Devil's Fruit (21+)

Terjadi Lagi (21+)



Terjadi Lagi (21+)

0Fruit 449: Terjadi Lagi (21+)     

"Kak Myren!" seru Andrea begitu melihat kakaknya di restoran setelah ia masuk ke tempat luas tersebut.     

Myren tampak elegan dengan midi dress warna coklat ketat beraksen hitam pada bagian kerah yang dibentuk pita. Belt mungil warna senada dengan dress melingkari pinggang rampingnya. Ia bagai artis cantik tahun 70-80an yang bergaya elegan penuh pesona.     

Myren tersenyum penuh kharisma ke adiknya. "Jaga wibawamu. Jangan kekanakan gitu di depan pegawaimu." Myren lirih berkata, menegur adiknya.     

"Oh, gak boleh yah?" Andrea tampakkan wajah merajuk.     

"Tentu aja gak boleh! Di depan pegawai kita harus selalu berwibawa agar mereka tidak seenaknya ke kita!" Myren menjelaskan.     

Andrea manggut-manggut daripada mendebat.     

"Nah, nah! Kedua Putri saya yang hebat sudah berkumpul!" Zardakh yang di Jepang mengganti nama menjadi Zado Zein, ulurkan tangan ke arah Andrea dan Myren.     

Semua pegawai yang sudah berkumpul pun menoleh ke dua wanita muda. Mereka sepakat bahwa putri-putri pemilik Zen Group memang cantik dan mempesona.     

Malam itu semua bersuka ria menikmati berbagai hidangan mahal yang jarang-jarang mereka makan sehari-hari. King Zardakh benar-benar royal kali ini.     

King seakan sedang menikmati kemenangannya. Andrea pun demikian.     

Andrea duduk semeja dengan ayahnya, Myren, Jovano, Shelly, dan Kenzo. Semua pegawai memuji Jovano yang sangat menggemaskan sekaligus tampan meski masih batita.     

Giorge duduk di meja lain dengan para Direksi. Ia berkali-kali menatap ke Andrea. Senyum tipis terburai sesekali.     

Malam ini Andrea menjadi bintangnya.     

-0-0-0-0-0-     

"Gue ama Jo langsung ke kamar, yak!" Andrea menggendong Jovano yang mulai mengantuk, naik ke lantai atas ke kamarnya.     

Shelly mengangguk dibarengi Kenzo. "See ya next morning, you both."     

Setelah sampai di kamar, Andrea rebahkan Jovano ke ranjang si bocah.     

"Ma, kapan Daddy pulang?" lirih Jo sebelum ibunya mencapai ranjangnya sendiri.     

Andrea kembali menghampiri anaknya. Ia duduk di tepi ranjang kecil si bocah yang sudah memakai piyama tidur motif space ship. "Umm... nanti kalau Jo udah ulang tahun kelima."     

"Daddy bakal datang ke ulang tahun Jo kelima?" Mata almond Jo berkedip sayup tanda mengantuk.     

Ibunya mengelus lembut rambut sang anak. Ia berikan senyum menenangkan. "Mama harap begitu, sayank. Jo juga harus terus ingat Daddy, yah! Juga gak boleh nakal, biar Daddy senang kalo ketemu Jo nanti."     

Jovano mengangguk dengan senyum tertoreh. "Jo bakal jadi anak baik, kok."     

"Nah, anak baik Mama sekarang harus udah tidur," bujuk Andrea. Ia melirik jam. Sudah jam 10 lebih.     

Sekali lagi Jo mengangguk.     

Namun baru saja Andrea akan beranjak dari ranjang anaknya, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara ambigu.     

'Tsk! Kancut deh mereka berdua! Apa kagak bisa pelan dikit suaranya, sih?!' batin Andrea sebal karena ia bisa mendengar suara mesum Kenzo dan Shelly dari kamarnya. Padahal kamar mereka ada di masing-masing ujung.     

Segera saja Andrea menyetel musik anak-anak agar Jovano tak bisa mendengar suara kucing kawin tadi.     

Syukurlah, Jovano lekas tertidur diiringi alunan musik yang disetel ibunya meski keras.     

Setelah yakin anaknya pulas, Andrea matikan musik agar tetangga tidak ribut esoknya.     

Ia berjalan ke kamar mandi, mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Setelan piyama satin tipis pendek warna ungu keabuan.     

Baru saja ia akan rebah, suara duo mesum di ujung lorong lantai atas kembali terdengar.     

"Gilak! Mereka main berapa sison, sih?! Geblek!" rutuk Andrea yang kemudian menyambar buku novel agar ia mengantuk jika membaca.     

Namun apa mau dikata, bukannya mengantuk, justru makin frustrasi dengan suara dari sepasang suami istri mabuk asmara.     

Tepp!     

Novel ditutup kuat. Hela nafas panjang sambil kulum bibir saling kesalnya.     

Alih-alih ingin suara mesum duo itu hilang, Andrea malah teringat Dante. Tapi ia kuatir jika menghubungi suaminya, ia akan terpicu rayuan Dante untuk berbuat senonoh.     

Ingat itu, memori mengenai keintiman mereka langsung tercetak di benak tanpa permisi. Andrea makin frustrasi. Ia bagai diledek Shelly dan Kenzo yang asik-masyuk tanpa memikirkan perasaan dia.     

Ah, tapi duo itu kan tidak tau kalau Andrea frustrasi.     

Tiba-tiba jari Andrea sudah meraba bagian intimnya yang masih tertutup celana pendek piyama satinnya.     

"Agh!" Ia kaget sendiri atas tingkahnya. Buru-buru menghentikan. Pipi bersemu akibat malu pada kelakuan ngaconya. Tak mau terpicu Dante, tapi malah terpicu Shelly dan Kenzo.     

Tanpa disadari, tangannya sudah meraih dildo getar di dalam laci meja nakas sebelah kasurnya.     

Ia arahkan dildo getar itu ke area bukitnya yang masih tertutup. Lenguhan lembut menguar secara hati-hati agar tidak membangunkan sang anak.     

"Haangh..." Nafas mulai memburu seiring ia memaksimalkan setelan getaran pada dildonya. Benda itu ia gerakkan di sepanjang alur kewanitaannya.     

Ia lebarkan kaki agar lebih mudah mengakses dildo di bawah sana. Terus digerakkan hingga tak lama ia bisa merasakan celana satinnya basah akibat orgasme yang ia dapat.     

Terengah dan malas bergerak karena antiklimaks usai terjangan badai orgasme, Andrea pun pejamkan mata saking ngantuknya. Toh ia masih pakai piyama lengkap.     

Dengan mata terpejam, dildo dia selipkan ke bawah bantal dan siap lelap.     

Namun, baru saja ia nyaris lelap, ia merasakan ada yang merayap di atas kulit pahanya.     

Andrea ingin buka mata, tapi ternyata tak bisa. Bahkan ia juga seolah tak punya tenaga sama sekali.     

Ia berteriak, tetapi malah suara tertahan yang terdengar keluar dari mulutnya. "Arkh! Hagk!"     

Dia tak bisa berkutik!      

Sedangkan rabaan pada pahanya kian menggila karena kini sepasang tangan sudah melucuti celana piyamanya. Tak hanya itu saja, kakinya juga dipentang lebar tanpa Andrea bisa menolak, seakan tubuhnya dikontrol orang lain.     

"Argh!!" Andrea memejam sembari tercekat ketika klitorisnya dibelai sebuah lidah.     

Belaian itu sungguh intens memulas benda tersensitif di tubuhnya, dan kian lama kian menggelora ganas.     

Andrea terengah-engah. Jari tangannya meremas kuat seprei dengan kepala mendongak meski tak mampu buka mata.     

Lidah itu bekerja sama dengan mulut yang menghisap-hisap klitoris malang yang terus dijajah tanpa jeda.     

Kepala Andrea berdenyut pusing karena rasa nikmat yang mengkhianati nalarnya.     

Dia yakin dirinya belum sepenuhnya tertidur, namun kenapa ia tak bisa berbuat apapun begini?! Siapa yang kurang ajar padanya?! Pencuri? Rampok? Tak mungkin. Kenzo pasti sudah berjibaku kalau memang ada maling masuk rumah.     

Butuh waktu kurang dari sepuluh menit sebelum akhirnya Andrea menyerahkan orgasmenya pada sesuatu yang sangat misterius.     

Seberapa kuat ia mencoba buka mata, tetap tak bisa.     

Puncaknya, ia terhenyak kaget ketika vaginanya ditembus sesuatu yang ia paham apa itu. Ia menjerit tapi hanya terdengar suara lirih seperti orang tercekik.     

Tubuhnya terhentak-hentak ketika penis misterius terus memompa vaginanya.     

Bahkan ia harus merelakan payudaranya dijamah paksa tanpa bisa menolak saat piyama atasnya disingkap ke atas.     

"Hakh!" Ia tercekat sewaktu merasakan putingnya diperangkap sebuah mulut yang akhirnya sibuk mengisapi di sana, bergantian kanan dan kiri sembari penis terus merangsek masuk tenggelam ke dalam dirinya.      

Andai Andrea bisa menggerakkan tangan, pasti dia bisa melemparkan orang misterius itu dengan kekuatannya.     

Sayangnya ia loyo. Bagai sebuah boneka seks yang harus terus menerima apapun perlakuan orang yang memakai.     

"H-ngakh! Akgh!" Suara Andrea terputus-putus seirama dengan hentakan dari pria misterius. Ingin sekali melawan, tapi itu tidak terjadi.     

Ia bagai dijadikan bulan-bulanan pria itu. Dua kaki diangkat, vagina dipompa kuat-kuat sembari merasakan nyeri pada putingnya.     

Sayangnya, Andrea menyerah. Ia orgasme.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.