Devil's Fruit (21+)

Kejutan Tak Terduga!



Kejutan Tak Terduga!

0Fruit 503: Kejutan Tak Terduga!     

Keuntungan main keroyokan itu... kita tidak tau ada berapa jumlah tepat dari mereka, dan kita bahkan lupa menghitung mereka saat sedang konsentrasi dengan lainnya.     

Itulah yang terjadi.     

Satu vampir berhasil lolos masuk ke dalam Vila tanpa diketahui Panglima Kenz dan yang lainnya yang sedang berkonsentrasi menghadapi serbuan vampir di depan Vila.     

Hanya ada gerakan pintu bergoyang kecil yang menandakan dia sudah melewatinya.     

Di dalam Vila, sang vampir langsung bertemu Andrea dan Shelly yang sedang berada di ruang tengah.     

Sudah pasti Andrea kaget beserta gugup, tak menyangka ada seorang vampir yang berhasil masuk ke dalam Vila mereka. Dia jadi kuatir, apakah suami dia dan Kenzo di luar tidak dalam kondisi baik-baik saja?     

"Grrrhh..." Vampir itu menggeram ke Andrea. Sang Cambion gentar juga. Ia menelan ludah sambil terus menatap tanpa kedip ke vampir di depannya.      

"Lo, lo jangan seenaknya di tempat gue, yah, kampret sialan!" Andrea melindungi Shelly di belakang tubuhnya. Mereka mundur beberapa langkah, meski tak tau harus bertindak apa lagi selain itu.     

Si vampir menyeringai. "Apa susahnya ikut kami sebentar, Nyonya? Anggaplah kau sedang melakukan kebaikan untuk semuanya." Ia melantunkan nada mengejeknya karena sudah memahami bahwa dua wanita muda di depannya ini bisa dikatakan tidak bisa berbuat apapun karena tidak memiliki kekuatan spesial.      

Andrea ketatkan rahangnya. "Kebaikan gundulmu semplak!" Meski ketakutan, dia masih saja tetap memaki si vampir. Toh, dia adalah Andrea yang selalu mengangkat keberanian di atas rasa gentarnya.      

Mungkin karena si vampir paham bahasa Jawa, dia terlihat tak senang dengan jawaban Andrea. Terbukti dari dia makin ganas menggeram dan menunjukkan taringnya. "Kau memang Iblis bebal! Tak tau malu! Rasanya lebih baik membunuhmu sekalian dengan janinmu saja!" Ia menatap perut buncit Andrea.     

Andrea menelan ludah. Jarak mereka kian dekat dengan makhluk penghisap darah itu. Cakar si vampir sudah disiapkan empunya dengan taring siap merobek daging.     

"Ndre..." Shelly gemetar sampai ke suaranya.     

Dalam keadaan begini, Andrea serasa sangat amat menginginkan kekuatan dia kembali. Semua. Semua! Ingin semua kekuatannya kembali.     

Iya, harapan ini sungguh tak tau malu. Sungguh plin-plan. Sungguh menyadarkan dia betapa berartinya kekuatan tersebut agar dia bisa melindungi orang-orang yang dia sayangi.     

Teramat sayang, semua sudah terjadi. Kekuatan sudah musnah atas kemauan Andrea sendiri, bahkan mengorbankan sang ibu. Batin Andrea langsung saja mengucap, 'Bu... Maafkan aku.'     

Ketika vampir itu sudah hampir menggapai Andrea, tiba-tiba dari arah lantai dua, Jovano muncul bersama Gavin. Keduanya memandangi vampir di bawah sana yang siap merobek-robek Andrea.     

Ketiga orang di bawah kaget dan memandang ke atas.     

"Jo! Jangan ke sini! Kalian masuk kamar saja!" teriak Andrea panik. Ia sudah membayangkan tragedi macam apa jika Jovano dan Gavin akan diburu vampir di depan dia ini nantinya.     

Anehnya, Jovano justru diam tak merespon ibunya. Dia tatap lekat si vampir.     

Vampir itu terkekeh. "Tunggu giliran kamu, bocah. Sabar dan tenanglah di sana, yah! Biar aku urus ibumu dulu."     

Sesudah bicara demikian, tangan kiri Jovano terangkat sambil ia terus lekat memandang si vampir.     

Vampir itu tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang aneh dan salah. Sangat salah. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang tanpa sebab. Dan selanjutnya, dia tak tau kenapa tubuhnya langsung menyala oleh api hitam hingga dia menjerit nyaring saking sakitnya.     

Dalam tiga detik, ia pun berubah menjadi abu, tanpa tau kenapa dia bisa dibakar oleh api hitam yang mengerikan, hanya setelah jari bocah itu menuding ke arah dia.     

Seonggok abu sudah tercipta di lantai, di atas karpet dari kulit bulu beruang kutub.     

Gavin menatap ke arah Jovano. "Kak Jo bakalan dimarahi Aunty Andrea, nih, karena udah mengotori rumah," celetuk lucu bocah itu.     

Sedangkan Andrea dan Shelly yang menyaksikan langsung terpanggangnya si vampir, mendadak melongo beberapa saat hingga lupa cara mengatupkan mulut.     

Dalam keadaan masih ternganga, Andrea menatap anaknya di lantai atas.     

"Tuh, kan Kak Jo. Bakalan dimarahi deh tuh..." Suara imut Gavin menggemaskan terdengar.     

"Nanti biar Grandpa beli Vila baru kalau yang ini kotor." Jovano menoleh ke Gavin sambil nyengir.     

"J-Jo!" pekik Andrea ke anaknya. "Sejak kapan? Sejak kapan, Jo?!"     

Wuushh!!     

Kenzo melesat masuk karena sempat mendengar jeritan dari dalam Vila. Ia takut ia terlambat.     

Tapi, ternyata dia hanya mendapatkan onggokan abu di depan Andrea.     

"Puteri?" Kenzo picingkan mata, mengira itu perbuatan Andrea. Dalam hati Kenzo bertanya-tanya, apakah Tuan Puteri dia sudah mendapatkan kekuatannya kembali?     

Andrea yang ditatap Kenzo langsung arahkan jari ke arah Jovano. "Kapan? Kapan anak gue... Zo, apa lo tau soal ini? Lo rahasiain ini dari gue?" Dia kehilangan ketenangan.     

Jelas saja Andrea kaget setengah mati. Anak yang dia kira menjadi bocah normal sejak dia hilangkan darah Iblis dan kekuatan sebelum melahirkan Jovano, kenapa bisa memiliki kekuatan sebesar itu?     

Kenzo pun menatap Jovano, tersenyum lega, dan acungkan jempol. "Kerja bagus, Tuan Muda Jovano." Lalu Kenzo kembali ke depan Vila untuk mengurus sisa vampir lainnya.     

"Kencrut!!!" teriak Andrea kesal karena malah pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan dia.     

Ketika Andrea mendongak ke atas ingin menatap anaknya untuk meminta penjelasan, sang anak malah kembali ke kamarnya bersama Gavin.     

"Arrghh! Kezeeell!!" Andrea hentakkan kakinya karena diabaikan sana-sini. Shelly pun bertugas untuk menenangkan Andrea.     

Di kamar Jovano, dia kembali ke jendela untuk mengamati jalannya pertarungan. Gavin ada di sebelah Jovano.     

"Kak Jo mau bikin acara panggang-memanggang lagi, yah?" tanya Gavin.     

Jovano menoleh ke Gavin, lalu mengangguk sambil tersenyum penuh arti. "Liat, nih..."     

Mata Jovano fokus mengunci target, salah satu vampir yang sedang bertarung dengan pelayan Iblis. Kemudian, setelah mengunci dengan pandangan, telunjuknya terangkat ke arah vampir itu.     

Sang vampir yang merasa ada yang memandangi intens, segera mendongak untuk mendapati tatapan Jovano. Detik berikutnya, api hitam sudah menyala di sekujur tubuh vampir itu.     

Semua yang sedang bertarung segera terkejut melihatnya. Kecuali Kenzo, tentunya.     

"Api Iblis murni!"     

"Api neraka!"     

Kedua pelayan Iblis segera mengenali jenis api tersebut. Pandangan semua orang terarah ke jendela Jovano.     

Karena ditatap semua orang, Gavin lekas lambaikan tangan dengan gerakan menggemaskan ditambah senyum polosnya.     

"Bocah itu!" geram Emanuela ke arah Jovano. "Mundur!" Ia mengkomando semua anak buahnya yang hanya tersisa empat orang.     

Namun, belum sempat semua bergerak merespon Emanuela, salah satu vampir menyala lagi dalam api hitam pekat.     

Emanuela mendecih benci, lalu lekas melesat pergi bersama vampir yang tersisa.     

"Tuan Muda Jovano..." Mata salah satu pelayan Iblis menatap Jovano penuh pemujaan.      

Giorge miringkan kepala berusaha mencerna apa yang terjadi. Benarkah itu dilakukan anak tirinya?     

-0-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.