Devil's Fruit (21+)

Gerah di Musim Dingin



Gerah di Musim Dingin

0Fruit 496: Gerah di Musim Dingin     

Setelahnya, keadaan mulai tentram lagi, meski Kenzo dan Giorge tidak pernah mengendurkan penjagaan mereka pada Andrea.      

King Zardakh juga diam-diam mentitahkan beberapa pengawal Iblis kuat kerajaan dia untuk menjaga di sekitar mansion Andrea.      

Hari-hari dilewati Andrea penuh ceria bersama Jovano dan yang lainnya sembari ia menikmati kehamilannya yang semakin tua. Perutnya kini mulai tampak seperti ibu hamil tujuh bulan. Padahal ini sudah melewati satu tahun masa kehamilan.     

"Bener, dah! Gue bentar lagi metamorfosis jadi gajah kalo gini. Awas aja kalo dua taon kamu belom brojol juga, Nak..." Andrea menatap intens perut buncitnya. "... Mama bakalan gak kasi kamu warisan!" ucapnya dengan nada kejam mengancam.     

"Rea, sudah... Jangan dimarahi. Nanti dia malah tambah takut keluar, bisa-bisa sampai tiga tahun, gimana?" Giorge makin menggoda istrinya sambil menyodorkan jus semangka dingin buatannya.     

Mata Andrea berputar kesal sambil ia menerima gelas dari suaminya. "Heeghh! Berani dia ngendon tiga taon di sana, aku jadiin batu, loh!"     

"Ndrea kok gitu, sih ama dedek bayi di dalam..." Shelly sudah muncul di dekat Andrea, lalu mengelus perut buncit Andrea. "Dedek sayank... jangan takut keluar, yah, nanti bakalan Tante Shelly belain, oke. Dedek cepetan keluar, dong, biar Mama kamu nggak keriputan karena ngamuk-ngamuk melulu. Hi hi hi..." Ia berbicara ke perut Andrea.     

"Ih, bebeb terlalu manjain dia!" kilah Andrea, bersungut-sungut.     

"Kasian kan, gak ada yang belain..." Shelly duduk menyebelahi Andrea, sedangkan sisi lain ada Giorge yang senyum-senyum melihat istrinya.      

"Loh, apa papanya ini tidak tergolong membela anak yang di sini, hm?" Giorge ganti mengelus perut besar Andrea usai Shelly menarik tangannya kembali.     

"Auk, dah ah!" Andrea pun meneguk habis jus semangka dingin buatan suaminya. "Ini AC-nya rusak atau gimana, sih? Panas banget, gilak!" Ia mengedarkan pandangan ke arah Air Conditioner ruang di sudut ruangan.     

"Itu udah yang paling dingin, Ndre. Aku aja ampe kedinginan, nih. Makanya pakai serba panjang gini. Padahal ini siang, loh!" Shelly menunjukkan baju panjangnya yang manis berwarna merah muda dari wol.     

"Ini sudah masuk ke winter, loh Rea," tambah Giorge pula. "Malam pun kamu gila-gilaan pasang AC paling dingin. Untung saja aku ini Vampir." Ia mengambil majalah tipis untuk dijadikan kipas darurat dan mulai mengipasi istrinya yang katanya kepanasan di udara sedingin ini.      

Andrea menoleh ke suaminya. "Tapi emang gerah banget, pret." Ia bersikukuh.     

"Kenapa tidak ke Cottage musim dingin Papa saja?" Tiba-tiba King Zardakh sudah muncul di antara mereka.     

"Dih, nyamber aja," olok Andrea ke ayahnya.     

"Mau, tidak?" King Zardakh menawarkan. "Kamu pasti belum pernah ke Cottage Papa yang di Hokkaido, Vila Keyaki di Ginto Residence. Belum pernah, kan?"     

Andrea menyipitkan mata mulai tertarik. "Ada apaan aja di sana?"     

"Luas tanah 2.500-an meter persegi, luas bangunan sepertinya 420 meter persegi. Ada 5 kamar tidur beserta kamar mandi dalam, taman indoor, maid room, media room semacam bioskop mini, pemanas lantai, view ke Gunung Yotei, dan sudah dilengkapi dengan Onsen keluarga juga. Gimana?" King Zardakh menampakkan wajah membujuk.     

"Babeh gue..." Andrea terkekeh. "Dah macem sales properti aja..."     

"Andrea... Papa ini kan memang tukang jualan properti, apa kau sudah mulai pikun?" keluh King Zardakh. Kemudian ia meraih ponselnya, dan kemudian menggulir sebuah foto. "Nih, seperti ini." Ia sodorkan foto di ponsel itu ke putrinya.     

Andrea menerima ponsel itu dan mengamati bersama Giorge. "Mayan, sih. Not bad lah!"     

Hidung King Zardakh kembang kempis senang karena Andrea memuji properti miliknya.     

"Berapa nih Vila babeh beli?" Andrea serahkan ponsel itu ke Shelly yang ingin ikut melihat gambarnya.     

"Murah, sih. Cuma sekitar 5,7 juta euro," jawab King Zardakh santai.     

"Berapa, tuh kalo dikurs ke rupiah?" Andrea sedang malas berpikir saat ini karena hawa gerah yang dia rasakan meski ini sudah musim dingin.     

"Yah... sekitar 97 milyar rupiah." King Zardakh menyebutkan nominal dengan nada santai, seolah nominal demikian hanya hal remeh-temeh saja baginya.     

"Nyaris satu trilyun!" pekik Andrea sambil melotot. "Properti Babeh gimana bisa berserakan di mana-mana?" Ia berseru takjub. Ayahnya ini sungguh boros. Iblis yang amat boros. Terlalu gampang menghamburkan uang.     

King Zardakh memutar bola matanya. "Nak, bagi Papa itu hal kecil bila masih kisaran milyar."     

Andrea teringat sesuatu. "Trus, yang beach house dulu gue ama kampret pernah ke sana, itu berapa Babeh beli?"     

"Yang di Chiba?" King Zardakh menyebutkan sebuah prefektur di Jepang. Putrinya mengangguk. "Oh, itu cuma 3 juta euro lebih. Yah, sekitar... 51 milyar rupiah."     

Andrea membelalakkan mata. Ayahnya benar-benar terlalu menikmati uangnya. Hidup bagai sultan. Iblis satu ini apakah tidak pernah ingin punya tabungan untuk hari tua? Errrr... apakah Iblis bisa menua?     

"Nak, itu masih tergolong murah dibandingkan luxury house Papa di Shinagawa, itu satu milyar euro. Sekitar 170 trilyun." King Zardakh malah keceplosan. "Eh!"     

Andrea langsung tudingkan telunjuknya ke sang ayah dengan pandangan syok. "Itu ngapain beli rumah semahal gitu? Buat apaan, hayo?!"     

King Zardakh menghela napas seakan menyerah. "Papa... Hghh... Itu karena Papa merasa sayang saja kalau ada rumah besar sebagus itu yang nganggur."     

"Nganggur?"     

"Maksudnya... Tidak dipunyai." King Zardakh beralasan.     

"Mana ada rumah kagak dipunyai? Bitplis, Beh!" seru putrinya.     

"Yah namanya dijual berarti kan tidak lagi dipunyai," kilah King Zardakh tak mau disalahkan.     

Andrea menepuk dahinya. "Jadi karena sayang karena kagak ada yang beli, gitu yah?"     

"Ya, betul!" King Zardakh bersemangat. "Sebagai penguasa bisnis properti di Jepang, mana bisa Papa tidak punya rumah yang fantastis?"     

Andrea menghirup napas dalam-dalam. "Emangnya ada apaan aja ampe Babeh termehek-mehek ama tuh rumah?" Ia memancing ayahnya.     

"Bangunannya 550 meter persegi! 6 kamar tidur, 4 kamar mandi, kolam renang luas, floor heating, elevator, 4 room ekstra, lahan parkir luas..." urai Zardakh penuh antusiasme. Benar-benar mirip sales properti menjaring konsumen.     

Putrinya memijit pelipis sembari setengah tertunduk. "Emang Babeh sering ke sana? Enggak, kan? Akhirnya juga kosong pula di sono, ya kan?"     

"Sering, kok!" King Zardakh langsung menyambar agar tidak kalah debat. Terkadang Tuan Raja ini bisa muncul sikap kekanakannya.     

Andrea menyeringai puas atas masukannya sang ayah pada kalimat jebakannya. King Zardakh merasakan ada sesuatu yang salah. "Babeh ama siapa kalo ke sono? Humm?" Suara lembut Andrea terdengar mencurigakan. Apalagi pandangan matanya.     

King Zardakh merasakan dingin di tengkuknya secara tiba-tiba. "Anu... Itu... Cuma..."     

"AWAS AJA KALO GUE PUNYA MAMAK TIRI! GUE BAKAR NTAR DIA!" raung Andrea ganas sambil pergi berlalu ke kamarnya dan meninggalkan bunyi berdebum dari pintu yang dibanting.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.