Devil's Fruit (21+)

Kebrutalan yang Terulang



Kebrutalan yang Terulang

0Fruit 717: Kebrutalan yang Terulang     

Hingga fajar menyingsing pun, tidak ada kabar sedikitpun dari King Zardakh. Jovano, Myren dan Ronh yang berjaga di taman samping mansion pun semakin khawatir.      

Ketika pagi merangkak ke pukul 6 lebih, Shelly terbangun dan dia turun ke lantai bawah untuk membuat minuman dan makanan seperti biasanya.      

Hanya, kali ini dia terlihat cemas dikarenakan sahabat dan juga suaminya belum kembali.      

Myren bertemu dengan Shelly ketika masuk ke ruang dapur yang menyatu dengan ruang makan, hanya ada ambang sebagai pembatas.     

"Mereka belum pulang?" tanya Shelly ketika dia mengisi teko ajaib dengan air panas setelah ditaruh daun teh chamomile di dalamnya.      

Jenderal wanita itu menggeleng lemah dan duduk di salah satu kursi. "Belum. Tapi kita sudah mendapat lokasi mereka."     

"Di mana?"     

"Rumania."     

"Rumania… Eropa?"     

"Yups!"      

Shelly tidak menyangka Andrea bisa mengejar para vampire itu hingga ke Rumania. Itu sangat jauh dari Jepang!      

"Lalu, sekarang… bagaimana?" Shelly mulai mempersiapkan teko ajaib satu lagi untuk membuat kopi.     

"Belum ada kabar lebih lanjut dari ayahku, jadi aku dan Ronh belum berani mengambil tindakan apapun." Myren menerima menuang teh hangat dari teko ajaib yang telah disediakan oleh Shelly.      

Jovano pun masuk ke ruang makan dan menemukan Shelly sedang berbincang dengan Myren.      

"Sepertinya kita harus bersiap-siap, Aunty." Jovano berkata dengan wajah serius.      

"Siap-siap gimana, Jo?" Shelly jadi gelisah.      

"Mungkin… siap-siap berperang lagi." Jovano tidak bisa terus menyembunyikan intuisinya yang terus meluap-luap sejak King Zardakh tidak bisa dihubungi dari semalam.      

"Begitukan, Jo? Darimana pemikiranmu itu?" Myren menyesap tehnya sesudah bertanya.      

"Intuisiku. Dan ditambah Opa tidak lekas kembali, ini menandakan ada sesuatu terjadi di sana." Jovano mengambil jus buah di lemari es.     

"Lalu… kalau memang akan ada perang lagi, bagaimana dengan Shelly dan yang tidak bisa bertarung lainnya?" Myren memutar-mutar cangkir tehnya yang masih hangat.      

"Itu juga masih aku pikirkan. Karena di antara kita tidak ada yang memiliki sebuah benda yang berisi Alam." Jovano mendesah sambil dia menuang jus dingin ke gelasnya.      

"Baiklah, kita memang harus bersiap untuk apapun yang terjadi, termasuk berperang." Myren mengangguk.     

"Perang? Kita akan perang?" Kuro sudah turun membawa Zivena dalam gendongannya. Voindra mengekor di belakangnya.      

"Sepertinya begitu," jawab Jovano.     

Sesuai keputusan Jovano, hari ini tidak ada yang boleh pergi ke sekolah karena dikhawatirkan mereka akan diserang ketika terpisah-pisah. Terutama Ivy.      

Voindra dan beberapa bocah berteriak girang karena itu. Bukan karena mereka tidak perlu ke sekolah, namun karena mereka akhirnya akan bertempur lagi.      

Rupanya bocah-bocah itu sudah rindu akan suasana tegang pertempuran dan itu artinya bisa menambah pengalaman dan kekuatan mereka.     

Jangan heran. Anak iblis memang beda dengan anak manusia biasa.      

Tidak berapa lama, para bocah semuanya berkumpul di ruang tengah dengan Jovano sebagai pembicara. Hanya Ivy dan Hagemori Karin yang tidak ada karena mereka masih di kamar Ivy.     

"Gengs… kemungkinan besar, kita akan berperang lagi dengan para vampire. Dan lokasi terakhir yang diketahui dari kakekku, adalah di Rumania." Jovano memulai bicaranya.      

"Apakah itu negara di Eropa? Di dekat Balkan?" tanya Shona.     

Jovano mengangguk mengiyakan.      

"Dan itu yang terkenal dengan cerita vampire Dracula, ya kan?"     

Sekali lagi, Jovano mengangguk. "Nah, karena ini belum ada kejelasan kabar lagi dari kakekku, kita tetap harus mempersiapkan diri. Apakah kalian sudah membawa cincin ruang kalian?"     

"Selalu aku bawa!" seru Voindra sambil acungkan jari tangan kanannya.      

"Aku juga selalu bawa." Shona turut angkat tangannya. Yang lain pun begitu.      

Jovano puas bercampur lega teman-teman dan saudaranya ternyata tidak mengabaikan saran dia untuk selalu memakai cincin ruang.      

Dia juga menyarankan agar di dalam cincin ruang, dimasukkan segala benda untuk bertempur seperti zirah baju perang, senjata, pil dan jimat yang dibuatkan oleh Andrea dan juga Jovano, dan apapun alat magis penting lainnya.      

Tidak lupa juga beberapa baju ganti dan baju anti dingin.     

Dengan begini, mereka tidak perlu pulang ke rumah dulu untuk mengambil cincin.      

"Sekarang, yang menjadi perhatianku dan sekaligus kebingunganku…" Jovano melanjutkan. "…bagaimana caranya agar yang tidak bisa bertempur seperti Aunty Shelly, Kiran, Zivena dan Ivy, bisa tetap aman terjaga. Sedangkan di antara kita di sini tidak ada satupun yang memiliki benda magis berisi Alam."     

"Bagaimana kalau kita panggil ayahnya Shona? Dulu aku tinggal di alam miliknya." Kuro berbicara sambil menyebut mengenai Alam Feroz.      

"Tidak, tidak, jangan ke sana, dasar kau ini hitam bodoh." Shiro memotong.      

Kuro mendelik. "Kalau kau ingin menolak, pakai kalimat elegan, bisa kan? Dasar putih tak ada akhlak! Hanya gentleman yang bicara lembut pada wanita."     

"Huh! Memangnya kau ini wanita? Percaya diri sekali kau!" balas Shiro.      

"Ehem! Helow…" Myren lekas menengahi sebelum terjadi huru hara tak penting. "Bisakah kita kembali ke topik semula?"     

Kuro dan Shiro langsung terdiam.      

"Sho," panggil Jovano. "Apakah ayahmu ada di Jepang? Aunty Shelly bilang dia tidak bisa menghubungi ibumu kemarin waktu ada serangan vampire."     

"Ohh… mereka dan Vea sedang berada di Underworld untuk mengurus sesuatu." Shona menjawab.      

"Mereka sedang di Huvro?" Myren ikut bertanya.      

Shona mengangguk.      

"Pantas saja…" Shelly mendesah.      

"Oke, jadi… ini kita tidak bisa berharap akan Pangeran Djanh untuk menyediakan sebuah Alam untuk Aunty Shelly dan yang tidak bisa berperang."     

"Kenapa tidak kirim kami ke rumah orang tuaku di Indonesia saja, Jo?" tanya Shelly.      

Jovano menggeleng. "Jangan, Aunty. Aku khawatir vampire mengetahui keberadaan kalian dan memburu ke sana, maka itu sangat fatal. Apalagi mereka masih mengincar Ivy."     

"AAARKHHH!!!"      

Terdengar jeritan keras Hagemori Karin di lantai atas, tepatnya dari arah kamar Ivy.      

Semua terkesiap dan segera saja Tim Blanche memburu ke lantai atas mendobrak kamar Ivy.      

Betapa kagetnya mereka ketika melihat di atas tempat tidur, sudah ada Ivy yang sedang menggigit leher neneknya, Hagemori Karin hingga darah mencuat bagai air mancur deras karena gigitan Ivy sepertinya mengenai pembuluh darah di sana.      

Terlihat wajah Hagemori Karin sudah pucat lebih dari biasanya dan raut muka itu tampak sedang berada di kondisi sekarat.      

"Ivy! Ivy jangan begitu, Ivy!" teriak Jovano pada adiknya. "Ivy, kumohon, lepaskan Nenek."     

"Ivy, itu nenekmu sendiri, sayank. Bukan musuh, tolong lepaskan…" Myren ikut membujuk.      

Namun, mata merah menyala Ivy tampak ganas dengan tatapan sangat tajam tanpa mau melepaskan gigitannya di leher sang nenek yang sudah lemas. Ia bagai hewan buas yang tidak mau melepaskan mangsanya.     

Bocah-bocah lainnya menatap ngeri adegan itu, apalagi ada bunyi tulang berderak tanda Ivy mematahkan leher sang nenek dengan satu tangannya saja.      

Ketika Shelly, Zivena dan Kiran naik untuk mencari tau ada apa, Kuro lekas menahan agar ketiganya tidak perlu menyaksikan adegan brutal itu, terutama si kecil Kiran dan Zivena.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.