Devil's Fruit (21+)

Ini Bukan Sebuah Usai



Ini Bukan Sebuah Usai

0Fruit 406: Ini Bukan Sebuah Usai     

Andrea mendengus geli. "Pfftt! Gue pikir kagak datang." Ia tatap King ardakh yang melangkah ke arah Jovano.     

"Apa kau berharap aku tak datang, humm?" King Zardakh sodorkan sebuah kado ke hadapan Jovano yang ditepuk-tepuk gemas oleh sang bayi. "Hei, hei... jangan hancurkan kadomu, jagoan. Itu mahal."     

"Tsk! Masih bisa ngerajuk, nih?" Andrea seolah meledek ayahnya. "Gih, sono duduk anteng di pojokan. Berdoa aja kebagian kue karena cuma bikin mini size."     

"Bah!" King Zardakh tampak kesal. "Kenapa aku punya anak tak ada satupun yang sopan padaku?"     

"Dih, malah baper galon, hahaha!" Andrea makin kejam meledek sang ayah.     

"Kuharap aku belum terlambat." Tiba-tiba muncul Myren bersama Ronh di depan pintu Andrea.     

Andrea membelalakkan mata, tak percaya. "Wuaahhh! Sis Myren! Yo, sis! Masuk aja sini, gosah malu-malu! Cieee~ ajak yayank ni yee..." Ia jadi punya bahan untuk menggoda sang kakak.     

Myren mendecih sebal. "Apaan sih kamu ini?!" Ia mengangsurkan kotak berisi kue tart. "Pasti kau tak bisa buat kue yang enak, ya kan? Nih, aku belikan yang layak makan."     

"Gue udah mo terharu, loh Sis, tapi gak jadi, deh! Bweekk!" Andrea julurkan lidah ke Myren sambil terima tart dari Myren. Sang kakak hanya mendecih akan kelakuan adiknya. Hubungan keduanya makin rekat hari demi hari meski awalnya Myren tidak ingin perduli pada sang adik tiri.     

Kemeriahan bertambah dengan hadirnya Druana serta para Soth dan Roxth. Kemudian hadir pula paling akhir, yaitu pasangan sensasional, Djanh dan Revka. Mereka membawa anak mereka, Zevo, yang hampir berusia setahun.     

"Dih, pamer anak..." ledek Andrea ke Revka.     

"Ehh, gak usah banyak cingcong, Cambion! Ini aku ke sini juga terpaksa gara-gara suami tolol aku!" Revka sengit menjawab. Tapi Andrea malah terkekeh singkat. Mereka sudah akrab dengan cara ajaib. Tidak selayaknya sahabat, namun saling menghargai satu sama lain.     

"Iya, Mpok! Iyaaa..." Andrea menjawab Revka yang tambah kesal dipanggil Mpok. "Gue yakin kalian pasti kayak kelinci, beranak mulu. Hahaha!"     

"Puteri Andrea ini sangat memahami kami~" Pangeran Djanh maju mengecup punggung tangan Andrea.     

Revka menabok tangan suaminya, seolah tidak mengijinkan perlakuan Pangeran Djanh ke Andrea. "Nggak usah ganjen!" Ia melotot begitu rupa pada sang suami yang terkekeh enteng melihat kecemburuan dan sikap posesif istrinya.     

"Iya, Kitty. Iya, paham. Nanti aku kasi enak-enak semalaman, yah!" Pangeran Djanh malah menggoda istrinya. Revka makin cemberut. "Oh iya, ini ada bingkisan biasa dari kami." Pangeran Djanh munculkan dua kotak besar ke hadapan Andrea.     

Wanita Cambion itu menerima dan melongok isinya. "Wohohooo... tart buah ama tiramisu! Lu tau banget sukaan gue, Djanh! Jejangan elu ngefans gue, yah?!" Dia menyipitkan mata dengan senyum lebar, sengaja menggoda.     

Pangeran Djanh goyang-goyangkan telunjuk di depan wajah Andrea. "Nei~ nei~ nei~ itu bikinan istri tercintaku, Puteri manis."     

"Hah?! Ciyusan ini gawean Revka?!" Andrea mendelik kaget.     

"Cih! Biasa aja responmu, napa?!" Revka lipat dua lengan di depan dada. "Aku tau pasti kau gak bisa bikin kue. Makanya daripada aku sakit perut mencret gara-gara makan buatanmu, mendingan bikin sendiri lah!" Revka masih mempertahankan harga diri.     

Andrea mendengus geli. "Serah elu, deh. Serah! Pfftt! Tengkyu, yak Neng!"      

Hari itu, suasana mendadak ramai oleh kedatangan teman dan kerabat Andrea, meski tak ada satupun kerabat manusia. Sedih? Iya juga. Tapi tak apa. Kerabat dari ras manapun tak masalah asalkan saling sayang dan saling dukung.     

"Oii! Foto sini! Foto!" Andrea berteriak ketika tiba acara tiup lilin. "Buruan ngumpul!"     

Sesi foto-foto pun berlangsung meriah penuh tawa.     

King Zardakh yang biasanya ketus dan kaku pun kini terlihat santai dan banyak mengumbar senyum. Bahkan sang Raja sempat terbahak ketika Jovano tak sengaja mengoleskan krim kue ke wajah King Zardakh ketika si kakek mengangkat cucunya.     

Selesai foto-foto dan makan hingga puas, mereka mengobrol sebentar. King Zardakh sibuk dengan Pangeran Djanh dan Kenzo. Andrea dengan Myren, Ronh, dan Druana. Revka memilih mengobrol dengan Shelly dan para Soth serta Roxth. Walau akhirnya dia bergabung mengobrol dengan kelompok Andrea.     

Menjelang tengah malam, semua pun mulai pamit satu persatu. Dan tengah malam persis, keadaan kembali hening seperti sebelumnya. Hanya ada suara lolongan serigala di kejauhan.     

"Kau yakin ingin tetap di sini?" King Zardakh menanya anaknya sebelum ia pergi.     

Andrea mengangguk mantap. "Gue pengen idup tenang dulu, kagak masuk ke hiruk pikuk kayak tadinya. Entah ntar kalo gue berubah pikiran."     

"Kabari aku kalau kau berubah pikiran."     

Andrea mengangguk atas ucapan ayahnya.     

King Zardakh pun pergi usai mengecup pipi Jovano. Tentu saja dia sudah banyak berpesan ke Kenzo dan Andrea agar selalu waspada dan sebagainya dan sebagainya.     

Setelah semua tamu pergi, Andrea mendengus seraya senyum terukir di bibir. "Jadi sepi lagi, yah!"     

Kenzo masih membereskan ruangan dan benda-benda. Shelly mendekat setelah menidurkan Jovano di boks ukuran besar.     

"Pengen pindah ke yang rame aja, pa?" tanya Shelly.     

Andrea menggeleng pelan. "Belom pingin."     

Ketika malam kian beranjak dini hari, Andrea terduduk di ranjang sembari tatap kumpulan foto-foto yang tadi ia buat. Senyum dan tawa kecil tercipta melihat berbagai ekspresi semua orang di pesta tadi.     

Air mata tiba-tiba meleleh turun ke pipi. "Andai ada elu, Dan. Pasti lebih kerasa lengkap." Lalu dia melirik ke Jovano yang lelap tertidur di boks sebelah ranjang Andrea. "Liat, Dan... anak kita udah gede, tuh. Bentar lagi bakal rajin ngoceh, rajin bikin gue capek kalo mulai belajar jalan. Hahah!"     

Suara jangkrik meningkahi bisik pilu Andrea. Sesekali dia menerawang ke langit-langit kamar. Udara mulai dingin menusuk. Ia memeluk tubuhnya sendiri agar terasa hangat.     

"Dan... elu baik-baik aja, kan di sana? Lu jangan mati, yah Dan. Lu kudu tepati janji elu, datang buruan ke gue en Jovano. Lima tahun lagi... haaahhh...."     

Maka, pagi pun semakin menggigitkan dinginnya udara perbukitan itu. Bunyi jangkrik menyamarkan isak tangis sang Cambion.     

Antara bahagia dan pedih. Hatinya menjerit kuat. Namun takdir terus saja masih menyodorkan kepiluan untuknya, meski seberkas cahaya indah juga ia terima dari kehangatan kerabatnya dan tentu saja dari anaknya.     

Karena Jovano... adalah bukti bahwa cinta itu memang ada meski harus tertatih-tatih terlebih dahulu supaya bisa tergapai.     

Andrea yakin, takdir tak selamanya kejam pada dirinya. Yakin bahwa ia akan menyesap kebahagiaan dari celah manapun... sembari menguatkan jiwa menunggu yang tercinta.     

Putri Cambion tetap saja terus berharap akan ada celah cahaya agar dia bisa memandikan jiwanya dengan kebahagiian yang selalu dia cari-cari semenjak dulu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.