Devil's Fruit (21+)

Orang Tua Favorit



Orang Tua Favorit

0Fruit 529: Orang Tua Favorit     

Maka rombongan pun dipecah menjadi dua kelompok sesuai dengan kesepakatan. Para bapak bersama dengan sebagian besar anak-anak, sedangkan para ibu dengan anak yang lebih kecil.      

"Voi beneran nggak ikut ma kakak Varga?" tanya Shelly yang menggendong Baby Kiran.      

Bocah imut seperti boneka Eropa itu menggeleng sembari tersenyum. "Ikut Mama aja, Aunty Shel. Mama bilang kalian akan melihat-lihat baju anak-anak, kan? Aku ikut, kalau begitu!" Ia mengeratkan gandengan tangannya ke sang ibu.      

"Voivoi emang kebalikan dari Vava, yak!" Andrea menimpali. "Voivoi feminim banget kayak princess. Kalo Vava tomboy. Mirip mamaknya." Ia melirik Myren di sebelahnya.      

"Hoi, hoi, itu pujian atau apa, yah?" Myren melirik ke sang adik yang terkekeh. "Bagus kan kalo dua anakku punya sikap saling berlawanan. Jangan maskulin semua kayak aku. Kalo Voi kupikir lebih melankolis seperti papanya." Dia seketika memikirkan suaminya, Ronh, yang merupakan Panglima Incubus bawahan dia.      

"Nah loh! Kakak malahan kalah melankolis ma suami sendiri, ckckck..." Andrea berlagak menegur. "Eh, beneran Kak Ronh orangnya melankolis?"     

Myren mengangguk sambil menggandeng Voindra. "Selain dia itu perfeksionis, suka menganalisis, dan suka menyendiri, dia juga peka dan gampang baper. Juga sedikit pendendam." Dia bisa tepat merangkum karakter suaminya karena mereka sudah begitu lama hidup bersama di barak tentara, maka semua sifat baik dan buruk Ronh telah dihafal olehnya.      

"Woohh... Kak Ronh gampang baper, yah?" Andrea masih ingin mengulik agar bisa meredakan rasa penasaran dalam hatinya.      

"Iya, dia biasanya baper dan rendah diri kalo dah diledek teman sesama prajurit. Terutama kalau teringat dengan status aku dan dia di militer, dia pasti baper dan down, yah... walau aku udah bilang ke dia untuk cuek saja dengan pangkat kami di militer." Myren menjelaskan.      

"Iya sih, yah... Kak Ronh sebagai lelaki emang bisa dimaklumi kalo jadi rendah diri. Dia Panglima, dan Kak Myren Jenderal. Gimana gak down kalo inget itu, cobak?" Andrea mengusap-usap dagunya sambil terus berjalan pelan. "Lelaki kan biasanya harga dirinya tinggi."      

"Pantas saja Kak Ronh tidak buruan melamar Kak Myren dulu, yah? Harus ditanya tegas dulu ama Baginda Raja Zardakh." Shelly jadi teringat cerita itu juga.      

Myren terkekeh ringan. "Dia memang menyukaiku sudah sangat lama, apalagi setelah kujadikan tangan kananku di militer. Aku tau itu, tapi dia masih saja berusaha menutupi perasaan dia kalo di dekatku, padahal gosip tentang dia naksir aku udah aku ketahui dari prajurit lainnya, ha ha ha. Dia memang menggemaskan."      

Sementara, si kecil Voindra, ikut mendengarkan kisah mengenai ayahnya dengan senyum penuh bangga. Dia memang mengidolakan sang ayah melebihi ibunya, dan mereka lebih dekat. meski begitu, Voindra tidak selalu menempel pada sang ayah. Itu bedanya dia dengan Ivy.      

Andrea mendesah lirih, "Hnhh... andai Ivy bisa seperti Vovo. Dia tuh terlalu lengket ma Gio. Kadang aku kayak gak dianggep sama sekali kalo ada Gio. Orang kedua yang suka dia tempeli malah Jo. Lalu apa gunanya aku ini yang udah mati-matian jebrolin dia! Mana masa hamilnya dia juga lama bingit! Hghh..."      

Myren tertawa kecil mendengar keluhan adiknya. "Setiap anak pasti punya orang tua favoritnya sendiri-sendiri."     

"Yeah, Jo nge-favorit ama bokapnya. Ivy juga nge-favorit ma bokapnya juga. Trus bagian untuk aku mana?!" Andrea terdengar frustrasi karena kedua anaknya memfavoritkan ayah mereka masing-masing.      

Shelly terkikik. "Kalo gitu, coba bikin lagi, siapa tau ntar abis jebrol, dia mengidolakan kamu, Ndrea."      

Seketika, Nyonya Cambion mengerang, "Rnnghh... ogah aahh... tsk! Hamil itu repot banget, tauk! Belom lagi waktu jebrolinnya, setengah matek!"      

Dua wanita dewasa di sebelah Andrea pun terkikik geli. Kaki mereka kini sudah sampai di sebuah outlet baju anak-anak terbesar di Mall tersebut. Voindra sudah girang dan tak sabar memilih baju untuk dirinya sendiri.      

Sementara itu, di kelompok para lelaki dan anak-anak lainnya, mereka sudah lebih dulu sampai di toko mainan terbesar di Mall yang menjadi langganan Jovano setiap datang ke Mall tersebut.      

"Ini, loh Dad. Yang ini namanya Sephiroth. Dari Final Fantasy." Tangannya menunjuk ke sebuah figurin karakter lelaki gagah berambut panjang berwarna perak dengan pedang besar ikut serta di tangannya.      

"Ini mirip dengan Rogard." Dante merenung. Matanya terus menatap boneka karakter di depannya yang setinggi hampir 30 sentimeter.      

"Rogard?" ulang Jovano menggunakan nada tanya.      

Ayahnya mengangguk. "Jo belum pernah tau Rogard, yah?"      

Jovano menggeleng.     

"Rogard itu pedang milik Daddy."      

Jovano agak bingung, kenapa tokoh Sephiroth yang gahar dikatakan mirip dengan Rogard yang notabene adalah pedang milik sang ayah.      

Dante seolah-olah paham dengan kebingungan dari anaknya, dan mulai menjelaskan sedikit. "Dia pedang yang bisa berubah menjadi humanoid."     

"Humanoid, Dad?" Mata Jovano berbinar. "Berubah bentuk seperti manusia? Kereeennn! That's super duper cool, Dad! Lalu, di mana dia sekarang? Sepertinya aku tak pernah liat Dad bawa pedang. Daddy simpan kah?" Ia menatap ayahnya penuh harap.      

Namun, Dante menggeleng sambil wajahnya memiliki aura suram dan sedih. "Dia tersimpan di sebuah alam pribadi milik Mommy kamu, Alam Cosmo. Mommy sengaja menyimpan dia di sana bersama dengan makhluk lainnya yang menjadi kelompok Mommy kamu. Tapi sekarang keberadaan Alam Cosmo tidak diketahui di mana."      

Jovano melongo, mulutnya ternganga. "Alam... pribadi?" Ia berusaha mencerna ucapan sang ayah. "Bersama makhluk lainnya?" Ini sungguh-sungguh menjadi sebuah informasi baru baginya.      

"Kau harus tau, Jo, Mommy kamu dulunya sangat hebat. Dia kuat dan bisa bertempur melawan beast ganas, siluman dan bahkan iblis." Dante jadi terkenang dengan kebersamaan dia dan Andrea selama berada di alam pribadi Pangeran Djanh.      

"Lalu sekarang... kenapa Mommy..." Jovano tidak melanjutkan ucapannya.      

"Itu karena mama kamu membuang darah iblis di tubuhnya sehingga dia sekarang seperti ini, menjadi manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan supernatural. Mama kamu sendiri yang memilih jalan itu." Dante tersenyum kecut, karena hal itu berkaitan dengan tragedi Nivria, ibu mertuanya.      

"Dad, kau harus menceritakan semua padaku nanti." Mata Jovano berkilat penuh semangat. "Aku belum pernah mendengar mengenai Mom yang kuat begitu. Melawan beast bahkan siluman? Aku hanya tau Mommy pintar gunakan senyumnya untuk jinakkan hewan atau monster."     

Dante terkekeh dan menepuk ringan pipi putra sulungnya. "Kau akan salut dan bangga pada mama kamu kalau mendengar semua cerita mengenai dia sewaktu kami berada di alam pribadi Pangeran Djanh."     

"Pangeran Djanh?" Jovano mengernyitkan keningnya. "Ayahnya Revo dan Shona?"      

Dante mengangguk meski dia sebenarnya belum pernah bertemu secara nyata dengan kedua anak sepupunya. Tapi dia pernah mendengar dari cerita Andrea sebelumnya mengenai nama anak-anak dari Pangeran Djanh dan Revka.      

"Oke, Dad, janji nanti kau harus menceritakan semua yang Daddy sebut tadi, yah! Sekarang, aku udah menemukan nendroid yang aku cari." Jovano melangkah ke bagian rak lain di dekatnya.      

"Nendroid?"      

"Itu, loh Dad... figurin dari plastik dalam bentuk chibi, seukuran telapak tangan dan bentuknya imut. Bentuk chibi, Dad? Kau paham?"     

Dante menggaruk kepalanya. "Mungkin..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.