Devil's Fruit (21+)

Tiba di Transylvania



Tiba di Transylvania

0Fruit 720: Tiba di Transylvania     

Jovano segera bertanya ke kakeknya begitu mereka semua tiba di Transylvania. "Opa, katakan ke aku, gimana Opa bisa tau apa yang terjadi sebelumnya di mansion?"     

King Zardakh tersenyum penuh aura misterius. "Kira-kira apa?" Beliau justru balik bertanya sambil beri kode untuk semua Tim Blanche mulai menyebar.      

Maka, sang putra Cambion pun lekas putar otaknya untuk menggapai persepsi yang tepat. "Apakah… Opa mencium bau darah di sana?"     

"Tepat!" King Zardakh menepuk puas pundak cucunya.      

"Tapi… tadi Uncle Ronh sudah membereskan—"      

"Well, well, hidung hebat kakekmu ini tidak bisa dibohongi, Jo. Apalagi kulihat Karin tidak ada." Tuan Raja menyentil ringan ujung hidungnya. "Nah, anak-anak, terus gunakan anting komunikasi kalian, jangan sampai lepas, dan terus terhubung satu sama lain."     

Mereka mengatakan ya pada King Zardakh sambil terus berjalan. Sesuai dengan arahan Myren, mereka harus membentuk kelompok dua orang.      

"Oh ya, anting komunikasi kalian sudah aku ubah menjadi alat komunikasi telepati, jadi, kalian tidak perlu berbicara dengan mulut. Cukup membatin saja apa yang ingin kalian bicarakan, dan kami semua akan mendengar. Ingat, jangan bicara yang aneh-aneh di dalam hati atau akan terdengar oleh semua orang, mengerti?" Suara King Zardakh terdengar di kepala mereka semua.      

Mereka pun menjawab dalam batin.      

"Ingat, untuk selalu berhati-hati dan waspada. Jangan sampai terlalu mencolok." Lagi-lagi, suara King Zardakh muncul di kepala masing-masing anggota Tim Blanche yang datang ke Rumania.      

Voindra berjalan dengan Gavin ke sebuah arah. Mereka tampak seperti anak muda belia yang sedang keluar malam biasa saja di jalanan kota Transylvania.      

Sesekali Voindra akan berbincang dengan Gavin. Mereka beradegan bagai anak kecil biasa yang sedang mengobrol sepulang dari suatu tempat.      

Di dekat gang, ada seorang lelaki dewasa yang bertanya menggunakan bahasa Inggris ke dua bocah itu untuk bertanya apakah Gavin dan Voindra adalah turis.      

"Oh ya, kami turis. Baru datang tadi siang di sini dengan orang tua kami." Voindra menjawab dengan bahasa Inggris fasih karena dia bersekolah di sekolah internasional yang sehari-hari harus menggunakan bahasa Inggris.      

"Apakah kalian tersesat?" tanya orang itu lagi.      

Gavin dan Voindra saling berpandangan dan mereka pun mengangguk.      

"Benar, sepertinya kami tersesat karena terlalu asik berjalan-jalan." Gavin juga secara lancar menggunakan bahasa Inggris.      

"Ayo, aku antar kalian ke hotel tempat orang tua kalian menginap. Boleh tau hotel apa?" Orang dewasa itu menanyakan lebih lanjut.      

Gavin dan Voindra bingung karena tidak tau apa saja nama hotel di daerah itu.      

"Ungghh… sepertinya kami lupa." Voindra beralasan.      

"Tapi… hotel itu terlihat bagus dan tinggi. Sepertinya tidak jauh dari sini." Gavin menambahkan dengan nada menyakinkan.      

"Ohh, itu pasti Hotel Squark. Aku tau tempatnya. Ayo, aku antar kalian. Bocah kecil berdua saja di malam begini sangat tidak aman." Orang itu pun menawarkan diri menjadi penolong.      

"Ohh? Memangnya kenapa, Tuan? Apakah daerah di sini berbahaya?" tanya Voindra dengan tatapan polosnya. Wajah dia yang mirip orang Eropa, berambut pirang dan bermata biru tua, membuat dia bagaikan boneka.      

"Yah, memang berbahaya karena di sini… ada banyak preman."     

"Preman? Kenapa polisi tidak menindak mereka?"     

"Karena… para preman itu sangat kuat, sehingga polisi tidak berani berbuat apa-apa pada mereka."     

"Ohh, begitu rupanya."     

"Hei, kalian… apakah kalian melancong ke sini untuk ke Kastil Bran?" tanya orang itu lagi sambil mereka berjalan bertiga beriringan.      

Gavin mendapatkan telepati dari Jovano bahwa itu adalah kastil tempat Count Dracula yang terkenal. Ia diminta menjawab iya.     

Maka, Gavin pun menjawab iya. "Benar. Tadi siang kami ke sana, lalu orang tua kami pergi dengan teman mereka dan kami boleh berjalan-jalan sendiri. Tidak disangka malah tersesat."     

Orang itu tersenyum diagonal, lebih tepatnya menyeringai meski cepat dihapus dari wajahnya sebelum ketahuan dua bocah itu. Namun, Gavin sudah berhasil menangkap seringai itu dan yakin orang ini adalah vampire.     

Melalui telepati dengan Voindra, ia meminta gadis itu berpura-pura kakinya sakit lalu berhenti jalan.      

Voindra patuh dan ia pun hentikan jalannya. "Aughh… kakiku…" Ia berhenti dan berjongkok untuk memeriksa kakinya.      

Orang itu segera bertanya dan mengamati apa yang terjadi dengan Voindra.      

Sedangkan Gavin, dia mundur tanpa diketahui orang tersebut untuk mengeluarkan kaca cermin dari cincin ruangnya dan diarahkan ke lelaki itu.      

Voindra pun mendongak untuk melihat cermin di tangan Gavin. Ia terkesiap dan berseru ke Gavin menggunakan telepati, "Gav, kau benar! Dia memang vampire!"     

"Oke, Voi, ayo kita terus lanjutkan jalan dan tetap waspada. Sepertinya dia akan membawa kita ke gerombolannya."     

"Oke, Gav!"      

Voindra pun berlagak sudah sembuh dan mereka bertiga kembali berjalan tanpa kecurigaan apapun, meski mengetahui sedang digiring ke arah yang pasti terdapat banyak vampire di sana.      

Sesuai dengan dugaan, lelaki itu memang membawa Gavin dan Voindra ke depan sebuah bangunan tua yang sepertinya kosong.      

"Ehh? Sepertinya ini bukan hotel kami. Hotel kami tidak sekumuh ini." Voindra berlagak kaget dan bingung.      

"Ya, bahkan ini nampaknya tempat kosong, kan?" Gavin menambahkan untuk semakin memperjelas kebingungan mereka.      

Lelaki itu pun terkekeh lalu dia mulai berubah wujud menjadi sosok berwajah buruk hampir menyerupai monster dengan adanya taring dan tulang pipi yang menonjol tegas. "Kenapa kalian tidak mencoba mencari saja di dalam sana, anak-anak?"     

Tak lama, muncul 3 orang lain yang pasti juga vampire. Benar saja, ketiga lelaki yang muncul dari bangunan kosong itu mulai merubah wajah mereka lebih mengerikan.      

"Kuharap darah kalian bisa memuaskan dahaga kami, anak-anak manis…"     

"Aku ingin yang seperti boneka…"     

"Kalau begitu, aku akan mengambil yang berwajah oriental."     

Mereka berempat malah asik memilih mana diantara Gavin dan Voindra yang akan dinikmati.      

"Apakah kalian yakin ingin darah kami?" tanya Voindra dengan sikap tenang.      

Perubahan sikap ini sangat mengagetkan para vampire tersebut.      

"Yang harus dipertanyakan, apakah kalian sanggup mengambil darah kami?" Gavin juga mengganti sikap bingung sebelumnya dengan sebuah kekehan santai seraya memandang remeh ke mereka.      

"Ka-kalian siapa sebenarnya?!" Salah satu vampire jadi curiga.     

"Mungkin kalian bisa tanyakan siapa kami pada rekan-rekan kalian dari Kutub Selatan."     

Mendengar kata Kutub Selatan disebut Gavin, wajah mereka terlihat pias.      

"Ups! Tapi, tentu saja kalian harus ke neraka lebih dulu untuk bertanya ke mereka. Hi hi hi…" Kikikan nakal Voindra semakin membuat gelisah keempat vampire.      

Karena ragu tapi sedikit heran, maka tiga vampire pun menerjang maju ke arah Gavin dan Voindra.      

Tidak dinyana, Gavin sudah menyiapkan pasak dari tanah keras yang tajam, langsung menembus jantung salah satu vampire. Sedangkan Voindra telah mempersiapkan Kristal tajam yang juga sudah menghujam jantung vampire lainnya.      

Satu vampire yang maju menerjang, langsung berhenti kaget melihat dua rekan mereka langsung dijadikan kabut darah oleh Gavin dan Voindra, sedangkan satunya lagi, yang berlagak menjadi penolong sebelumnya, mulai panik.      

Ia berteriak pada rekannya. "Mereka iblis yang membantai di Kutub Selatan!"      

Teriakan itu menyadarkan rekannya. Keduanya hendak melarikan diri, namun terlambat. Pasak tanah dan Kristal telah menembus jantung keduanya dan kabut darah tercipta untuk diterbangkan angin malam.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.