Devil's Fruit (21+)

Surprise! Surprise!



Surprise! Surprise!

0Fruit 466: Surprise! Surprise!     

Pekan berikutnya adalah ulang tahun keempat bagi Jovano. Andrea ingin mengadakan pesta kecil di kafe khusus hari itu saja. Kafe akan tutup sore hari untuk pesta perayaan Jovano.     

Meski Zardakh menawarkan perayaan di ballroom hotel terkemuka di Tokyo, Andrea menolak. "Ini pesta untuk Jo, Beh. Bukan untuk relasi bisnismu!" Dia tau pasti kalau dirayakan besar-besaran, yang ada, tamu undangan lebih didominasi rekan bisnis ayahnya saja.     

King Zardakh tertawa, strateginya ketahuan. "Apa salahnya memperkenalkan pada mereka akan cucuku yang luar biasa tampan ini?"     

Andrea putar bola mata. "Sudahlah, kakek genit! Noh, ditanyain mulu ma emak-emak sekolahnya Jo, dasar genit!"     

"Hei, apa ketampanan Ayah merupakan sebuah dosa?" kilah Zardakh.     

Andrea berlagak muntah. "Hueekk! Bitplis, jangan ampe makan pagi enak gue kebuang sia-sia demi denger celotehan kakek genit."     

Kambali, sang Raja terbahak.     

Tiba-tiba ponsel Andrea bergetar. Ia ambil dari saku tasnya, dan lekas menekan tombol terima saat tau siapa penelponnya. "Ada apa, Kak Ronh?" Tak biasanya si kakak ipar menelpon dia. Pasti ada yang gawat, atau... "Heh? Beneran? Oke, oke, gue otewe!"     

"Myren melahirkan?" tanya Zardakh.     

"Tau aje, lu Kek."     

Keduanya bergegas keluar dari ruang kantor Andrea, menuju ke rumah sakit tempat Myren dilarikan karena air ketuban pecah.      

Setengah berlari, Andrea lari ke parkiran. Namun, Zardakh sudah mencegat langkah Andrea sebelum ia mencapai mobil.     

"Ayo, pakai mobil Ayah saja!" seru Zardakh. Tak mau buang waktu, Andrea pun masuk ke mobil ayahnya.     

Mereka lekas memburu ke ruang administrasi untuk menanyakan pasien bernama Myren.     

"Oh, yang tadi datang dengan ambulans?" tanya perawat yang bertugas di sana. "Dia sudah masuk ruang operasi. Tadi dokter memeriksa dan ternyata bayi terlilit tali pusar, makanya harus segera operasi."     

Perawat pun mengantar keduanya ke bagian ruang tunggu operasi. Di sana mereka bertemu dengan Ronh.     

"Baginda."     

"Ronh. Anakku baik-baik saja, kan?"     

Ronh mengangguk. "Hamba yakin Jenderal pasti kuat. Jangan kuatir, Baginda." Ronh menggunakan bahasa Iblis. Andrea sedikit paham meski agak samar.     

"Semoga semua lancar, deh. Aduh... bikin gue kuatir aja." Andrea memilih duduk di sofa ruangan sejuk dan lumayan luas tersebut.     

Ronh pamit untuk membelikan kopi hangat untuk ayah mertua dan adik iparnya.     

Tak sampai setengah jam, akhirnya Myren keluar dari ruang operasi, tersenyum lebar sembari mendekap bayinya.     

"Aiihh... lucunya... manis banget anak lu, Kak!" Andrea mengagumi keponakan barunya. Bayi merah berjenis kelamin perempuan itu merengek kecil dalam dekapan ibunya.     

Myren pun dibawa kembali ke kamarnya menggunakan ranjang dorong dia. Andrea, Zardakh, dan Ronh mengikuti. Sang suami sudah mendaftarkan ke kamar VVIP. Kamar yang memperbolehkan ibu bersama dengan bayinya.     

Kabar suka cita ini pun sampai ke Revka dan Shelly. Sore itu, mereka bergegas datang. Kenzo memberi anaknya selaput pelindung khusus agar tak bisa dihinggapi kuman atau bakteri apapun ketika mereka masuk ke rumah sakit. Tak mungkin meninggalkan Gavin kecil, nama anak mereka, di kafe atau rumah.     

Revka dan Djanh juga datang beserta anak-anak mereka. Kamar rawat Myren mendadak ramai. Untung saja di ruang VVIP atau suster bisa mengusir para penjenguk yang memadati kamar.     

Myren riang menyahuti semua yang bertanya padanya. Bayi perempuan terus di dekapan. Sang bayi baru saja menyusu sampai kenyang, makanya tetap tenang meski sekitarnya ramai. Bayi Shelly juga tenang tertidur tidak terganggu berisik obrolan dan celoteh sekitarnya.     

"Namanya siapa, nih?" tanya Revka ke Myren.     

"Masih bingung. Antara Vivana atau Voindra." Myren menatap penuh sayang bayinya.     

"Voindra aja, Kak!" cetus Andrea. "Ah, gue musti jemput Jo, nih! Bye dulu, yak!" Ia mengecup pipi Myren. Ingin kecup si bayi, tapi tak dibolehkan Myren dengan alasan tidak higienis.     

Akhirnya Andrea mengecup pipi Baby Gavin sebelum keluar kamar itu untuk menjemput anaknya. Padahal Kenzo menawarkan diri menjemput, tapi Andrea menolak.     

Tak perlu menunggu lama bagi Andrea, karena begitu dia berjalan masuk ke area sekolah, anaknya sudah keluar dari after school-nya.     

"Mommy!" seru si bocah, riang.     

"Ayok kita jenguk sepupu baru kamu." Andrea usap rambut Jovano.     

"Sepupu baru? Jadi, Tante Myren sudah melahirkan?" tanya Jovano yang dijawab anggukan oleh ibunya. Jovano lekas putar badan ke arah teman-teman dan gurunya. "Minna-san, sensei, aku punya sepupu baru!"     

"Wah, omedettou, Jovano! Selamat!" Salah satu guru di sana mengucap selamat ke Jovano sambil menunduk hormat ke Andrea.     

Semenjak identitasnya ketahuan sebagai anak pemilik Zen Group, Andrea agak mendapatkan perlakuan khusus dari para guru.     

"Omedettou, Jo!"     

"Congrats, bro!"     

Beberapa temannya memberi ucapan selamat.     

"Hei, Jo, minggu depan jadi, kan pestamu?" tanya seorang yang lain.     

"Mochiron! Tentu saja! Kalian semua harus datang, yah!" jawab Jovano, lalu bergegas masuk ke mobil bersama ibunya.     

Menjelang jam sembilan malam Andrea pulang dari rumah sakit ke rumah bersama Jovano. Shelly dan Kenzo sudah lebih dulu pamit untuk ke kafe. Mereka harus tutup jam sembilan malam setelah buka jam sembilan pagi tadi.     

Terkadang Andrea minta Baby Gavin tidur dengannya dan Jovano. "Anggep aja gue baik, kasi elu berdua kesempatan lopidopi, siapa tau mo ngebut bikin lagi."     

Shelly tersipu. "Tapi nanti kalau rewel, kau harus ketuk kamarku, loh Ndre."     

"Yah, kalo gue yakin kagak ada suara ah uh ah uh di kamar elu, gue bakal ketok, deh. Hahaha!" goda Andrea makin membuat sahabatnya malu.     

Kehidupan berjalan dengan menyenangkan bagi Andrea dan mereka yang di sekelilingnya. Baby Gavin dan Baby Voindra mampu membuat atmosfir ceria setiap mereka hadir.     

Hingga tak terasa tiba waktunya ulang tahun Jovano keempat dirayakan.     

Tropiza sudah mulai dihias semenjak pagi. Terpaksa ditutup untuk umum sehari itu saja demi pesta Jovano.     

Sang bintang hari itu berkali-kali umbar senyum riang sejak pagi. Di sekolahnya, Andrea membagikan bingkisan kecil untuk teman kelas dan guru-guru. Hari itu, di kelas Jovano seakan ada pesta singkat. Selain bingkisan jajanan, Andrea juga membagikan kotak bento ke teman-teman Jovano.     

Meski begitu, kehadiran Andrea juga menjadi pusat perhatian di sana. Memakai baju merah marun potongan leher persegi, ketat membungkus tubuh hingga selutut, menimbulkan decak kagum. Para guru pria memimpikan istri seperti Andrea. Cantik, seksi, sukses.      

Siang jam dua, karena tak ada jadwal after school, Jovano pun pulang setelah ibunya menjemput.     

"Ke rumah dulu, yah!" ucap Andrea.     

"Um!" Jovano mengangguk. "Oh ya, Mommy, karena aku sudah empat tahun, berarti aku sudah boleh naik kelas, kan?"     

Ibunya menoleh ke Jovano. "Tunggu tahun kelas baru nanti, sayank."     

"Mom, jangan panggil aku seperti itu. Please, aku ini lelaki."     

Andrea tergelak. "Dasar sok tua."     

"I'm not old. I'm just wise," sanggah Jovano. Ibunya makin terbahak. "Dan tolong jangan pakaikan aku baju aneh sore ini, Mom."     

"Baju aneh?"     

"Iya. Yang ribet seperti biasa dipakai Zevo."     

Andrea terbahak-bahak keras. "Maksudmu jas? Wahahaha! Baju aneh! Muahahaha!" Ia sampai memukul-mukul setir mobil. Setelah mengusap air mata, ia berkata, "Jangan pernah katakan itu di depan Zevo atau Tante Revka, oke?"     

"Berarti di depan Om Djanh tak apa?"     

"Pfftt! Yah kalau kau mau. Pokoknya jangan ke Tante Revka. Bisa ngomel sepanjang sungai Nil ntar! Hahaha!" Andrea benar-benar geli, anaknya ternyata risih dengan baju resmi seperti jas atau blazer. Jangan-jangan kebiasaan Andrea yang kasual menurun ke si anak.     

"Oke, deal!"     

"Untung Mama gak masukin elu ke sekolah Eton, Jo."     

"No!" jerit Jovano menimbulkan tawa keras Andrea kembali menggema di dalam mobil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.