Devil's Fruit (21+)

There They Are



There They Are

0Fruit 417: There They Are     

"Hah?! Vampir!" Andrea tak bisa tutupi keterkejutannya. Harusnya dia sudah bisa menebak siapa gerangan dua pria aneh waktu itu.     

Pantas saja kulit mereka pucat meski si hitam tidak begitu nampak pucat dikarenakan negro. Namun mata merah menyala itu juga identik dengan makhluk penghisap darah yang sudah melegenda.     

"Kau cukup cerdas juga, Iblis. Kukira bangsa Iblis itu bodoh dan terbelakang, hanya mengandalkan kekerasan saja, dan... bermuka buruk." Pria hitam yang ternyata vampire itu terang-terangan memprovokasi Kenzo.     

Kenzo sudah akan menerjang maju ke pria arogan itu, namun Andrea mencegah. "Jangan, Zo. Kalo dia modar, kita gak tau kemana nyari penduduk yang dia culik."     

"Fuhuhu..." Pria hitam itu terkekeh lagi. "Nona penyihir ternyata pintar juga."     

"Lo paham bahasa gue?" tanya Andrea ke pria itu.     

"Tentu saja. Kami ras yang sangat cerdas, melebihi Iblis." Pria itu mengangkat dagu penuh kesombongan. Kenzo menggeram marah. Ia sudah siap menyerang jika tak teringat amaran Puterinya.     

"Kau..." geram Kenzo ke vampir tersebut. "Apa maumu di sini?"     

"Tentu saja cari makan. Apalagi? Kalau kau saja bisa ada di sini, kenapa tidak dengan diriku?" Vampir itu berikan tatapan meremehkan Kenzo.     

Tuan Panglima sungguh-sungguh menahan diri.     

"Ke mana penduduk yang lo culik? Buruan balikin." Andrea berusaha setenang mungkin. Dia percaya ia akan aman-aman saja karena ada Kenzo. Satu yang dia heran, kenapa vampir ini tidak terbakar sinar matahari? Bukankah dilegendanya vampir paling tak tahan dengan matahari?     

Jangan-jangan cerita legenda itu cuma hoax?     

Tuan Vampir hanya senyum mengejek ke Andrea. "Kau ingin mereka kembali?"     

"Tentu aja, pe'ak! Buruan kembaliin! Lalu lu balik sono ke asal elu!" Andrea ikutan geram, tapi dia harus tetap tenang. Sayang sekali dia sudah tak memiliki kekuatannya seperti dulu. Apakah itu boleh disesali?     

"Aku akan kembalikan."     

Andrea senyum lebar. "Janji, loh yah!"     

"Ya, nanti malam akan aku kembalikan mereka." Mata vampir itu berkilat. Senyum yang ditampakkan sangat misterius sekaligus menakutkan.     

"Jangan ingkar ato pengawal gue ini bakal penggal kepala jelek elu."     

Tuan vampir terkekeh santai. "Dia? Iblis itu?"     

Andrea ganti angkat dagunya menunjukkan arogannya juga tak mau kalah dengan si vampire. "Iya, dia pengawal setia gue."     

"Apakah kau Iblis juga, Nona? Tapi baumu..." Vampire itu menghidu sejenak. "Baumu tidak ada unsur Iblis. Biasanya Iblis berbau busuk menyengat. Kau... harum."     

"Kau!" Kenzo sudah bersiap maju.     

Andrea lekas menahan lengannya. "Nanti malam lo harus kembalikan semua penduduk yang lo culik, lalu pergi jauh-jauh jangan kembali ke sini lagi kalo lo pengen selamat."     

"Kau mengancamku, Nona penyihir?"     

"Kagak. Gue lagi baek ngasih pemberitahuan ke elu."     

"Apakah pengawal Iblismu itu tidak tau perjanjian antara Iblis dan Vampir?"     

Andrea mengernyit. "Hah? Perjanjian apaan?!" Dia menoleh ke Kenzo, siapa tau pengawalnya bisa menjelaskan.     

"Perjanjian yang sudah dilaksanakan berabad-abad. Bahwa kami tidak boleh saling serang atau bunuh."     

"Maksudmu?"     

"Iblis dan Vampire tidak diperbolehkan saling bunuh."     

"Emangnya kenapa kalo dilanggar?"     

"Bisa terjadi perang besar seperti dulu, atau... hukuman mati bagi yang memulai pertikaian," jelas Tuan Vampir.     

"Kan elu yang mulai." Andrea tak mau dikalahkan.     

"Aku cuma mencari makan saja, Nona. Aku tidak ingin diganggu Iblis. Dan sebaliknya, aku juga tidak pernah mengganggu ketika para Iblis sedang mencari makan ke manusia. Adil, kan?" Vampir itu tersenyum arogan menjawab Andrea.     

"Aku rela dihukum mati daripada membiarkanmu menyentuh Tuan Puteriku!" teriak Kenzo. Dia memang takkan membunuh Vampir itu sekarang. Mungkin nanti malam saja menunggu makhluk penghisap darah selesai mengembalikan penduduk yang diculik.     

Vampir itu goyang-goyangkan telunjuk di depan wajah. "Kau ini sangat pemarah, Tuan Iblis. Pantas saja wajah kalian banyak yang buruk dan berkerut-kerut jelek."     

"Grrrhh..."     

"Dan... tadi kau memanggil apa ke Nona penyihir? Tuan Puteri?" Vampir itu mulai penasaran.     

"Dia putri Raja Incubus Zardakh, kalau kau ingin tau. Oleh karena itu, kalau kau tak ingin kuganggu, jangan ganggu Tuan Puteri!" balas Kenzo. Harapannya, si Vampir akan berfikir jutaan kali sebelum menganggu Andrea dikarenakan anak Zardakh.     

"Tapi... kenapa tak ada bau Iblis?"     

"Gue setengah Iblis yang udah buang semua darah Iblis gue. Gue ras Cambion. Napa?" Andrea tak gentar mengungkap jati dirinya. Sudah kepalang tanggung.     

Tuan Vampir terbahak. Sampai-sampai bertepuk tangan. "Hebat! Ahahah! Sungguh hebat! Ternyata aku bertemu Cambion! Hahah! Cambion yang sudah kehilangan darah Iblisnya! Hahaha!"     

Andrea mendengus kesal karena ditertawakan. "Kutunggu janjimu nanti malam." Ia pun kembali memacu kudanya diikuti Kenzo yang menatap sengit ke Vampir yang terkekeh mengiringi kepergian Andrea dan Kenzo.     

Di rumah, Shelly terkejut bukan kepalang. "Vampir?!"     

Sahabatnya mengangguk. "Hu-um."     

"Tuan Puteri, kita harus bersiap untuk keadaan apapun."     

"Maksud lo, Zo?"     

"Vampir terkenal licik, Puteri. Hamba kuatir mereka berintrik jahat."     

"Lah, bukannya Iblis juga licik, Zo? Hahaha!"     

"Manusia juga banyak yang licik, loh Ndre!"     

Andrea menatap sebal ke sahabatnya. "Dih, lakiknya dibelain. Pftt!" Ia pun mengambil Jovano dari boksnya dan menggendong.     

"Tuan Puteri, apa tidak sebaiknya Tuan Muda Jovano diungsikan dulu ke Underworld?"     

"Gak usah. Astaga. Cuma ada 2 vampir, yekan? Lu pasti bisa tangani kalo mereka berani nyentuh anak gue, kan?"     

Kenzo terdiam lalu mengangguk. "Ya, Puteri. Aku pasti bisa lindungi kalian semua di sini."     

"Ndre, kamu yakin gak pengin ngungsi sebentar ke tempat ayahmu?" Shelly memegang lengan sohib karibnya.     

"Gak ah, cuma gini doang aja, kok. Toh bukan ngadepin sepasukan vampir, kan?" Andrea mulai menyuapi anaknya.     

Shelly dan Kenzo terdiam bersamaan.     

-0-0-0-0-0-     

Sedangkan di tempat lain, terjadi perdebatan.     

"Tolong, Vaux! Tak usah kau usik gadis itu!"     

"Hahah! Giorge, kenapa kau jadi tegang begini, kawan? Toh dia sudah bukan Iblis lagi. Dia Cambion, kawan! Bayangkan, Cambion! Betapa langkanya minum darah dari Cambion! Apalagi dari keturunan Raja Iblis!" Vampir hitam itu terlihat bersemangat. Rupanya dia masih mengincar Andrea, malahan kini makin membara menginginkan darah Puteri Cambion.     

"Kalau kau usik dia, itu sama saja kau akan mengusik ayahnya, Vaux. Cobalah tekan egoismu!" Giorge masih membujuk rekannya. "Apakah kau belum puas memangsa selama beberapa hari ini?"     

Vaux melirik misterius ke Giorge. "Kita lihat saja nanti."     

-0-0-0-0-0-     

Malam itu, keadaan tegang serta mencekam. Suasana terasa sunyi dikarenakan banyak penduduk menjadi korban penculikan vampir tadi.     

Shelly berdebar-debar. Sebenarnya dia ketakutan. Dibanding dengan Iblis, entah kenapa dia lebih takut pada Vampir. Mungkin dia terlalu banyak menonton film horror tentang Vampir. "Ndre?"     

Andrea paham sahabatnya takut. Harusnya dia mendengarkan saran Kenzo untuk mengungsi ke Underworld demi Shelly yang sedang hamil besar. Astaga, kenapa dia selalu saja terlambat memikirkan segala sesuatunya?! Mana kecerdasan jenius Cambionnya?!     

Rasanya Andrea ingin merutuki dirinya. Baiklah, rasanya belum terlambat kalau dia menyuruh Kenzo membawa Shelly ke Underworld, atau ke manapun asalkan aman bagi sahabat tersayang.     

"Gak mau!" Shelly menolak. "Harus ama kamu, Ndre!"     

"Hamba setuju dengan Shelly, Puteri."     

Andrea pandangi dua orang di hadapannya. "Gue gak bisa tinggalin penduduk di sini, Zo, beb. Si kancut item itu udah janji mo balikin penduduk malem ini. Gue..."     

"Hamba bisa meminta Paduka Zardakh mengirim bala bantuan kemari jika demikian."     

"Jangan! Plis jangan, Zo! Gue males tu bapak kampret bakalan ngakak dan bilang 'Apa kubilang' ke gue. Plis, jangan." Andrea ternyata lebih mempertahankan harga dirinya tak mau mengemis bantuan pada sang ayah.     

"Udah dong, Ndre! Tinggalin aja warga sini. Kita mendingan ngungsi sebelum terlambat."     

Andrea bimbang. Separuh hatinya ingin pergi, namun separuh lainnya berat meninggalkan penduduk tak berdosa.     

Belum sempat dia berpikir jauh, tiba-tiba di luar sudah terjadi keributan. Ketiganya bergegas keluar ingin tau.     

Betapa kagetnya Andrea ketika melihat sekelompok Vampir sudah menghampiri rumah mereka bagai pasukan zombie. Dan ironisnya, Andrea mengenal semua Vampir tersebut. Ada Nyonya Jenkins, dan juga Tuan Smith sekeluarga beserta banyak keluarga yang sempat hilang.     

"BANGSAT!" umpat Andrea. "Vampir bangsat itu udah nipu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.