Devil's Fruit (21+)

Perbincangan Para Lelaki



Perbincangan Para Lelaki

0Fruit 526: Perbincangan Para Lelaki     

Pagi harinya, adalah hari Minggu dan anak-anak masih libur sekolah. Shelly sudah menyibukkan dirinya di dapur sejak jam enam tadi, lalu membuatkan bubur pula untuk si kecil Kiran yang biasa dipanggil Ran oleh semua orang.      

Kata Andrea, agar terdengar seperti nama orang Jepang. Ran.      

Kenzo keluar dari kamar sambil menggendong Kiran yang baru bangun tidur. Ia menyerahkan si bayi Kiran ke istrinya agar disuapi atau disusui, sedangkan Kenzo bisa mengambil alih membereskan perkakas kotor di dapur.      

Kemudian, tak lama, disusul Dante yang juga keluar dari kamarnya, mencari gelas dan bubuk kopi untuk membuat kopi bagi dirinya sendiri.      

Kenzo membantu mengambilkan bubuk kopi di lemari dapur dan memberikannya ke Tuan Nephilim. Keduanya sama-sama di dapur. Satunya mencuci piring dan wajan, lainnya merebus air untuk membuat kopi.      

"Sepertinya Tuan Muda pertama tidak bisa tidur semalaman?" tanya Kenzo dengan nada menggoda.      

"Tsk, dasar kau iblis sok tau." Dante tetap fokus pada air di teko dan mulai dituang ke bubuk kopi instan di sebuah mug. Dia tidak repot-repot menoleh ke Kenzo.      

Kenzo terkekeh kecil mendengar ujaran Dante yang bermuatan kalimat ketus, tapi dia yakin Tuan Nephilim tidak seketus ucapannya. "Jangan katakan kau sedang menghitung bintang semalam karena tidur sendirian, Tuan Muda."      

"Csk! Kenz, lebih baik tutup mulutmu dan gunakan untuk bicara sesuatu yang lebih bermanfaat." Dante mulai mengaduk air hitam pekat di mug-nya. Ia masih menunduk tak mau menatap Panglima Incubus kerajaan King Zardakh.      

"He he he... saya hanya mencoba bersimpati dengan Anda, Tuan Muda." Meski Kenzo sudah menjadi anak buah Dante secara tidak langsung, toh sisa-sisa permusuhan sengit mereka dulunya masih ada meski itu sangat sedikit. Ia hanya ingin menggoda Dante saja, tidak lebih.      

"Sebagai Tuan Mudamu, aku tak perlu menjawab ucapan tak penting darimu, Kenz." Meski terkesan menolak, Dante justru duduk di kursi di meja dapur, menikmati kopi hangatnya.      

Kenzo merasa Tuan Muda dia ini seperti ingin bercengkerama. Maka, ia menarik kursi di seberang Dante dan ikut duduk usai mencuci semua perkakas. "Apakah Tuan Muda Dante benar-benar serius memperbolehkan Tuan Putri Andrea mengambil dua suami sekaligus? Ini tidak seperti Tuan Muda Dante biasanya."      

Dante terpaksa melirik ke arah Kenzo di sela-sela seruputnya pada cairan pekat di mug dia. "Lalu kau ingin aku bagaimana? Menentangnya? Mengeluarkan amarah? Mengusir si vampir itu? Tsk!" Ia kembali menyesap kopi perlahan-lahan.      

"Cinta memang bisa membuat kita melakukan banyak hal mustahil. Kau percaya itu, kan Tuan Muda?" Kenzo tersenyum penuh arti ke Dante yang masih menghirup kopinya pelan-pelan.      

"Apakah kau sedang mengungkapkan keluh kesahmu karena tidak bisa lagi berpesta seks dengan banyak wanita seperti dulunya sebelum menikahi Shelly, Kenz?" Tohokan Dante cukup membuat Kenz tersenyum kecut.      

"Itu sudah menjadi pilihanku, Tuan Muda. Dan kurasa itu juga baik untukku. Setidaknya... aku belajar arti mencintai dan setia setelah sekian lama aku hanya mengerti cara bersenang-senang. Kupikir Tuan Muda Dante juga demikian, bukan?" Kenzo tidak membiarkan dirinya adalah satu-satunya yang tertohok. "Kudengar... reputasi dan prestasi Tuan Muda Dante dengan wanita juga sangat mengagumkan."      

"Tsk! Kau terlalu banyak mendengar gosip murahan, Panglimaku." Dante menegaskan kata Panglimaku dengan harapan Kenzo mengetahui statusnya sendiri dan tidak mencoba lebih jauh memprovokasi dengan kalimat menggoda lainnya.      

Sang Panglima Incubus paham maksud panggilan Dante padanya. Ia tertawa kecil. "Ha ha ha... Hamba kecil ini memohon maaf sebesar-besarnya atas kelancangan ucapan Hamba. Tolong Tuan Muda Dante tidak berlama-lama menyimpannya dalam hati."      

"Mulutmu masih saja selicin ludah yang aku buang, Kenz," sindir Dante sembari tenang menyesap kopinya sehingga tersisa setengah dari mug.      

"Fu fu fu~ mungkin karena Hamba juga memiliki ludah yang banyak, makanya bisa begitu licin." Kenzo menjawab santai.      

"Kalian sedang apa berduaan di sini?" Tiba-tiba saja muncul Jovano memasuki dapur. Dia masih memakai piyama tidurnya dan rambutnya acak-acakan berantakan sehabis bangun tidur.      

"Jo, kau sudah bangun." Dante tersenyum ke anak lelakinya yang sangat dia banggakan. Dia sudah mendengar dari Andrea bahwa sang putra memiliki dua jenis kekuatan yang menakjubkan jika tidak bisa dibilang menakutkan.      

"Aku tiba-tiba haus dan ingin segelas jus. Apakah Aunty Shelly sudah membuat jus hari ini?" Jovano melangkah ke lemari es besar di sudut dapur yang bersebelahan dengan ruang makan. Ia membuka lemari es mencari minuman yang diinginkannya.      

"Sepertinya sudah, Tuan Muda Jo. Ada di rak kanan bagian tengah biasanya." Kenzo memberitahu karena lemari es ini berjenis dua pintu.      

"Oke. Nah, itu dia." Jovano menarik sebuah teko kaca besar berisi cairan berwarna hijau. Jus melon. Di sebelah jus melon ada juga jus semangka. Semua penghuni mansion ini menyukai minuman jus segar buatan Shelly.      

Setelah memindahkan sedikit isi teko kaca yang dingin itu ke gelas biasa, Jovano mengembalikan teko ke dalam lemari es seperti sedia kala dan menarik kursi di sebelah sang ayah. "Dad, kau harus mengurangi kopi, Dad. Perbanyaklah minum jus agar tetap mempesona sepertiku ini."      

Dante tergelak kecil atas ucapan putranya, kemudian dia menggusak sedikit rambut sang anak yang sedang meneguk jus dinginnya. "Daddy sering merindukanmu sewaktu kita berjauhan, Jo."     

"Dad, kau tidak berpikir aku secerewet Mommy, kan?" Mata Jovano menatap penuh selidik ke ayah di sampingnya.      

Tuan Nephilim makin tergelak. "Daddy hampir melakukannya kalau kau tidak lekas mencegahnya, Jo. Ha ha ha! Putraku ini memang luar biasa." Ia menatap penuh rasa bangga pada Jovano.      

"Tuan Muda Jo, apakah Gavin belum bangun?" tanya Kenzo pada Jovano yang selesai menghabiskan jus melonnya.      

Jovano menggeleng. "Belum, Uncle. Semalam dia sibuk main game sampai larut dan sepertinya ini masih lelap."      

"Haahh... anak itu, padahal sudah kubilang harus tertib tidur meski kubelikan ponsel." Kenzo tidak bisa tidak mengeluh akan kebiasaan baru Gavin. Main game online di ponsel.      

"Oh ya benar, aku belum mengenal jauh anakmu, Kenz. Siapa tadi namanya?" tanya Dante sambil menatap sang Panglima Incubus di depannya.      

"Gavin. Dia sekarang berumur enam tahun, terpaut empat tahun dengan Tuan Muda Jo." Kenzo menjelaskan. "Ia dan adiknya terpaut lima tahun."      

Dante mengangguk. "Ahh, begitu." Lalu ia menoleh ke anak di sampingnya. "Jo, apakah hari ini kau punya jadwal klub?"      

Jovano berpikir sejenak. "Seharusnya ada, sih! Tapi aku tak tau apakah Duff bisa keluar rumah hari ini atau tidak." Ia menyebut salah satu temannya di sekolah.      

"Memangnya kalian mempunyai rencana ke mana? Latihan apa?" Dante tertarik ingin tau kegiatan sang putra.      

"Hanya latihan memanah, Dad. Sebutannya Kyudo, Dad. Kyudo adalah seni bela diri Jepang dari panahan, Dad. Para ahli di Kyudo disebut sebagai Kyudoka. Kyudo didasarkan pada kyujutsu atau seni memanah, yang berasal dari kelas samurai feodal Jepang. Asal kau tau, Dad... Kyudo dipraktikkan oleh ribuan orang di seluruh dunia." Ia terlihat bangga akan pilihannya.      

"Bukankah itu hanya seni memanah biasa saja, Jo? Jaman dulu di Eropa juga banyak prajurit yang memiliki kemampuan memanah." Dante mengalami sendiri jaman yang dia sebutkan.      

Jovano menggeleng. "No, Dad. Kyudo ini lebih terlihat elegan dan halus tapi kuat. Bahkan baju khusus Kyudo saja keren, Dad! Kau harus ikut aku latihan Kyudo sesekali, oke Dad?" Ia seakan-akan sedang membela Kyudo, padahal hanya membela pilihannya saja.      

Sekali lagi Dante terkekeh atas ucapan sang anak. "Oke, oke, nanti kapan-kapan kita bisa latihan bersama apapun yang kau ingin. Daddymu ini juga sudah begitu lama tidak berlatih apapun selama kurun waktu panjang di penjara dan di negeri Avalonia."      

"Oh ya, Dad, kudengar para peri di negeri Avalonia sangat cantik-cantik. Betulkah itu, Dad?" tanya Jovano sambil memutar-mutar gelas kosong di tangannya.      

"Dengar dari mana kau, hn?" Dante menggusak lagi rambut di puncak kepala anaknya.      

Jovano tidak mengelak dan ikut terkekeh ringan. "Kakek yang memberitahuku. Kata Kakek, para Peri perempuan dan para Elf di Avalonia sangat cantik dan menawan. Apakah tidak ada satupun di sana yang membuat Daddy terpikat? Pasti Daddy di sana seperti idola, ya kan?"      

"Kau ini... jangan mulai bicara ngawur, ha ha ha!" Dante tersenyum canggung. Sang putra ini terlalu mendesak dia dengan ucapan menohok.      

"Wah... sepertinya aku juga kepo pengin tau itu, deh!" Tiba-tiba, Andrea sudah muncul di ambang dapur.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.