Devil's Fruit (21+)

Acara Keluarga



Acara Keluarga

0Fruit 527: Acara Keluarga     

Mengetahui sang istri sudah berdiri di ambang pintu dapur, mau tak mau Dante menyapa dengan senyum meski itu agak kikuk. Ia bangun dari kursinya untuk menyambut Andrea. "A-ahaha... sini, sayank. Ayo sini duduk. Apakah kau haus? Aku ambilkan jus, yah? Atau ingin segelas susu? Kopi?"      

Andrea membiarkan saja sang suami pertama menuntun dia ke kursi di sebelah Dante untuk dia duduki. "Aku lebih ingin mendengar jawaban dari pertanyaan Jo tadi, deh, ketimbang jus, susu atau apapun yang kamu tawarin tadi." Ia menatap intens suami pertamanya.      

"Mom, tak perlu buru-buru cemburu, Mom. Kau harus percaya bahwa Daddy ini selalu setia padamu." Jovano berlagak menenangkan ibunya. Padahal tadi siapa yang mendesak sang ayah mengenai pembicaraan peri di Avalonia?      

"Ha ha ha, Tuan Putri," Kenzo ikut menyela. "aku juga percaya bahwa Tuan Muda Dante tidak akan berani memiliki siapapun selain Anda. Jikalau memang dia memiliki wanita lain di negeri Avalonia, untuk apa dia susah payah keluar dari negeri indah itu dan pulang ke sini?"      

"Nah! Kenzo benar! Dia mengucapkan dengan sangat tepat, sayank!" Dante berlutut di depan Andrea. Meski dia ingin mengerang karena Andrea tidak seharusnya terus curiga dan cemburu dengan teman-teman peri dia di negeri Avalonia. Siapa yang memiliki pasangan lebih dari satu di sini?     

Dante menekan perasaannya dan mengelus wajah sang istri. "Kau adalah yang utama dan satu-satunya. Mataku sudah dipenuhi akan dirimu saja, Andrea. Kau harusnya tau dan yakin akan itu." Ucapan dari Dante itu sekaligus jawaban tersirat untuk pertanyaan sang putra yang memandangi kedua orang tuanya.      

"Tapi maaf, Dan... aku memang satu-satunya bagimu, sayangnya kamu bukan satu-satunya bagiku." Andrea tampak menderita hatinya ketika mengucapkan ini.      

Dante menggeleng lemah sembari tatap lembut sang istri tercinta. "Tak perlu lagi disebutkan. Asalkan aku masih menempati sudut hatimu, itu sudah membahagiakan aku, sayank." Ia cubit lembut hidung Andrea.      

"Makasih, Dan. Aku beneran beruntung punya suami macam kamu... dan juga Giorge. Kalian semua pria yang luar biasa." Andrea pulaskan senyum di wajahnya. Ia balas membelai rahang suaminya. Rahang itu masih sekokoh dahulu. Kini mulai ditumbuhi sedikit bulu rambut cambang di sana, menambah maskulinitas dari Tuan Nephilim.      

"Papa..." Di ambang pintu dapur, kini muncul Gavin yang mengucek matanya. "Kak Jo, kenapa tidak bangunkan aku?" Ia melangkah masuk ke dapur dan duduk di sebelah ayahnya, Kenzo.      

Kenzo mengusap sayang rambut di kening Gavin. "Kata Tuan Muda Jo, kau bergadang lagi untuk main game semalam, yah?"      

Gavin yang masih terlihat imut di usia enam tahun hanya mengerang kecil. "Padahal Kak Jo juga sama bergadang bersama aku," kilahnya dengan suara keluhan.      

"Jo, kamu pasti yang ngajarin GavGav bergadang, ya kan?" Andrea mendelik ke putranya.      

Jovano naikkan bahu secara cepat, menjawab acuh tak acuh, "Mom, kami ini sudah besar, tolong Mommy ingat itu. Lagipula... kami ini bukan bocah manusia biasa, bukan? Atau Mommy sudah lupa akan itu?"      

Andrea ganti yang mengerang penuh keluhan sekarang. Sang putra sulung selalu saja bisa membuat dia susah berkata-kata. Sebagai gantinya, dia pun mengalihkan pembicaraan ke hal lain. "Oh ya, mumpung ini semua pada libur, gimana kalo kita semua jalan-jalan?"      

Ide yang dicetuskan oleh Nyonya Cambion mendapat respon positif dari Dante yang bersemangat. "Itu bagus sekali, sayank! Ini memang momen yang tepat untuk kita bersama-sama jalan-jalan sebagai keluarga besar!"      

"Mom... aku harus pergi dengan Duff untuk berlatih Kyudo..." erang Jovano.      

"Gak boleh! Hari Minggu adalah hari khusus bersama keluarga!" tegas Andrea sambil lipat dua lengan di depan dada. Matanya menyorot tajam ke Jovano.      

"Oh please, Mom. Aku sudah janji dengan Duff..." pinta Jovano disertai rengekan.      

"Kamu ini udah dari Senin ampe Sabtu ngikutin klub ini dan itu melulu. Emangnya masih kurang juga ampe hari Minggu juga masih aja mo kelayapan di luar?" Andrea menegur putranya. Bagi Andrea, Jovano memang sudah terlalu disibukkan akan kegiatan olah raganya.     

Demi langit, Jovano itu masih sepuluh tahun!      

"Tapi aku sudah berjanji dengan Duff, dan seorang lelaki dinilai dari janjinya." Jovano masih memberikan perlawanan. "Dad, bantu aku membujuk Mommy." Ia menoleh penuh harap ke ayahnya.      

"Gak bisa, Dan! Jangan bantu dia! Lagian, Jo... kenapa kamu merengek seperti anak kecil, heee?" Andrea terbitkan seringai menggoda ke Jovano, merasa senang berhasil menohok si putra yang masih mengerang meminta dikabulkan kegiatannya.      

Jovano kini tak bisa menjawab. Dia hanya berkata, "Kau ini ibu yang senang menggertak anaknya."      

"Hoi, hoi, hoi!" Andrea kembali pasang wajah ganas ke Jovano.      

"Kak Jo, ayo jalan-jalan!" Gavin kecil memberi celetukan dengan suara lucunya. Bocah itu meski berumur enam tahun, tapi wajahnya masih imut seperti umur empat tahun. Lelaki kecil yang tampan dan sekaligus cantik menggemaskan. Mungkin karena seorang Cambion.      

"Gav, Kakak harus menepati janji Kakak pada teman." Jovano menghela napas.      

"Kak Jo, jalan-jalan! Ayo kita jalan-jalan ke Mal! Ada figurin baru pasti di sana! Ayo kita nanti lihat, Kak!" Gavin tau persis kesukaan Jovano yang hobi mengumpulkan figur karakter dari anime. Benda itu hampir memenuhi lemari besar di kamar mereka.      

Kebetulan mereka berdua, Jovano dan Gavin, tidur satu kamar semenjak kecil. Mereka sudah seperti saudara kandung saja.      

Tak berapa lama, ponsel milik Jovano bergetar di saku celananya. Ia meraih dan membaca teks di layar ponselnya. Kemudian, mendesahkan napas sembari bicara ke ibunya, "Haahh... baiklah, kali ini aku setuju jalan-jalan dengan kalian."     

"Halah! Bilang aja Duff batalin acara, ya kan?" seru Andrea.      

Jovano terkekeh.      

"Ada apa, nih? Sepertinya rame di sini?" Shelly datang bersama Kiran di gendongan. Ia selesai menyuapi Kiran di taman.      

"Gini, beb... kita mo jalan-jalan sekeluarga. Kamu juga harus ikut! Semuanya harus ikut, pokoknya! Ahh, aku musti nelpon Kak Myren juga, nih!" Andrea beranjak dari kursinya untuk pergi ke ruang tengah demi bertelepon dengan sang kakak.      

Kemudian, muncul Giorge menggendong Ivy yang baru bangun tidur. Andrea mengecup pipi putri bungsunya sebelum mengatakan pada Tuan Vampir mengenai rencananya untuk berakhir pekan ini.      

Giorge menyambut gembira rencana itu. Terlebih lagi, Myren juga ternyata setuju dengan ajakan adiknya.      

Maka, semua orang mulai bersiap-siap untuk pergi. Masing-masing mulai melangkah ke kamarnya dan mandi.      

"Ayo, Ivy sayank, mandi bareng Momma, yah!" Andrea mengambil alih sang putri dari ayah kandungnya dan mengajak si bungsu ke kamar untuk mandi bersama.      

Giorge membiarkan saja putrinya dibawa sang istri. Dia melangkah ke dapur untuk mencari minuman.      

"Halo," sapa Giorge pada Dante yang masih bertahan seorang diri di dapur.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.