Devil's Fruit (21+)

Membereskan Kekacauan



Membereskan Kekacauan

0Fruit 718: Membereskan Kekacauan     

Setelah akhirnya Hagemori Karin sekarat dan lemas, maka Ivy pun membuang tubuh neneknya secara sembarangan, bagai dia sedang membuang guling saja.      

Melihat ini, Jovano segera menangkap tubuh sang nenek yang lehernya sudah tinggal separo saja dan patah sehingga kepala Hagemori Karin menjuntai ke belakang secara mengerikan.      

Sedangkan Ivy, mulutnya penuh dengan darah sang nenek dan dia secara santai menghapus darah menggunakan satu tangan, sehingga lengan piyamanya pun terkena noda merah itu.      

Myren menerima tubuh Hagemori Karin yang sudah tidak lagi bergerak. Jovano maju ke adiknya, berjalan pelan-pelan untuk mengetahui apakah Ivy bisa didekati.      

"I-Ivy?" tanya Jovano. "Ivy sayank… ini Kak Jo… Kak Jo…" Ia berulang kali menyebut namanya agar sang adik sadar siapa yang bicara padanya.      

Meski begitu, Jovano sudah siaga andaikan Ivy tidak bisa kendalikan diri sendiri dan menyerang dia nantinya.      

Namun, ternyata, si vampire cilik menatap Jovano dengan pandangan heran. Ia memiringkan kepalanya dan berbicara, "Kak Jo…"     

Meski Jovano lega adiknya mengenali dia, tapi dia tetap harus waspada. Ia menyuruh bocah-bocah lainnya untuk keluar dari kamar dan hanya menyisakan Jovano dan Ronh saja di kamar itu.      

"I-Ivy… kau tidak apa-apa?" tanya Jovano hati-hati seraya berjalan maju sedikit demi sedikit ke sang adik yang masih ada di atas tempat tidur.      

"Kak Jo… Ivy kotor…" ucap si gadis cilik sambil menatap lengan dan baju tidurnya yang banyak terdapat noda darah dari sang nenek.      

"Umm… Ivy… ingin mandi? Bersihkan tubuh?" Myren hadir di kamar itu setelah berganti dengan Ronh yang mengurus tubuh Hagemori Karin. "Ayo, dengan Aunty, mandi agar Ivy… bersih dan secantik biasanya." Myren mulai maju untuk menjangkau Ivy.      

"Tidak mau!" Ivy meraung dan sedikit mendesis memamerkan taring kecilnya yang masih penuh dengan darah. "Dengan Kak Jo saja!"     

"E-ehh, tidak bisa, sayank… Ivy perempuan dan Kak Jo lelaki, tidak boleh bersama di kamar mandi." Myren membujuk dibarengi suara lembut.      

Ivy menggeleng tegas. "Papa pernah mandikan Ivy! Papa pernah mandikan Ivy!" serunya sambil menatap tajam ke Myren. Mata merahnya bersinar.      

"Ivy… sayank…" Jovano lekas melerai sebelum si adik semakin marah tidak terkendali. "Dulu, ketika itu kan Ivy masih sangat kecil, makanya Poppa juga kadang memandikan Ivy. Tapi, sekarang… Ivy sudah besar, sudah jadi anak gadis, makanya tidak boleh tubuh telanjang Ivy terlihat oleh lelaki lain, meski itu Kak Jo."     

"Kak Jo tidak sayang Ivy…" Gadis itu mulai basah matanya.      

"Tidak begitu, sayank… Kak Jo tentu saja sangat sayang Ivy." Jovano terus memberikan bujukan.      

"Mandi dengan Kak Jo!" teriak Ivy, tak peduli apapun bujukan kepadanya. Dua tangan memukul-mukul ke kasur.     

"Sa-sayank… Ivy sayank…�� Jovano masih mencoba. "Ivy tidak boleh dilihat telanjang oleh Kak Jo, atau Mommy bisa marah ke Kak Jo."     

"Mama jahat! Mama jahat kalau marahi Kak Jo!" jerit Ivy keras-keras.      

Myren sungguh tidak tau harus berbuat apa. Ingin sekali dia maju dan membuat gadis itu pingsan dengan satu pukulan. Tapi, pasti Jovano akan memarahinya.      

"Ba-bagaimana kalau nanti Poppa yang akan memarahi Kak Jo?" Jurus pamungkas pun diberikan dengan harapan berhasil melumpuhkan kekeras kepalaan si gadis vampire. "Ivy suka kalau Kak Jo dimarahi Poppa?"     

Ivy terdiam sejenak untuk berpikir. "Papa tidak jahat… Papa tidak jahat…" ucapnya dengan suara lirih dan bergetar. "Ivy tak mau Papa marah…" Mata merah basahnya menatap sang kakak.      

"Kak Jo yakin Poppa tidak akan marah kalau Ivy patuh dengan ucapan Kak Jo, oke? Oke, Ivy sayank?" Rasanya bujukan Jovano menggunakan jurus pamungkas memang tidak sia-sia.     

Terbukti dengan Ivy yang anggukkan kepalanya dan patuh ketika dia dijangkau oleh Myren untuk digiring ke kamar mandi di sana.      

Setelah dua perempuan tadi masuk ke kamar mandi, Ronh segera menggunakan kekuatan magis dia untuk mengangkat semua seprai dan bantal guling yang terkena noda darah, ke udara, dan kemudian membakar dengan cepat tanpa meninggalkan bekas.      

Jovano lekas siapkan baju ganti untuk adiknya sesudah dia membiarkan Ronh menyulap tempat tidur itu menjadi lebih bersih dan memiliki seprai baru beserta bantal guling baru juga.      

"Ayo kita tunggu di luar." Jovano mengajak Ronh untuk keluar kamar. "Uncle, mana tubuh nenek?"      

"Aku taruh di halaman belakang agar tidak dilihat Shelly dan anak-anak kecil lainnya," jawab Ronh.      

Jovano pun melesat terbang ke halaman belakang mansion bersama dengan Ronh dan di sebuah kursi tama nada tubuh kaku sang nenek.      

Ternyata, Hagemori Karin sudah tidak lagi bernyawa. Dan tidak lama kemudian, tubuh wanita vampire itu mulai transparan dan akhirnya menghilang. Sepertinya Ivy sempat menembus jantungnya.      

Jovano menghela napas. "Aku tak tau apa yang harus aku katakan ke Mommy nanti mengenai ini, Uncle…" Sepuluh jarinya gusar menyisir rambutnya ke belakang.      

"Tetap harus mengatakan yang sebenarnya, Jo. Pahit, tapi memang harus dikatakan." Ronh menjawab. "Dan ini tuan raja belum juga memberi kabar. Apakah perlu aku susul dan cari di Rumania?"     

"Jangan, Uncle. Riskan, sangat riskan jika gegabah. Memang menyebalkan menunggu begini, tapi mau bagaimana lagi?" Jovano mendesah dan lepaskan jemarinya dari rambut, lalu ditaruh di pinggang dengan sikap lelah.      

Jovano terus saja berpikir, apa yang harus dia katakan jika nanti ibunya sudah datang. Bahwa Ivy membunuh neneknya? Harus berkata begitu? Atau… mengatakan bahwa Ivy tidak sengaja membunuh sang nenek?     

Jika ibunya bertanya kenapa tidak sengaja, apa yang akan dia gunakan sebagai alasan? Karena Ivy lapar dan butuh darah? Tapi, Jovano sudah memberikan pil darah sebelum bocah itu tidur.      

Apabila Jovano menggunakan alasan Ivy lapar sehingga menyerang neneknya, maka sang ibu akan murka pada dirinya, mengira dia tidak becus dipasrahi tanggung jawab mengenai Ivy.      

Duuhh! Ini sangat memusingkan sekali!      

Bicara jujur, akan disalahkan. Bicara tak jujur pun pasti akan disalahkan juga. Lalu bagaimana?     

"Jo, sepertinya adikmu sudah selesai mandi. Ayo!" ajak Ronh.      

Bocah 15 tahun itu melirik ke kursi taman dan sudah tidak ada lagi bekas mayat Hagemori Karin di sana. Bahkan sepercik noda darah pun tidak tersisa, semua menghilang menjadi ketiadaan.      

"Ayo, Uncle." Jovano melangkah dengan kepala tertunduk dan tak bersemangat, menaiki tangga atas, tidak bisa menjawab ketika Shelly menanyainya.      

Biarlah bocah-bocah lainnya yang menjelaskan ini pada Shelly. Ia sendiri sedang dipusingkan mencari alasan untuk diberikan pada sang ibu.      

Setelah masuk ke kamar Ivy, Myren sedang mengeringkan rambut panjang tebal Ivy menggunakan hair dryer. Gadis itu sudah memakai baju keseharian kesukaannya, setelan yang mirip dengan baju anak bangsawan Eropa jaman dulu.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.