Devil's Fruit (21+)

Kisah Tentang Nivria (2)



Kisah Tentang Nivria (2)

0Fruit 408: Kisah Tentang Nivria (2)     

Cuaca mendung pun tidak kusadari. Buku sungguh menenggelamkan aku.     

Ketika angin dingin membelai kulitku, barulah aku tau aku sendirian saja di tempat ini, duduk di sebuah batu besar bagai orang kebingungan.     

Astaga, awan hitam sudah menggelayut di langit. Tinggal menghitung menit saja sampai tetesan itu datang.     

Dan jantungku bagai berhenti mendadak ketika sosok itu muncul. Sosok yang kutakuti.     

Iblis dengan aura gelap pekat yang mampu kulihat menguar bebas di sekeliling tubuhnya. Rambut panjang legam menambah kesan gahar disertai tatapan tajam bagai menghujam langsung ke jiwa. Kulitnya mirip kertas ujianku yang putih bersih, dengan lingkar mata menghitam.     

Meski rautnya bisa dikategorikan tampan, namun dia tetap menakutkan dalam level tersendiri.     

Aku refleks saja turun dari baru, bergerak mundur, enggan berurusan dengan makhluk seperti dia. Vampir, siluman, itu masih bisa aku tangani dengan caraku sendiri, namun Iblis? Sungguh sesuatu yang baru dan menakutkan.     

"Kenapa kau selalu saja lari tiap melihatku?" Makhluk kegelapan itu bersuara. Ternyata dia bisa bahasa manusia juga. Ah, bukankah kecerdasan Iblis di atas rata-rata manusia paling cerdas sekalipun? Bagaimana mungkin aku lupa itu! Banyak literatur kuno dan berbau okultisme yang membahas karakteristik Iblis.     

Dan sekarang aku menghadapi secara langsung.     

Aku menggeleng. Tetap mundur selangkah demi selangkah. Mengobrol dengannya bukanlah opsi yang bijak, menurutku.     

Saat aku berbalik badan dan lekas ayunkan kaki, tiba-tiba dia sudah di depanku, menghadang. Ah, aku juga lupa bahwa makhluk seperti dia pun punya kemampuan fisik di atas rata-rata dari segala makhluk. Mungkin hanya Malaikat tandingannya, karena konon sebagian Iblis tercipta dari Malaikat itu sendiri.     

Nafasku memburu. Ini sudah benar-benar melewati ambang amanku. Sebagai Indigo, biasanya aku bisa menguasai diri dan tidak dilemahkan makhluk apapun. Tapi tidak dengan jenis satu ini.     

"Tolong jangan dekati aku, biarkan aku lewat. Tolong. Kumohon." Jurus pamungkas harus keluar juga. Aku mengiba, berusaha perlihatkan wajah memelasku, berharap dia masih punya belas kasihan meski mungkin seujung kuku, semoga saja aku dilepaskan.     

Dia memiringkan kepalanya. Tampak tampan, namun tetap saja berbahaya. "Kenapa aku tak boleh mendekatimu? Kulihat peri hutan bisa bebas menempelimu, ya kan? Kenapa aku tak boleh?"     

"Pokoknya tidak!" Aku terkejut dengan suaraku sendiri. Kenapa aku nekat meneriaki dia? Bahkan sepertinya barusan aku membentaknya. Ya Tuhan, semoga dia tidak marah dan langsung memakanku sehingga jiwaku langsung terbuang ke neraka.     

Alih-alih marah, dia justru terkekeh. Memang apanya yang lucu dari bentakanku tadi? Atau... itu kekehan sebelum serangan mematikan?     

Wuooshh~     

Tepp!     

"Awgh! Lepas! Lepaskan aku!" Benar dugaanku, dia tiba-tiba mendekat dengan kecepatan diluar nalar. Seketika aku sudah didekap. Pinggangku dibelit satu lengannya. Mencoba berontak tak ada salahnya, kan? Tapi kenapa dia makin terkekeh? Apakah kau suka bersenang-senang menyiksa mangsamu sebelum melahapnya, Tuan Iblis?     

Tanpa aku bisa antisipasi, dia dekatkan wajahnya ke wajahku, gerakan dia seolah akan menciumku, sehingga aku lekas palingkan muka. Ternyata dia hanya mengendusi pipiku saja.     

"Baumu enak sekali, manusia." Kurang ajar! Apa aku seperti bau ayam goreng sambal terasi, hah?! "Seorang Indigo memang spesial. Tak diragukan lagi."     

Kesal karena dianggap ayam goreng, aku berontak lebih keras dari sebelumnya. Dia ternyata tidak menahanku. Sehingga kesempatan itu pun kugunakan untuk lari secepat yang aku sanggup.     

Tiba di rumah, langsung naik ke kamarku, bertanya-tanya kenapa Minky tidak juga muncul dari pagi tadi. Biasanya peri manis nan imut itu sudah ribut membangunkan aku bahkan menemani aku di sungai. Tapi hari ini dia tak hadir.     

Mungkin Minky banyak urusan lain. Memangnya aku saja yang harus dia urus? Aku tidak merasa sepenting itu, kok!     

=[[ Zardakh POV ]]=     

Gadis itu. Ya, gadis manusia yang tiba-tiba menarik minatku bagai dia sebuah magnet untukku. Wajahnya memang cantik manis, dan rasanya tak pernah bosan menatap dia.     

Mungkin baginya, aku baru muncul dua kali atau tiga kali ini. Tapi dia salah. Aku sudah mengamatinya sejak berbulan-bulan lalu. Aku saja yang pandai menyamarkan keberadaan aku sehingga dia tak bisa mendeteksi.     

Namun saat dia berlibur panjang di desanya, aku tak tahan untuk muncul di hadapannya. Sayang sekali dia justru ketakutan. Yah, mungkin bagi sebagian manusia, tampangku ini mengerikan, meski sebagian lain menganggap aku amat tampan.     

Sebagai salah satu Raja Iblis Incubus, tentu tak bisa diremehkan penampilanku. Lalu, kenapa dia lari?     

Namun, mendekap dia barusan sungguh menyenangkan. Rasanya ingin mengulang lagi. Bau dia... melebihi candu. Aku mendadak mabuk hanya dari mencium bau dia saja. Aku ingin memilikinya! Harus! Perduli setan apakah dia mau atau tidak! Kau pikir bangsa Iblis dikenal dengan toleransinya? Pfftt!     

Aku tertarik padanya saat tak sengaja berkunjung ke dunia manusia dan lewat di hutan itu, terkejut karena ada kaum fana sedang asik membaca buku di antara lautan bunga hutan. Aku seketika terpana, lalu terpesona.     

Dia cantik sekali. Seakan tak ada yang menandingi kecantikannya. Sejak itu aku berubah menjadi penguntitnya.     

Malam itu, usai dia kulepaskan, ketika dia lelap, aku masuk ke mimpinya, menyetubuhi dia berkali-kali hingga dia bingung karena celana dalamnya basah keesokan hari, dan diam-diam mencucinya. Aku terkekeh saat dia beralasan sedang datang bulan ketika ibunya bertanya kenapa mencuci celana pagi buta.     

Wajah sensual dia ketika kutindih sangat luar biasa. Dia menjelma jadi wanita menggairahkan ketika kami bertemu dalam mimpi.     

Akibatnya, keisenganku tak mau berhenti. Dia benar-benar nikmat. Tiap malam aku menyetubuhi dia di mimpi. Dan keesokan hari jika kami bertemu, dia tergagap kikuk. Tentu saja. Karena dia pasti ingat siapa yang menggauli dia di mimpinya.     

Aku senang dia jadi tersipu bingung. Kadang menyenangkan menggoda dia. Apalagi jika kutanya kenapa pipinya bersemu tiap melihatku. Dia beralasan macam-macam. Dari alasan lari kelelahan, hingga udara dingin dia salahkan sebagai penyebab rona wajahnya.     

Suatu hari, aku mendapati dia tengah diganggu pemuda desa setempat. Aku tau dia tidak pandai bergaul. Dia lebih suka menyendiri di manapun. Tak heran dia tak pernah berkomunikasi dengan lelaki secara kasual.     

Darahku mendidih ketika para pria muda berandalan itu menjamah tubuh dia. Siapapun takkan aku ijinkan menyentuh incaranku! Dia MILIKKU!     

Maka, saat aku kehilangan kendali, tau-tau tiga tubuh sudah roboh bersimbah darah. Gadis itu panik melihat kebrutalanku. Ia lekas bereskan pakaian atasnya, dan cepat lari ke rumah. Aku hanya bisa terbengong menatap tangan besar bercakarku sudah berhiaskan darah ketiga pemuda berandalan tadi.     

Esoknya, terjadi kehebohan di desa itu. Ketiga mayat berandalan yang mengganggu gadisku ditemukan. Bodohnya aku tidak melenyapkan mayat bedebah itu kemarin!     

Celakanya, ada saksi mata yang melihat tiga pemuda tadi mengikuti gadisku masuk ke hutan. Oleh sebab itu, gadisku pun didakwa sebagai pembunuh ketiganya. Banyak orang bahkan menuduh gadisku punya kekuatan setan sehingga bisa membunuh tiga pemuda sekaligus, melobangi dada mereka dan mencerabut jantungnya masing-masing.     

Hei! Itu perbuatan aku! Bukan gadisku!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.