dari sini. Suara lucu mulai ada, yak an?" Andrea sudah menyelesaikan tugas jahitnya, dan kemudian menghampiri dua orang di sudut ruangan. "Sini gue bantuin."     

Andrea mengambil satu anak anjing, menggosok lembut tubuh mungil itu dengan handuk, membuang lendir di hidung menggunakan pipet, dan kembali menggosok hingga akhirnya terdengar dengking halus dari hewan kecil yang dia pegang.     

Ketiganya berpandangan dengan tatapan lega. Semuanya selamat.     

"Kalian beneran anak-anak nakal, yah." Andrea mengelus tiga anak anjing tadi yang kini sudah terbungkus handuk. Ia beralih ke Messy yang memunculkan tanda-tanda sadar. "Nah, Nyonya Messy, lu sekarang bisa langsung menyusui anak-anak lu. Tau, gak, tiga anak lu nakal bingit! Bikin gue ama asisten-asisten gue kelimpungan."     

Shelly dan Kenzo membawa kelima anak anjing ke Messy untuk disusui.     

"Akhirnya... kelar!" Andrea melepas bandana yang membungkus rambutnya. Masker sudah dilepas terlebih dulu, berikut sarung tangan.     

Tuan Trupet sangat berterima kasih pada Andrea. Ia langsung bisa membawa pulang anjing-anjingnya hari itu juga.     

"Aaarghh..." Andrea hempaskan pantat di kursi ruang tunggu klinik. Ia menghela nafas lega.     

"Siang-siang gini minum es teller, pasti enak."     

"Tuh, kan~ tuh, kan~" Shelly sudah menjejeri duduk.     

Andrea menoleh ke sobatnya. "Tuh kan apa?"     

"Tuh kangen kuliner negeri sendiri."     

"Ya, lalu?"     

"Tapi diajakin balik ke sana aja enggak mau." Shelly memanyunkan bibir.     

"Aiihh, bebeb." Andrea tegakkan duduknya. "Sekedar kangen kan gakpapa. Toh kalo pengen banget ampe ngebet, bisa nyuruh Kencrut beli di sono." Andrea terkekeh.     

Shelly cubit pinggang sahabatnya. Andrea hanya tergelak.     

"Gue masih betah di sini, beb. Enak, sepi, gak banyak hiruk-pikuk bikin pusing."     

"Iya, iya..." Shelly mengalah. Memang susah menaklukkan keras kepala Andrea. "Mandi, gih. Sebentar lagi ayahmu datang bawa Jovano, kan?"     

"Oh, iya, ini dah harinya, yak?" Andrea pun bangkit dari duduk, bersiap ke kamarnya. Jovano sudah tiga hari ini diajak King Zardakh ke Underworld. Namanya juga kakek ke cucu, lagi senang-senangnya punya cucu baru.     

Menjelang malam, King Zardakh muncul di rumah Andrea bersama Jovano.     

"Aiihh... anak keren Mama udah dateng." Ia segera mengambil Jovano dari gendongan Zardakh. Jovano tersenyum riang melihat ibunya. "Kamu gak diajarin yang sesat-sesat ama simbahmu, kan?"     

"Hei, hei." King Zardakh kerutkan dahi. "Apa maksudnya yang sesat itu, hah?" King Zardakh menggeram pelan di antara jawabnya.     

Tapi, Andrea tidak gentar. Ia hanya pasang senyum diagonal. "Namanya Iblis kan sumber kesesatan. Masa sih gitu aja gak ngerti?"     

King Zardakh sudah ingin emosi atas kelancangan anaknya berucap, namun dia segera surut mengingat Andrea adalah anak tersayangnya, meski ia takkan mengakui secara verbal. "Tak perlu kuatir kalau Jovano di sana. Kami semua sayang dia."     

"Kami?" Andrea mengulang ucapan ayahnya menggunakan nada tanya.     

"Iya, kami—aku, Myren, dan beberapa istriku."     

"Oh iya gue lupa kalo Paduka ini masih punya banyak bini."     

"Andrea, jangan mulai." King Zardakh kembali menggeram. Ia paling kesal jika Andrea mulai menyindir mengenai istri-istrinya.     

"Santai aja, Paduka. Gue ambil sisi positifnya, kok. Berarti gue punya banyak mamak. Jadi, kalo gue butuh duit ato apa, bantuan untuk gue pasti banyak." Andrea mengusap-usapkan ujung hidung ke pipi Jovano yang tergelak senang.     

"Huu,,,..." King Zardakh tau anaknya sedang melakukan sarkas halus. "Andrea, tak bisa kah aku membawa Jovano minimal seminggu?"     

"Gak."     

"Aku ini kakeknya!"     

"Dan gue ini ibunya!"     

Dua anak-bapak itu saling berpandangan tajam. Namun, King Zardakh lebih duluan surut dan mendesah kalah. Andrea sungguh mirip Nivria yang keras kepala.     

"Bitplis, deh Kakek. Tiga hari itu gue udah murah hati banget, tuh! Pandai-pandailah bersyukur agar nikmatmu bertambah nantinya." Andrea masih saja menyindir ayahnya.     

"Sudahlah. Bisa pening kepalaku jika meladeni keras kepalamu." King Zardakh menyerah. Oh ya, apa kau masih menyimpan gelang pendant yang kuberi waktu itu?" King Zardakh mencari topik lainnya.     

Andrea tampak berpikir sejenak, miringkan kepala masih menggendong Jovano. "Gelang? Maksudnya gelang kulit yang tengahnya ada batu warna ijo gede itu?"     

"Ya, itu."     

"Kenapa kalo masih?"     

"Itu bisa sebagai alat komunikasi ke Dante."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.