Devil's Fruit (21+)

Kau Kejam, Kami pun Bisa Kejam



Kau Kejam, Kami pun Bisa Kejam

0Fruit 722: Kau Kejam, Kami pun Bisa Kejam     

Mengetahui masih ada vampire lain dan itu ada di atas atap, Shiro lekas saja melesat memburu vampire itu.     

Si vampire terkejut karena tidak menyangka gerakan cepatnya bisa diimbangi oleh Shiro sehingga dia tersergap oleh si hybrid putih.      

Tanpa menunggu si vampire berkomentar, Shiro langsung saja ubah petirnya bagai tombak yang langsung menancap ke jantung vampire tadi.     

Si vampire meraung kesakitan karena tidak saja jantungnya ditembus, dia juga merasakan petir itu menyengat dari dalam dan mengalir ke seluruh sudut tubuh, sebelum akhirnya jantungnya meledak dan dia jadi kabut darah.     

"Tsk, tukang pamer." Kuro sudah ada di atas atap juga, tak jauh dari Shiro membunuh vampire tadi.      

Shiro tidak menggubris ledekan balasan dari Kuro dan hanya turun ke tanah dengan enteng.      

"Good job, guys!" seru Jovano melalui anting telepati.      

Kuro mengusap hidungnya, penuh rasa bangga.      

"Hei, sembunyikan rambut ularmu itu, hitam kusam. Kau bisa menakuti vampire lainnya dan membuat mereka bersembunyi." Shiro melirik malas rambut Kuro yang masih berwujud ular-ular kecil, mirip Medusa, hanya, mata Kuro tidak membekukan siapapun yang menatapnya. Atau mungkin belum berevolusi ke arah itu?     

"Huh! Kau ini memang bisanya iri saja!" Kuro pun mengubah rambut ularnya menjadi bentuk rambut normal biasa seperti sebelumnya. "Bilang saja kau iri karena tidak bisa melakukan ini seperti Mama. Hanya aku yang bisa meniru Mama!" Ia juga turun ke tanah.     

"Aku masih bisa meniru Papa. Apa kau bisa?" balas Shiro.     

Kuro sudah ingin memberi sahutan, tapi Jovano sudah melerai mereka dan meminta mereka untuk fokus memburu vampire lainnya. Keduanya pun mulai berjalan lagi ke arah lain, mencari vampire yang pantas dibasmi.     

Sedangkan di pihak lain, Zevo dan Vargana sedang berakting layaknya sepasang kekasih belia yang bertengkar.      

Mereka terus saja bertengkar dan berdebat hingga ada sosok pria dan wanita yang mendatangi mereka mencoba melerai. Namun, ketika Zevo mengarahkan cermin secara diam-diam pada pasangan itu, ternyata mereka memiliki refleksi bayangan.      

Vargana pun menggeleng, dan menyudahi drama mereka, pura-pura berbaikan dengan Zevo, saling memeluk dan pasangan pria wanita itu pun lega dan meneruskan langkah mereka.      

Tapi dua bocah remaja itu belum menyerah. Mereka masih memakai akting pasangan belia yang bertengkar.      

Kembali, ada sepasang pria wanita tua yang berhenti dan mendekati mereka, berusaha menasehati Vargana dan Zevo.      

"Kalau kalian saling cinta, jangan ucapkan sesuatu yang buruk. Cinta itu indah, jangan disia-siakan meski kalian masih sangat muda," tutur si pria dengan senyum ramahnya.      

Ketika Zevo dan Vargana menggunakan cermin ke pasangan itu, terbukti mereka manusia biasa seperti sebelumnya. Akhirnya, seperti tadi, drama pun dihentikan.      

"Anda benar, Tuan. Sepertinya aku yang terlalu galak dan menuntut padanya." Vargana berakting menyesal lalu memeluk Zevo.      

"Tidak, baby, sepertinya aku ini yang kurang mengerti keinginanmu, maafkan aku…" Ia pun mengecup kening Vargana yang sempat kaget sekejap.      

Pasangan tua itu pun tersenyum lega dan menawarkan dua bocah untuk mampir ke rumah mereka karena ini sudah terlalu larut. "Tidak baik berkeliaran di jalanan begini di larut malam. Apalagi kalian masih sangat muda." Pak tua itu membujuk duo bocah Blanche.      

"Lebih baik ikut kami dan menginap satu malam daripada memaksakan pulang. Tidak ada angkutan umum yang beroperasi di jam begini. Mobil kami ada di sana. Kalian bisa ikut kami dan minum secangkir susu hangat." Si nyonya tua juga menyarankan hal baik untuk Zevo dan Vargana.     

Namun, duo bocah menolak halus dan mengatakan mereka sudah dekat dengan penginapan mereka.      

"Baiklah…" Pak tua pun tersenyum sebelum mengajak istrinya pergi.      

Mereka pun berpisah.      

"Zev, kau ini kenapa malah mencium keningku?" Vargana mengusap ringan kening yang telah dikecup bocah pria sambil pipinya merona.     

"Ohh, lalu kau maunya dicium di mana, hm?" goda Zevo. Apakah dia sudah mewarisi skill kegombalan ayahnya?     

Vargana pun menepuk perut Zevo, gemas. Putra dari Pangeran Djanh hanya terkekeh sambil mengusap perutnya.     

Namun, tak lama kemudian, terdengar jeritan si nyonya. Zevo dan Vargana lekas memburu ke sumber suara. Nampak di depan sana, gerombolan vampire sudah mengisap darah pak tua dan istrinya tadi.      

"Bah! Darah mereka tidak enak! Dasar tua bangka!" teriak salah satu vampire sambil melemparkan mayat pak tua tadi bagai melempar sampah saja.      

"Itu karena sudah jarang menemukan anak muda di jam begini akhir-akhir ini!" Vampir lainnya menyahut.      

Zevo dan Vargana merasakan hati mereka mendidih akan kemarahan. Sepasang tua tadi begitu manis dan baik, tapi mereka sungguh bernasib buruk dijadikan mangsa oleh vampire, bahkan masih dihina dan diperlakukan bagai sampah.      

"Hei! Ada anak muda!" Vampir lain menunjuk ke Zevo dan Vargana yang berdiri membeku di tempatnya, menahan amarah mereka.      

"Woaahh, kalau yang ini jelas menggiurkan dan pasti rasa darah mereka sangat lezat!" seru vampire lain setelah membuang mayat nyonya tua itu ke sembarang arah.      

Mereka pun mendekat ke Zevo dan Vargana. "Bocah, apakah kalian mematung karena terlalu syok melihat kami barusan? Ohh, jangan khawatir… kami akan berlaku lebih lembut pada kalian berdua, fu fu fu…"     

Vargana menggigit gerahamnya sambil berkata, "Kami mematung karena saking geramnya dan bertanya-tanya metode apa yang akan kami gunakan untuk membunuh sampah busuk seperti kalian."     

"Hei, hei! Bocah ini mulutnya berani sekali!"     

"Lidahnya tajam! Akan aku cabut lidah itu!"     

Zupp!     

Vargana sudah tiba di depan si vampire yang bicara baru saja dan langsung julurkan tangan untuk mengambil lidah vampire itu, kemudian kuat-kuat menariknya.      

Tidak perlu ditanya seperti apa raungan vampire itu ketika lidahnya dicerabut paksa.      

Rekannya belum sempat bereaksi ketika Zevo sudah menjulurkan tangannya, dan dari kesepuluh jarinya, dia melemparkan petir yang mewujud bagai tali, membelit para vampire hingga mereka susah bergerak, diangkat ke udara oleh tali petir itu, lalu ujung tali petir menusuk mulut mereka hingga tembus ke belakang kepala.      

"Kalian bisa kejam, kami juga bisa." Zevo menggeram marah.      

Sadarlah para vampire bahwa mereka memilih calon mangsa yang keliru!     

Sisa vampire lain hendak lari berhamburan, namun Vargana sudah lebih sigap, mengeluarkan tenaga angin ribut dia dan mengumpulkan belasan vampire yang ingin terbang berhamburan ke segala arah.      

Semua vampire itu berhasil dikumpulkan oleh angin Vargana menjadi satu di dalam pusaran angin. Dan ia menambahkan kekuatan mencabik dalam angin itu, sehingga tidak perlu ditanya seperti apa vampire yang terperangkap di dalam pusaran.      

Sedangkan sepuluh vampire yang dililit dan ditembus mulutnya oleh Zevo, tidak lama kemudian meledak karena tenaga petir sang putra Pangeran Djanh.      

Vampir yang dicabut lidahnya tadi masih berguling-guling kesakitan namun dia sempat melihat nasib semua rekannya.      

Vargana pun menghentikan pusaran anginnya dan nampak hanya ada kabut darah setelah angin menghilang. Ia menghampiri vampire tadi. "Kau kan bilang ingin mencabut lidahku? Mana? Ayo, lakukan…"     

Vampir yang sudah tidak bisa berkata itu hanya menggeleng sembari mulutnya terus mengeluarkan darah. Ia berlutut di depan Vargana, memohon ampun.      

Zlepp!     

Seketika tali petir Zevo sudah menancap di kepala belakang si vampire ketika dia sedang bersujud menempelkan dahi ke tanah untuk Vargana.      

Tali petir Zevo menembus hingga ke wajah depan vampire, dan itu akhirnya meledakkan si vampire.      

Kau kejam, kami pun bisa kejam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.