Devil's Fruit (21+)

Berkumpul



Berkumpul

0Fruit 500: Berkumpul     

Pangeran Djanh sudah mulai beramah tamah dengan Kenzo dan Giorge. Sedangkan anak-anak secara otomatis berbaur, meski Shona menolak karena ia lebih suka melendot manja pada ayahnya. Lagipula, mana mau dia berbaur dengan ketiga bocah lelaki? Ditambah karakter Shona yang dingin dan cuek.     

"Heh, Mpok! Lu napa bisa ada di Hokkaido? Lu nguntit gue?" Andrea menowel lengan Revka.     

"Dih, amit-amit aku menguntit perempuan sejelek kau!" Revka menatap jijik ke Andrea. "Djanh kan punya Luxury House di dekat sini."     

"Hah? Di bagian mana? Ginto Residence juga?" Andrea melirik kedatangan pelayan yang membawakan anggur pesanan Revka. Anggur merah     

"Bukan di kawasan Ginto. Tapi tetap di Abuta. Besok dikau harus main ke Luxury Estate aku!" Revka menerima segelas wine yang langsung ia goyang-goyang pelan sebelum dia sesap sedikit. "Emmh! Nice wine, thanks!"     

"Sudah sepatutnya, Nyonya." Pelayan membungkuk sebelum menyerahkan botol wine untuk Revka yang ditaruh di ember khusus wine.     

"Eh, tunggu, Mpok. Lu ke Hokkaido buat liburan musim dingin?" Andrea menolak gelas wine yang diberikan Revka.     

Revka pun alihkan gelas tadi ke suaminya yang menerima dengan senang hati. "Iya lah! Anak-anak kan libur sekolah. Jadi, ini kesempatan bagus untuk liburan keluarga, ya kan? Gitu aja kok bingung, dasar cewek bego."     

"Bukannya karena aku yang kasi tau kalau Andrea mo liburan ke sini, yah?" Tiba-tiba muncul Myren dari arah ruang tamu. Rupanya dia sudah tiba di Hokkaido dan langsung meluncur ke Vila adiknya.     

"Kak Myren, ihh!" Revka mengerutkan kedua bibirnya karena Myren membuka rahasianya.     

Andrea menyeringai ke Revka, lalu tangannya meremas pelan bibir Revka yang mengerucut. "Mamam, tuh! Dasar tukang kuntit!"     

"Enggak!" Revka melotot tak terima.     

Myren tergelak geli. Lalu dia menyambut pelukan adiknya dan keponakannya.     

Kedua anak Myren segera membaur dengan tiga bocah lelaki tadi. Shona masih menolak. Akhirnya, si batita Voindra pun mendekati Shona dan mereka mulai asik berdua duduk damai di dekat Pangeran Djanh dan Ronh, suami Myren, yang mengapit keduanya.     

Andrea sibuk mengobrol dengan Revka, sedangkan Shelly berbincang dengan Myren. Para bapak pun juga asik mengobrol.     

Hingga akhirnya jam tidur untuk anak-anak membuat para orang tua menghentikan obrolan. Myren pamit ke Villanya sendiri, dan begitu juga dengan keluarga kecil Revka, karena Shona sudah mulai rewel minta tidur.     

"Besok pokoknya kau wajib ke tempat aku, yah jelek!" Revka berseru ke Andrea dari dalam mobilnya yang siap meninggalkan Vila.     

"Iya, iya, Mpok bawel. Gue ulek juga ntar bibir tebal elu pake geta[1]." Andrea melotot sok galak ke Revka yang direspon juluran lidah Revka sebelum Pangeran Djanh melajukan mobilnya.     

Myren juga demikian, pamit pulang dengan keluarga kecilnya sambil berjanji besok akan bertandang lagi atau mengajak Andrea jalan-jalan.     

Setelah semuanya pergi, rumah mulai berkurang hiruk pikuknya, tidak seperti tadi.     

Pelayan sudah membereskan segala gelas dan piring makanan kecil di atas meja. Kemudian mereka pamit undur diri ke kamar khusus pelayan di belakang Vila.     

"Jika ada yang Tuan atau Nyonya butuhkan, Anda bisa menghubungi kami melalui interkom. Kami pasti secepatnya datang," ucap kepala pelayan.     

"Oke, makasih." Andrea tersenyum ke mereka sebelum naik ke lantai atas untuk menuju ke kamarnya sendiri.     

Andrea hempaskan tubuhnya ke ranjang meski pelan karena perutnya sudah membuncit besar.     

Giorge baru saja sudah mengganti bajunya dengan piyama. "Rea, mau berendam air hangat sebelum tidur?"     

Andrea melirik sebentar. Sepertinya itu bukan saran yang buruk. Dia lelah hari ini. Berendam di kolam air hangat tentu menyenangkan. Tadi dia sudah melihat ada semacam Onsen pribadi di kamar mandi yang semi outdoor.     

"Oke, siapa takut?" Ia julurkan tangan ke arah Giorge dengan maksud minta diberdirikan karena agak susah untuk bangun dengan perut sebesar itu.     

Giorge justru mengabaikan uluran tangan Andrea dan malah menelusupkan dua tangannya ke punggung Andrea dan dengan mudah membopong istrinya menuju ke Onsen pribadi mereka.      

Onsen itu terlihat elegan dengan memakai batuan hitam sebagai dinding dan badan Onsen. Di sudut langit-langit terdapat deretan lampu kecil untuk pemanis. Jendela besar menghadap ke luar menampakkan panorama bersalju. Jika ingin dibuka, jendela itu bisa digeser ke samping dan Onsen itu pun menjadi Onsen outdoor.     

Andrea tak perlu risih dengan jendela besar menghampar di salah satu dinding Onsen karena jarak antar Vila cukup jauh dan takkan ada orang berkeliaran seenaknya di kawasan Vila.     

Maka Andrea tak perlu ragu membuka semua pakaiannya setelah air hangat memenuhi Onsen buatan tersebut.     

Giorge memapah istrinya menuruni kolam Onsen, kemudian keduanya duduk diam berdampingan.     

"Nyaman?" Giorge menoleh ke istrinya.     

Andrea tak membalas tatapannya. Hanya menyuarakan, "Hu-um."     

"Sini aku pijat." Giorge memutar tubuhnya menghadap Andrea. "Hadap ke sana, Rea."     

Andrea patuh dan putar tubuh membelakangi sang suami. Tak lama, ia merasakan pijatan lembut pada bahunya.     

"Aduh, enak banget ini, pr--Dear." Lagi-lagi ia hampir keceplosan memanggil seenaknya ke Giorge seperti dulunya.     

Giorge tertawa kecil. "Nggak perlu dipaksakan harus pakai dear, kok Rea. Cukup panggil namaku juga itu sudah membuat aku bahagia."     

Ia tau istrinya pasti akan merasa susah dan canggung jika harus memakai panggilan mesra padanya. Itu karena dari dulu mereka saling kenal, Andrea sudah kesal dan benci terlebih dahulu padanya sehingga ia kerap memanggil seenaknya pada Giorge.     

"Emm... Ya udah, Gio aja, yak!" Andrea pejamkan mata menikmati pijatan suaminya yang memang nyaman.     

"Iya, aku kira itu juga pas." Tangan Giorge mulai merambah ke punggung. Andrea mendesah nikmat.     

"Gilak, enak banget itu... Urrfhh..." Andrea tak malu-malu mengakui. Apalagi ketika jari kokoh Giorge mengarah ke pinggang belakang Andrea. "Nah itu! Boyok! Itu boyok! Aduh, berasa mo copot, dah!"     

Giorge terkekeh geli. Ia paham, kehamilan Andrea pasti cukup menyiksa dan melelahkan bagi sang Cambion.     

"Oh ya, Rea... Kata pelayan tadi katanya kita bisa dapat fasilitas dari pihak Pavillion."     

"Fasilitas apa?"     

"Spa, sauna, Onsen, restoran keluarga, gym, dan semacam taman bermain anak. Sepertinya itu yang tadi disebutkan pelayan."     

"Wah, bagus, tuh! Gue bisa pijat relaksasi atau nyante di spa."     

"Aku kan bisa memijat kamu, Rea. Kamu tak perlu ke sana untuk pijat. Biar aku saja."     

Andrea menoleh ke belakang. "Kamu ini, posesif banget, sih? Hahah. Yang mijat entar kan cewek juga. Ngapain cemburu?" Dia paham suaminya melarang seperti tadi karena cemburu tak mau Andrea dilihat telanjang oleh pria manapun.     

"Akan aku congkel mata lelaki yang berani menatap tubuh istriku..." bisik Giorge dengan suara dalam dan berat di belakang telinga Andrea.     

"Ernghh..." Andrea berjingkat karena belakang telinganya diusap lidah Giorge. Ia menoleh tanpa menatap wajah suaminya.     

"Jangan mendesah begitu, Rea... Nanti aku bangun..." bisik Giorge seduktif. Tangannya mulai merayap ke payudara Andrea yang mengencang.     

[1] bakiak Jepang, alias sandal kayu tebal tradisional dari Jepang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.