Devil's Fruit (21+)

Undangan untuk King Zardakh



Undangan untuk King Zardakh

0Fruit 402: Undangan untuk King Zardakh     

"Semua makhluk tak ada yang menyukai pengkhianatan, Saudaraku." Greory menimpali.     

"Oleh karena itu, biarkan aku mencincang pengkhianat busuk itu untuk mengganti nyawa saudara-saudara kita!" Roxon masih berapi-api.     

"Tidak begitu caranya, Saudaraku. Tolong sabarkan dirimu." Greory masih berusaha tenangkan rekannya.     

Roxon biasanya Tetua yang banyak diam dan tak pernah perlihatkan amarahnya. Namun, dia paling tak tahan pada pengkhianatan dan memerangi saudara sendiri. Itu fatal di mata dia.     

"Yang disampaikan Tetua Roxon itu benar, wahai putra Mikael. Karena kau bersekutu dengan Iblis untuk memerangi kami." Greory ketuk-ketukkan jemari tangan kanan ke lutut yang ditumpu ke paha kaki satunya.     

Dante terperangah, tak bisa berucap apapun. Ya, ia kini sadar kesalahan fatal itu meski hal tersebut merupakan keputusan yang dia ambil secara sadar demi Andrea.     

"Kau tau, putra Mikhael, hukuman yang pantas untukmu adalah kematian." Tritus menambahkan.     

"Gak! Jangan!" Andrea seketika berdiri. Dante akan diberi vonis mati? Dan itu semua karena dirinya. Demi memperjuangkan dia dan Jovano, Dante bisa dihukum mati. Tak terasa pipi Andrea sudah basah. "Gak boleh ada siapapun yang membunuh suami gue!" Ia tatap tajam ketiga Tetua di hadapannya secara bergantian.     

"Kau, Cambion putri Zardakh! Berani sekali kau berucap arogan di depan kami!" Roxon membentak Andrea.     

Namun, Andrea tak gentar. Sungguh tragis apabila Dante dihukum mati hanya karenanya. Dia pasti akan merana seumur hidup menyesalkan jalan takdir yang ia punyai, seolah ia harus terus kehilangan satu persatu orang yang dia sayang. "Demi Ibu gue yang berjuang untuk gue, gak akan gue biarin kalian seenaknya nyakiti suami gue!"     

"Andrea, stop! Kumohon." Dante menegur istrinya. Kemudian ia menatap sayu wanita tercinta bagai memohon. "Jangan katakan apapun, sayank. Kumohon."     

Suasana tegang seketika memenuhi ruangan. Kenzo dan Myren terlihat bersiaga di kursinya. Sedangkan Pangeran Djanh tampak santai, namun tatapannya fokus ke para Tetua. Ia sudah siap jika keadaan memburuk, ia akan bawa keenam orang masuk ke dimensinya dan akan berjuang agar dimensi tidak ditembus tiga Tetua Nirwana.     

Tapi... bukankah Dante masih belum terbebas dari mantra belenggu? Yeah, kutuklah Voira untuk itu.     

Lagi-lagi, Pangeran Djanh harus berfikir ulang solusi terbaik untuk bisa lekas keluar dari ruangan itu membawa semuanya. Bisakah?     

"Gimana hidup gue kalo kagak ada elu, Dan! Gimana gue sanggup bertahan ama Jovano kalo elu gak ada?! Hiks! Lu pikir jadi gue mudah, apa?! Sakit! Sakit, Dan! Selalu aja kehilangan orang yang gue sayang. Hiks!" Andrea tidak memerdulikan gengsi dan harga diri, hanya berucap apa yang dia rasakan saja.     

Dante terpaksa maju ke Andrea dan rengkuh istrinya ke dalam pelukan, meski di hadapan ketiga Tetua. "Maaf. Maafkan kalau aku malah membuat hidupmu kian rumit. Maaf."     

Andrea luapkan tangisan di dada suaminya.     

"Tetua..." Myren angkat bicara. "Tidak bisakah hukuman untuk Dante diperingan?" Rasanya tak tahan juga mendengar tangis pilu adik tirinya.     

"Maksudmu... asalkan kami tidak membunuh dia?"     

"Ya."     

"Bisa. Dengan hukuman potong kaki dan tangan dia."     

Myren tercekat. Tak menyangka opsi hukuman yang diberikan pihak Nirwana. "Tidak aku duga... kalian bisa sekejam kaum kami, duhai yang katanya ras paling suci dan bersih," sindir Myren.     

"Itu sebagai sarana penyucian semua dosa dia, Nona." Tritus yang memberi sahutan.     

"Sama saja kalian membunuh dia secara perlahan. Dan itu lebih keji!" Revka tak tahan. Dia juga mulai menangis. Membayangkan Dante dihukum mati, ataupun dipotong tangan dan kaki, sungguh tak bisa ia terima.     

"Kalian bebas mengatakan apapun, itu tetap menjadi hukuman dengan dosa seberat yang dilakukan putra Mikhael." Greory masih saja terlihat tenang dan terkendali.     

Andrea lepaskan pelukan suaminya. "Kalo elo-elo pada demen Dante mati, lo juga musti bunuh gue!"     

"Andrea!"     

"Puteri!"     

"Jangan berucap segila itu, Andrea!" Dante kembali tarik tubuh sang istri ke dekapan. "Jangan sentuh istriku untuk alasan apapun. Ini biarlah aku sendiri yang menanggung!" Suaranya bergetar antara takut dan kuatir pada kenekatan istrinya.     

"Daaann..." Andrea masih terisak mendongak, menatap pria Nephilim yang mendekapnya.     

"Sayank, aku akan sangat amat kecewa juga marah kalau kau memilih mati bersamaku. Apakah kau tak kasihan pada anak kita?"     

"Dia bisa diasuh Zardakh atau Shelly. Hiks!"     

"Apa kau lupa rasanya jadi anak yatim-piatu semenjak kecil?"     

Andrea bagai ditampar halus oleh kalimat suaminya.     

"Jangan egois. Kasihan Jovano. Jangan renggut semua orang tuanya. Sayank, kumohon pikirkan anak kita." Dante elus sayang wajah basah sang istri, mengusap air mata yang tidak juga berhenti mengalir.     

"Gimana kalo kita bertiga mati bersama saja? Hiks!"     

"Andrea!" bentak Dante. Kemudian dia tatap tegas manik mata sang istri. "Jangan pernah secuilpun berfikir keji begitu!"     

Andrea nampak frustrasi. "Lalu gue musti gimanaaa biar kagak pisah dari eluuuu?! Uhuhuhuu..." Ia kembali tempelkan wajah ke dada suaminya.     

Dante mengelus lembut helai legam indah istrinya. "Kita akan berjuang."     

Kini Kenzo bangkit berdiri. "Tetua Agung. Mohon ditinjau ulang hukuman untuk Tuan Dante. Jangan sampai keputusan kalian memicu sengketa."     

"Incubus, apakah kau sedang melancarkan sebuah ancaman pada kami?!" Roxon mulai emosi. "Berani sekali kau!"     

Greory sampai harus ulurkan tangan ke Roxon memberi tanda agar rekannya tenang.     

Tritus menyahut, "Kenapa kau berkata demikian, Incubus?"     

Kenzo menunduk hormat. "Hamba tidak bermaksud mengancam. Hamba hanya membawa amanat dari raja hamba, Paduka Zardakh, yang berpesan pada hamba."     

Panglima Incubus terngiang akan amanat junjungannya. "Kenz... sukseskan misi itu dan bawa pulang Dante ke sini agar anakku bahagia."     

"Menilik dari perangai serta karakter ayahku..." Myren ikut berdiri. "Dia orang yang gampang murka apabila ada keinginannya yang tidak tercapai. Dan itu bisa mengakibatkan peperangan kembali seperti sebelumnya." Dia mulai paham akan arah ucapan Kenzo.     

"Hamba juga yakin jika Paduka Zardakh tak melihat misi ini sukses, maka Beliau bisa mengobarkan peperangan ke pihak Nirwana." Pangeran Djanh ikut bicara. Sepertinya dia juga bisa menangkap rencana halus Kenzo untuk memenangkan nyawa Dante.     

"Huumm..." Greory hanya pasif mendengarkan.     

"Anda sekalian sudah melihat sendiri dua peperangan lalu, semuanya dimenangkan pihak Underworld." Myren menyambung kalimat Pangeran Djanh. Rasa-rasanya ketiga Iblis bisa saling tau pikiran satu sama lain. "Dan itu bukan hanya karena kami diuntungkan dari segi medan, namun juga segi personel."     

"Benar, wahai Tetua yang bijaksana..." Pangeran Djanh mulai bisa mengatur kalimat untuk berikan serangan halus secara psikologis ke para Tetua. "Kami, para Iblis dikenal sebagai penghuni jagad paling banyak. Kami memiliki ribuan Raja yang kekuatannya tidak boleh diremehkan."     

"Maka dari itu, Tetua..." Myren menyahut. "Alangkah lebih baik kalau tidak membuat keputusan secara emosional dan gegabah dalam hal ini."     

Pangeran Djanh menyambung. "Jangan sampai terjadi kembali perang, meski... kami menyukainya karena kami bisa mengambil keuntungan dari tubuh Angels yang berhasil kami taklukkan. Dan... bila para Raja Iblis bersatu memerangi Nirwana dan Antediluvian, mereka akan bertindak semau mereka, mengambil segala keuntungan. Tidak lagi karena membela Zardakh."     

"Tetua Agung..." Kenzo mengambil kesempatan bersuara. "Kami hanya ingin menghindari perang. Itu saja. Mohon tinjau ulang dan jangan mempersulit Puteri kami." Sekali lagi dia tundukkan kepala sebagai penghormatan pada para Tetua.     

Suasana hening seketika. Masing-masing pihak tak ada yang bersuara. Pangeran Djanh, Myren, dan Kenzo sudah kembali duduk di sofa. Hanya Andrea dan Dante yang masih berdiri, berpelukan. Andrea belum bisa meredakan tangisnya.     

Greory mencondongkan tubuhnya ke arah Tritus. "Undang King Zardakh kemari."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.