Devil's Fruit (21+)

Cantik Seperti Neneknya



Cantik Seperti Neneknya

0Fruit 505: Cantik Seperti Neneknya     

Andrea sudah dilarikan ke rumah sakit bermutu di Hokkaido.     

Giorge tak mau yang sembarangan. Ia tak butuh mobil. Ia melesat membopong istrinya ke rumah sakit itu dengan kecepatan khusus dia.     

Tak ada manusia yang menyadari. Hanya ada kemunculan lelaki panik yang membopong istrinya saja di depan gerbang rumah sakit.     

Para satpam lekas memanggil perawat untuk cepat datang membawakan ranjang emergency.      

Tak sampai setengah jam, Andrea sudah berada di ruang bersalin. Giorge sudah bersiap. Jika para dokter dan perawat yang menangani persalinan Andrea tampak kaget atau heran dengan bayinya, hanya ada 2 pilihan: mengakhiri hidup mereka semua, atau menghipnotis mereka.     

Dan menilik dari Andrea yang sering menolong manusia, Giorge rasanya tau pilihan mana yang harus diambil.     

Tapi, dia lebih berharap bahwa bayinya tampak normal dan tidak ada yang curiga.     

Tak berapa lama, Myren dan yang lainnya sudah datang. Kenzo dan Ronh tetap di Vila menjaga anak-anak: Jovano, Gavin, dan kedua anak Myren yang dititipkan ke Vila mereka.     

Myren, Revka, dan Pangeran Djanh berlari menyongsong Giorge yang sedang mondar-mandir di depan ruang bersalin.     

Terdengar suara Andrea sedang mengejan kuat.     

"Gimana Andrea?" tanya Revka, cemas? Kali ini dia memanggil Andrea dengan nama yang jelas. Tidak seperti biasanya.     

"Sedang di dalam. Sepertinya menderita sekali. Hghh! Aku ingin masuk!" Giorge kepalkan tangan. Ia tak tahan mendengar erangan kuat Andrea di dalam. Itu menyiksa Giorge. Ia tak suka istrinya kesakitan.     

Walau ini harus terjadi demi anak mereka.     

Giorge dilema tak karuan.     

Pintu ruang bersalin terbuka secara tiba-tiba. Semua menatap kemunculan perawat.     

"Suami Nyonya Andrea?"     

"Saya!" Giorge cepat menyahut.     

"Silahkan masuk."     

Tanpa menunggu menit berganti, Giorge lekas memburu masuk ke ruang bersalin. Tapi dia tetap diharuskan memakai pakaian khusus terlebih dahulu untuk menghindari perpindahan kuman atau bakteri ke Andrea yang sedang sangat rentan.     

Giorge ingin menangis rasanya melihat sang istri tergolek menyedihkan di atas ranjang bersalin. Dua kakinya mengangkang lebar dengan dokter ada di depan pintu keluar jalur si bayi, memeriksa kondisi di dalam sana.     

"Gio! Ernghh!" Andrea sayu menatap suaminya dan memanggil dibarengi mengejan.     

Giorge cepat menyambar tangan Andrea. "Iya, Rea. Aku di sini! Aku di sini! Jangan kuatir, yah!" Matanya basah tak rela istrinya menderita.     

Tapi ini demi anak mereka.     

Andrea tersenyum kecut sambil terus mengejan kuat. Sepertinya dia mulai lelah. Pinggang belakang berasa akan lepas saja. Sedangkan ia sudah mati rasa di area vagina karena saking berkontraksi.     

"Sedikit lagi, Nyonya." Dokter memberikan semangat ke Andrea. "Saya sudah melihat ubun-ubun bayi Anda!"     

Perawat pun kembali menyemangati Andrea untuk mengejan lagi sembari mereka mendorong perut buncit Andrea agar memuluskan sang bayi meluncur keluar.     

Giorge tak tahan lagi. Wajah Andrea sudah merah padam akibat mengejan. "Biar saya saja yang mendorong, Suster!"     

Para perawat pun saling tatap dan lalu menatap dokter untuk meminta persetujuan. Setelah dokter mengangguk, mereka pun mengijinkan Giorge untuk mengambil alih tugas mereka.     

Giorge letakkan satu tangannya ke perut besar Andrea. "Ayo mengejan, Rea. Aku bantu mendorong. Satu, dua..."     

Andrea pun mengejan kuat dibantu dorongan dari Giorge.     

Giorge tau dia tak boleh terlalu keras menggunakan tenaganya atau akan fatal. Ia hanya alirkan sedikit kekuatan dia ke perut Andrea.     

"Terus, Nyonya! Sedikit lagi! Ya! Sedikit lagi!" Dokter berteriak heboh karena kepala bayi mulai tampak jelas di bibir vagina Andrea. "Sedikit lagi!"     

Andrea kumpulkan napas lagi dan mulai mengejan kuat kembali dengan bantuan dorongan spesial dari Giorge. "Errrrggghhhhhh!!!!"     

Kepala yang diharapkan itu pun keluar melewati bibir vagina. Dokter pelan-pelan menariknya dibantu ejan Andrea dan kekuatan Giorge yang mendorong dari dalam.     

Akhirnya seluruh tubuh bayi itu pun meluncur keluar dan sigap didekap dokter untuk dipotong tali pusatnya kemudian ia tepuk ringan si bayi.     

Tak berapa lama, suara tangisannya terdengar. Suara tangis kuat bayi yang berhasil lahir.     

Andrea dan Giorge tersenyum bahagia.     

"Nyonya, mengejan sekali lagi." Dokter meminta. Andrea mengangguk patuh dan mengejan lagi meski tidak sampai sekuat tadi.     

Dalam hitungan detik, keluarlah ari-ari bayinya. Dokter serahkan itu ke perawat lainnya di situ.     

Setelah itu, bayi Andrea yang tadi diberikan ke perawat agar dibersihkan ala kadarnya terlebih dahulu, kini diserahkan ke Andrea untuk disusui.     

"Silahkan, Nyonya." Perawat meletakkan bayi itu ke dada Andrea. Dan sang bayi mencari-cari puting susu ibunya, lantas menyedot rakus begitu menemukan.     

Andrea terkekeh geli melihatnya. Ia usap sayang kepala bayinya.     

Sementara Andrea sedang menyusui, dokter menjahit area kewanitaan Andrea yang sempat robek sedikit.     

"Bayi Anda perempuan dan sangat cantik, Nyonya." Perawat tersenyum lembut tanpa membuka masker mulutnya. Tapi dari matanya, Andrea tau perawat itu sedang tersenyum padanya.     

Andrea mengangguk. "Terima kasih, perawat dan dokter yang sudah membantu saya." Andrea berterima kasih pada tenaga medis di ruang itu.     

Mereka pun mengangguk ke Andrea.     

Setelah bayinya puas menyusu, perawat mengambil si bayi untuk dimandikan dan kemudian kembali diserahkan ke Andrea.     

Mata berair Andrea menatap bayi perempuan cantik yang berwarna merah terbungkus kain bersih di dekapannya.     

Giorge tak kuasa menahan tangisnya. Ia terus mengecupi wajah istrinya, lalu wajah anaknya. Satu tangan Andrea menjangkau pipi Giorge untuk menyeka air mata suaminya.     

Mereka berdua bahagia. Dan lega.     

Hari ini mereka nyaris kehilangan bayi ini. Hari ini mereka nyaris celaka.     

Namun, nasib baik masih mau menaungi mereka dan sang bayi.     

Andrea tak percaya akan adanya karma buruk seorang bayi. Bagaimana pun, bayi adalah makhluk suci yang hadir di dunia. Makhluk seperti itu tak bisa membawa karma buruk apapun! Persetan dengan ramalan Emanuela.     

Kemudian, Andrea di dorong keluar dari ruang bersalin oleh perawat menggunakan ranjang dorong untuk menuju ke kamar VIP yang dipesan Giorge.     

Myren dan Revka tersenyum penuh haru melihat bayi cantik di dekapan Andrea. Mereka semua mengikuti perawat ke kamar untuk Andrea.     

Setelah di kamar VIP, Revka sibuk mengecupi bayi cantik tersebut. "Aih, lucunya. Ummch! Aduh beneran manis ini anak, unnchh!"     

"Haha, udah dong." Andrea terkekeh. "Ntar abis pipi anak gue."     

Revka melotot sok galak.     

Plop!     

Tiba-tiba, King Zardakh muncul di ruangan itu. "Ayah baru dengar beritanya dari Myren. Ayah langsung ke sini meninggalkan rapat di Antwerp."     

Andrea putar matanya. "Yakin kagak rugi tuh ntar ditinggal gitu aja, Beh? Sono gih, balik lagi!" Ia tak percaya ayahnya ada di tengah rapat.     

"Ayah bicara jujur, sayank. Ayah memang sedang rapat di Antwerp sana. Di Eropa jauh. Butuh beberapa menit untuk ke sini." King Zardakh lekas maju mendekati cucu barunya. Revka pun menyingkir.     

Bayi itu bergerak-gerak kecil dalam kungkungan kain yang menyelimutinya.     

"Wah, cucuku sangat cantik, seperti neneknya." King Zardakh amati sang bayi.     

Andrea kerutkan dahi. "Neneknya? Yang mana?"     

"Ibumu, dong!" jawab King Zardakh tanpa ragu-ragu. Lalu ia menoleh ke Giorge. "Maaf, Menantu. Bukan maksudku mengatakan ibumu jelek. Ibumu cantik, tapi ibu Andrea jauh lebih cantik. Anaknya saja kalah cantik."     

"Hahaha..." Giorge tertawa ringan. "Tentu tak apa, Ayah Mertua. Memang seharusnya seorang suami memuji dan memuja istrinya sendiri, bukan begitu?"     

King Zardakh ikut tertawa senang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.