Devil's Fruit (21+)

Harus Ikut Bertempur!



Harus Ikut Bertempur!

0Fruit 495: Harus Ikut Bertempur!     

Lalu, apakah Jovano benar-benar akan menjadi anak bencana seperti yang diramalkan tetua Nephilim?     

Tapi... mana mungkin? Jovano begitu manis dan penuh sayang pada makhluk apapun. Bahkan dia tak pernah menghalau kucing di jalanan. Dia juga tak segan memeluk anjing yang terlantar di taman dan memberikan semua makan siangnya di kotak bekal pada anjing itu sebelum ia melenggang pergi.     

Jovano rasa-rasanya sangat jauh dari kategori anak bencana. Andrea bisa memastikan anaknya tersebut sungguh anak baik. Bahkan kalau perlu dia bisa tunjukkan piagam penghargaan dari sekolah Kindergarten bahwa Jovano pernah mendapat penghargaan sebagai anak paling manis dan baik tahun lalu.     

Terkadang orang-orang itu sok tahu dengan urusan orang lain, sok memvonis anak orang lain.     

Andrea mendengus kesal. "Aku jadi laper. Beb, buatin Indom** goreng, dong! Tiga! Jadi emosi, nih aku!"     

Shelly yang ada di sebelah Andrea cuma tersenyum simpul, sementara yang lainnya melongo mendengar ucapan Andrea.     

Giorge cuma meringis membalas tatapan ayah dan saudara Andrea. "Dia... Akhir-akhir ini Rea sedang doyan makan. Mungkin bawaan janin."     

"Ya ampun, Gi!" pekik Myren. "Tapi itu tiga, loh! Tiga! Aku aja dua udah nyerah. Yah enak, sih, dan udah ngetop di Jepang ngalahin mie sini, tapi, kan..."     

"Kak Myren gak usah sirik, deh!" raung Andrea dari dalam mansion. Ternyata dia masih bisa mendengar pekikan kakaknya. "Itu enak banget, tauk!"     

Myren cuma bisa geleng-geleng. Dia paham terkadang napsu makan ibu hamil bisa membuncah bagai ingin menelan gajah.      

"Mungkin Andrea sedang menuntaskan rasa kangen dia dengan tanah air yang sudah lama tidak dia kunjungi, Kak." Shelly memberikan alasan, seolah-olah dia paham apa yang terjadi dengan kegilaan Andrea pada mie buatan Indonesia tersebut.      

Myren tidak bisa berkata apa-apa selain menghela napas. Ia pun bisa memahami jika memang Andrea merindukan tanah airnya. Meski banyak yang menganjurkan pada Andrea untuk sesekali pulang ke Indonesia, Andrea belum ingin.      

Alasan dari Andrea masih sama, dia belum sanggup melihat tempat di mana Oma dan Opa dibantai oleh Ruenn secara kejam ketika dia masih mengungsi di Underworld.      

Kematian Oma dan Opa merupakan pukulan berat bagi Andrea. Bahkan dia rasanya belum rela itu terjadi. Ia terkadang akan menangis diam-diam jika teringat akan Oma dan Opa yang sangat dia sayangi.      

Kedua orang manula itu selalu mencurahkan kasih sayang tiada jeda pada Andrea. Mereka berdua tidak pernah mengeluh apapun kenakalan yang dilakukan Andrea semenjak kecil. Keduanya tampak memanjakan sang Cambion yang sudah ditinggal ayah dan ibunya semenjak lahir.      

Oma yang selalu bersikap lembut dan kerap memasakkan makanan favorit Andrea: semur jengkol pedas. Oma juga yang berjuang agar Andrea selalu hidup dengan nyaman meski dengan keterbatasan mereka.      

Opa adalah sosok yang tegas namun selalu menyerah jika Andrea sudah bersikap manja dan merengek. Opa rela membanting tulang tuanya demi bisa menyediakan kehidupan untuk Andrea. Opa tidak pernah mengeluh capek meski tulang tuanya harus dibawa bekerja berat di beberapa tempat.      

Jika mengenang itu semua, Andrea pasti takkan bisa menahan air matanya.       

Kenapa... kenapa berbagai nestapa harus menghampiri kehidupan sang Cambion ini? Ia selalu saja mendapatkan tragedi bertubi-tubi.      

Kematian sang Ibunda, Nivria, yang dipicu oleh keegoisan Andrea sendiri. Kemudian, disusul kematian Oma dan Opa tak berapa lama berselang dari wafatnya Nivria. Setelah itu, tragedi masih juga mempermainkan Andrea dengan meninggalnya Dante.      

Semua sosok itu begitu berarti bagi Andrea, namun terenggut paksa dari pelukan dia untuk diserahkan ke Penguasa Akherat.      

Kemarin dia baru saja bangkit setelah kehilangan Dante. Ia sudah mulai menata retakan-retakan di jiwanya.      

Namun, kenapa sekarang justru ada lagi yang ingin mengguncang hidupnya dengan mengatakan anak di dalam perutnya merupakan bencana bagi sebuah ras?      

Andrea tidak perduli jika memang itu benar sesuai yang didengar atau dilihat oleh Emanuela melalui tafsir apapun. Sungguh, Andrea tidak perlu perduli.      

Toh, musnahnya ras Vampir bukan urusan dia. Yang menjadi kewajiban Andrea, adalah... melindungi anak-anak dan orang tersayang dia. Jangan sampai lagi ada dari mereka yang direnggut dari sisinya seperti dulu.      

Maka, kali ini Andrea takkan goyah, dan juga dia tidak ingin melarikan diri seperti dahulu ketika Jovano berada di perutnya.      

Andrea akan melawan dan mempertahankan anak di perutnya, apapun yang terjadi. Dia tak akan lari ke Underworld. Ia akan bertarung meski dia sudah tak memiliki kekuatan Iblis dia yang dulu ia punyai.      

Ia percaya bahwa orang-orang di sekitarnya pasti akan turut bertarung bersama dengannya. Ia percaya pada sang ayah, pada kakaknya, pada para panglima terpercaya milik sang ayah.      

Andrea hanya harus memikirkan saja bagaimana agar Shelly, dan anak-anak kecil lainnya tidak perlu terlibat jika memang nantinya harus ada perang antara pihak dia dan ras Vampir.      

-0-0-0-0-0-     

"Ndrea, ngelamunin apa, sih? Dari tadi kok aku liat, kamu kayaknya diem banget." Shelly sudah mengambil posisi duduk di samping Andrea ketika Nyonya Cambion berada di taman belakang mansion.      

Andrea tidak menoleh. Tatapannya masih tertuju ke arah rumpun mawar-mawar biru di depannya meski sebenarnya pikiran dia tidak ke bunga-bunga favorit dari Nivria itu.      

"Gue... hm... gue lagi mikir, enaknya ntar ungsikan kamu ma anak-anak lainnya ke mana, yah?" Andrea mengusap ringan dagunya, seolah sedang berpikir keras.      

"Ungsikan aku dan anak-anak?" beo Shelly sambil terus tatap sang sahabat.      

Andrea mengangguk sekali. "Jika memang nanti harus ada perang melawan para Vampir, gue gak mau sesuatu terjadi ke kamu ama anak-anak yang masih kecil-kecil." Sekarang Andrea mulai menoleh untuk menatap serius ke Shelly di sebelahnya.      

Mata Shelly bergerak-gerak gelisah. "Ndrea, apakah memang harus perang? Tak bisa ambil jalan tengah yang damai?" Mau tak mau, Shelly teringat tragedi meninggalnya bayi pertama dia ketika di Cordova.      

Menghela napas sebentar, Andrea pun menyahut, "Beb, diliat dari manapun, para Vampir yang dateng ke sini kemarin itu jenis yang pasti kagak mau damai dan gak bakalan lepasin anak gue. Apalagi yang boncel songong."     

"Emanuela?"      

"Yah, si manula."     

"Emanuela, Ndrea."      

"Terserah deh apa nama dia. Pokoknya itu."      

Shelly tertunduk, tangannya saling meremas satu sama lain. "Lalu... kira-kira... aku dan anak-anak... harus ke mana?"     

Andrea menengadahkan kepala, menatap langit biru sore ini. "Hahh... yah mungkin terpaksa ke Underworld."      

"Bareng ama kamu juga, kan Ndre?" tanya Shelly penuh harap.      

"Gak, Beb. Aku harus ikut bertarung."      

"Tapi, Ndrea... kalo kondisinya kamu masih hamil, gimana?"      

"Meski gue gak sekuat dulu, tapi gue masih punya kekuatan melemparkan sesuatu dengan kibasan tangan gue. Ini kayaknya kekuatan Mossa gue masih tersisa dikit."     

Shelly tampak murung, tidak bisa menerima keputusan Andrea. "Ndrea, jangan." Ia meremas tangan sahabatnya. "Ikut aku ma anak-anak ke Underworld kalau harus mengungsi, yah!"     

Andrea balas meremas tangan Shelly sambil berujar, "Gak bisa gitu, Beb. Gak mungkin aku ngebiarin babeh dan kakak serta yang lain berjuang untuk gue tapi gue malah ngumpet gak ngelakuin apa-apa. Gue gak bisa gitu. Gue harus ikut bertempur bareng ma mereka."     

Shelly tak bisa berkata-kata lagi bila sudah melihat keteguhan sikap pada binar mata Andrea. Cambion itu sudah menentukan keputusan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.