Devil's Fruit (21+)

Acara Jalan-Jalan Sekeluarga



Acara Jalan-Jalan Sekeluarga

0Fruit 528: Acara jalan-Jalan Sekeluarga     

"Halo juga, Giorge." Dante membalas sapaan Tuan Vampir. "Apakah kau ingin membuat kopi? Atau jus dingin?" Ia bertanya penuh basa basi untuk menghalau kecanggungan.      

"Biasanya aku membuat susu coklat hangat di pagi hari begini. Apa kau mau juga?" Giorge bertanya tulus ke Dante.      

Dante menggeleng sambil acungkan mug kosongnya. "Aku sudah minum kopi barusan. Terima kasih atas tawarannya."     

"Ohh, no problem." Giorge tersenyum ramah. Ia pun mulai menyiapkan panci kecil untuk memasak air dan mengambil coklat bubuk dari dalam lemari dapur, dituangkan beberapa sendok ke sebuah mug besar beserta sedikit gula sambil menunggu air di panci mendidih.      

Keheningan melanda tempat itu selama beberapa saat.      

Dante memecahnya. "Apakah kau sudah tau Andrea ingin acara jalan-jalan keluarga hari ini?" tanyanya menatap punggung lebar Giorge.      

Tuan Vampir berbalik dan menatap Dante. "Ya, aku sudah tau itu. Kupikir itu rencana yang bagus. Pasti akan mengasikkan nanti." Ia kembali menghadap ke kompor karena air sudah mendidih.      

Dante terdiam lagi seraya mengamati Giorge membuat coklat hangat dan akhirnya pria ras Vampir itu duduk di depannya.      

"Mungkin dalam hatimu, kau ingin marah atau bahkan memukulku, Dante." Giorge memulai pembicaraan. Ia membiarkan coklatnya mengepulkan uap panas beberapa saat tanpa dia sentuh.      

Mendesah kecil, Dante menyahut, "Meski itu ingin aku lakukan pun, rasanya percuma. Itu hanya akan menyakiti perasaan Andrea. Lagipula... kau sudah berkali-kali melindungi orang tercintaku. Kupikir aku tidak boleh terlalu egois dan melupakan kebaikanmu yang itu. Terima kasih aku tulus ucapkan padamu, Giorge."     

"Panggil saja Gio supaya kita bisa lebih akrab. Kau tidak keberatan, kan?" Tuan Vampir pulaskan senyum tulus ke Dante.      

"Oke. Gio." Dante turut berikan senyum balasan meski hanya samar.      

"Dan kau tak keberatan andai aku memanggil Rea ke istrimu, ahh maksudku... istri kita, kan?" Lelaki Vampir itu memutar-mutar mug di atas meja. Sepertinya Jovano meniru kebiasaan Giorge yang ini. Dante bisa melihatnya.      

"Kau berhak memiliki panggilan kesayangan ke Andrea, karena aku juga memiliki itu." Dante menjawab secara diplomatis. Meski dia sebenarnya tidak memiliki panggilan kesayangan yang spesifik ke istrinya selain 'yank' dan 'sayank' saja.      

"Aku harap... kita bisa saling akur dan akrab dengan baik agar kita bisa kompak bersama-sama menjaga dan melindungi Rea."      

"Tentu saja. Memang itu yang harus kita lakukan, bukan?"      

"Kalian mo ampe kapan gosipan mulu di sini?" Andrea sudah muncul di pintu dapur. "Gih sana pada mandi! Jangan ampe keduluan Kak Myren dateng loh yah!"      

"Oke, Rea. Aku habiskan coklatku dulu, lalu akan mandi kilat."      

Dante beranjak dari duduknya dan menghampiri Andrea untuk berikan kecupan di pipi sang istri. "Sayankku sudah wangi. Baiklah, aku juga harus wangi agar tidak memalukan jika kau ingin menciumku."      

"Haiihh... siapa juga yang mo cium kamu?" Andrea merona pipinya meski berikan kalimat sangkalan. Dia terkadang kumat tsundere-nya.      

Dante tertawa kecil dan tepuk lembut pipi sang istri sebelum berlalu dari dapur untuk naik ke kamar tamu yang kini menjadi kamar pribadinya.      

"Kalian ngobrol apa aja?" Andrea mengambil duduk di sebelah Giorge.      

"Rahasia. Ini perbincangan lelaki. Wanita tak boleh tau." Tuan Vampir mengedipkan satu matanya sambil tersenyum nakal.      

Andrea mencubit pinggang suami keduanya.      

-0-0-0-0-0-     

"Jo! Jangan pisah dari rombongan, hoiii!" Andrea sudah memekik memanggil putranya yang seenaknya berjalan meninggalkan rombongan orang tua, membawa Gavin dan Ivy, menggandeng dua bocah imut itu di tangan kanan dan kirinya.      

"Makanya, Mom... kalian jangan sibuk mampir kalau cuma sekedar window shopping. Kalau tak ingin beli, tak usah lihat-lihat, Mom."      

"Hiihh! Bocah itu!" Andrea meremas telapak tangannya sembari menggertakkan geraham.      

"Ha ha ha! Anakmu memang paling bisa kalau urusan menampol orang tuanya, yah!" Myren sudah tergelak sembari menggandeng Voindra, sedangkan Vargana berjalan di sisi Jovano.      

Vargana kini berusia 7 tahun, sedangkan adiknya, Voindra, berumur 6 tahun. Kedua gadis anak dari Myren dan Ronh itu tumbuh dalam penampilan yang cukup berbeda.      

Vargana si sulung, dia tampak kokoh seperti ibu dan ayahnya. Raut wajahnya terlihat keras dengan garis wajah tegas. Rambutnya berwarna coklat burgundy. Sedangkan Voindra lebih halus dan mirip tuan putri yang menawan dengan rambut pirang gelap.      

"Mom, bagaimana kalau kita pecah rombongan jadi beberapa grup saja?" usul Jovano setelah menunggu Andrea dan para orang tua lainnya menyusul. "Anak-anak biar ikut aku, dan kalian orang tua bebas ke mana saja kalian mau."      

"Hilih! Bilang aja kamu udah kagak sabar nengokin toko figurin langganan kamu, Jo!" tohok Andrea, paham akan maksud sang putra.      

"Good kalau Mommy paham. Aku suka Mommy dalam mode cerdas begitu." Jovano nyengir tanpa malu-malu.      

Ibunya pun memutar bola matanya. Putra sulungnya ini selalu saja bicara seenaknya. "Kalau semua anak-anak ikut kamu, nanti kalau ada apa-apa gimana? Jangan ngaco, ah Jo!"     

"Please Mom, apa kau lupa apa saja olah raga bela diri yang sudah kupelajari? Mana bisa seseorang seenaknya mengganggu adik-adikku ini?" Jovano seolah dirugikan dengan ucapan Andrea yang terdengar meremehkan kemampuannya menjaga para adik. "Mom pikir selama ini aku sibuk latihan untuk apa, hn?"     

"Dante... kamu aja deh yang tangani dia..." Andrea menepuk lengan kokoh suami pertamanya karena sudah menyerah jika berdebat dengan putra sulungnya yang pandai bicara.      

Tuan Nephilim mengampiri putranya dan berkata, "Begini saja, anak-anak biarlah bersama dengan kami para lelaki dewasa, sedangkan ibu-ibu, silahkan jalan bersama dalam satu kelompok, nanti kita bisa bertemu di suatu tempat. Toh Mall ini punya banyak spot untuk bertemu, kan?"      

"Yakin, Dan?" Andrea picingkan mata. Dia berpikir jangan-jangan para pria mulai bosan mengikuti para istri.      

Dante mengangguk. "Lagi pula, aku juga ingin tau mainan apa dan yang bagaimana yang disukai anakku." Ia mengedip satu mata ke putra kandungnya.      

Jovano terkekeh senang, merasa dibela sang ayah.      

Andrea menyerah jika Dante dan Jovano sudah berkolusi bersama untuk melawan dia. "Ya udah, deh! Gitu aja lah daripada aku pusing kalo kalian udah pada bosan ngikuti kami, para emak-emak milenial ini."     

"Tidak begitu, sayank..." bujuk suami pertamanya agar Andrea tidak terlalu jauh salah paham. "Aku hanya ingin tau apa yang disuka Jo. Itu saja." Ia memeluk istrinya.      

"Iya, deh iya. Gih dah sono kalian pada jalan bareng. Aku ma mamak-mamak lainnya mo liat-liat baju anak-anak. Ivy, ikut Mommy, yuk!" Andrea siap meraih sang putri.      

Sayangnya, Ivy menggeleng sambil menjawab, "Ikut Kak Jo dan Poppa."      

Andrea merasa patah hati seketika. Sedangkan Myren terbahak-bahak melihat penderitaan adiknya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.