Devil's Fruit (21+)

Ivy yang Kian Menjauh



Ivy yang Kian Menjauh

0Fruit 704: Ivy yang Kian Menjauh     

"Oh ya, Ndre… katamu bentar lagi ulang tahunnya Zivena." Myren teringat.      

Andrea mengangguk. "Iya, bulan depan, Kak. Masih belum tau mau dirayain apa enggak."     

"Rayakan di sini aja, Ndre. Pakai aja dua resto ini untuk tempat perayaannya." Myren mengusulkan. "Bisa kamu tutup seharian khusus untuk pesta Zivena."      

"Iya, tuh!" sambung Revka. "Undang aja teman-teman Jo ama Ivy biar meriah." Lalu dia menoleh ke putrinya, "Ada apa, Vea? Tambah? Oke, sekali lagi, yah! Jangan terlalu banyak makan, kamu ini perempuan, sayank… bukan babi, oke?"     

Andrea dan Myren terkikik geli melihat Revka menasehati putri bungsunya dengan cara 'ajaib'.      

"Jahat bener lu cara ngasih tau anak elu, Mpok! Hi hi!" Andrea sampai geli, tidak mengira Revka bisa bicara seperti itu pada anaknya.      

"Beuh! Kan aku benar ngomongnya, dia jangan banyak makan, karena dia bukan babi. Bayangkan kalau dia sampai segendut babi." Revka pun memesan satu lagi pie macaroni daging ukuran kecil ke Kuro yang sigap menyampaikan ke dapur.      

"Padahal yang nasehati juga endut." Andrea mencibir.      

"Ehh! Enggak, yah!" sangkal Revka.     

"Gendut!" olok Andrea, memulai 'war' lagi.      

"Enggak! Matamu buta, yah?!" Revka melotot gahar.      

Andrea terbahak, Myren menggeleng-geleng takjub pada dua wanita di dekatnya ini.      

.     

.     

Di mansion, sore hari, Andrea baru saja memandikan Zivena. Setelah itu, ia menengok ke kamar putri tengahnya, Ivy.      

"Ivy sayank, mau makan cemilan?" tanya Andrea sambil menggendong bungsunya.      

Ivy tetap tidak melepaskan tatapannya dari layar laptop dia, mengetik sesuatu, mungkin tugas sekolah dia atau apa. Ia hanya menjawab singkat tanpa menoleh ke ibunya. "Tidak."     

Andrea mengulum bibirnya dengan hati masygul. Sikap Ivy makin menjauh darinya semenjak kematian Giorge. Ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk mengajak gadis cilik itu berinteraksi, namun Ivy bagai kian masuk ke dalam cangkangnya.      

Berjalan pelan, Andrea menghampiri anaknya yang sedang duduk di meja belajarnya. "Sedang apa, sayank? Menggarap tugas, yah?" tanya Andrea untuk menciptakan komunikasi.      

"Ya."      

"Tugas apa, sayank?"     

"Mengarang cerita."     

"Perlu Mama bantu?"     

"Tidak usah."     

Andrea bingung harus mencari pembicaraan apalagi. Akhirnya dia malah duduk di tepi tempat tidur Ivy bersama Zivena. "Gimana tadi sekolah kamu, Ivy sayank? Seru?"     

"Biasa." Lagi-lagi, Ivy menjawab tanpa sedikitpun menoleh ke arah ibunya yang berada di sebelahnya.      

Sementara tanya jawab antara ibu dan anak itu, Zivena berceloteh sendiri dengan bahasa bayi, lalu dia melonjak-lonjak di atas pangkuan Andrea. Lalu tertawa riang dan berusaha menggapai wajah ibunya.      

Andrea sesekali menoleh pada Zivena dan membalas celotehan bayinya dengan bahasa antah berantah pula.      

Lalu, sang cambion beralih lagi ke Ivy. "Itu disuruh mengarang tentang apa, sayank?"     

Alih-alih menjawab pertanyaan ibunya, Ivy justru memutar badannya ke arah Andrea dan berkata, "Ma, bisa keluar?"     

"Ehh? Kenapa, sayank?" Andrea terkejut putrinya malah menyuruhnya keluar.      

"Kalian berisik, aku sedang mengerjakan tugas." Jawaban ketus Ivy yang diucapkan dengan wajah dingin sangat mengagetkan Andrea.      

"O-ohh… maaf, sayank. Mama gak maksud untuk ganggu kamu."     

"Kalo gitu, keluar." Dan Ivy pun kembali ke depan laptop untuk kembali menenggelamkan konsentrasinya ke tugas sekolah.      

Andrea menelan ludah, hatinya bagai disayat-sayat atas ucapan Ivy tadi. Namun, mencoba berpikiran positif, bahwa putrinya memang sedang ingin fokus pada pekerjaan sekolahnya, maka ia pun menerima itu dan keluar bersama Zivena dari kamar Ivy.      

Sudah hampir petang. Andrea dengan melambaikan tangannya, maka semua lampu penting di rumah itu pun menyala tanpa dia susah payah berkeliling untuk menyalakan mereka. Jendela-jendela pun dia tutup menggunakan kekuatan magisnya.      

Sejak tenaga iblisnya kembali, ini sangat amat memudahkan pekerjaan sederhana dia di rumah dan di kantor. Tidak perlu lagi melakukannya secara manual.      

Sebentar lagi pasti suami dan yang lainnya pulang, karena jam beroperasi kebanyakan kafe di Jepang hanya sampai jam 6 sore saja, kecuali kafe untuk orang dewasa yang malah buka dari jam 6 sore sampai jam 11 malam.      

Sedangkan restoran biasanya hingga jam 9 atau 10 malam. Tapi Andrea dan Dante sudah memutuskan bahwa Tropiza Family hanya beroperasi sampai jam 6 sore saja, menyesuaikan Tropiza Teen.      

Sementara untuk Restoran Schubert, Andrea membiarkan itu beroperasi dari pagi hingga jam 10 malam. Itu sudah umum untuk restoran elit yang biasa dikunjungi ekspatriat kaya.      

Jika meja kursi di Tropiza Teen tetap mengusung tema unik seperti sebelumnya, Tropiza Family memakai meja kursi biasa dari mebel kayu dan sofa untuk beberapa sudut.      

Untuk Restoran Schubert, tentu saja mebel dan interior serta eksteriornya memakai bahan bernuansa elegan dan terbaik. Tidak heran restoran itu sering dijadikan acuan dan rujukan banyak orang kaya untuk menjamu tamu-tamu mereka.      

Baru saja Andrea duduk di depan televisi bersama Zivena, menonton siaran kartun untuk ditonton si bungsu, dari arah pintu depan sudah mulai berdatangan mobil-mobil milik Dante dan Kenzo memasuki carport untuk menurunkan penumpangnya terlebih dahulu sebelum nantinya dimasukkan ke garasi.      

"Nah, Papa pulang, tuh!" Andrea berkata ke Zivena yang berteriak lucu sambil menoleh ke arah pintu depan, seolah paham bahwa ayahnya akan muncul dari sana.      

Benar saja, ketika Dante dan yang lainnya masuk ke rumah, Zivena heboh melonjak-lonjak riang.      

"Zizi!" Kuro menciumi pipi adik angkatnya.      

Shiro hanya mengusap santai rambut tipis si bayi sambil meneruskan langkah menuju kamarnya, mungkin hendak mandi.      

Shelly juga menciumi pipi Zivena. "Aduh, Zizi udah wangi begini, Aunty jadi malu, nih, belum mandi."      

"Dek Zizi…" Ran, putri bungsu Shelly dan Kenzo yang kini berusia 6 tahun juga menyapa Zivena yang masih heboh melonjak-lonjak.      

"Zizi…" Gavin yang kini berusia 11 tahun juga menyapa bungsu Andrea.      

Biasanya, Gavin dan Kiran memang pulang bersama dengan orang tua mereka usai Tropiza tutup. Di sore hari, Kenzo akan menjemput sebentar anak-anak mereka untuk ditaruh di Tropiza sambil menunggu jam 6 sore.      

Andrea tanpa bertanya pada Shelly dan Kenzo pun mulai paham kenapa selama 4 tahun ini, mereka terus menerus membawa kedua anak mereka setiap keduanya pulang sekolah.      

Itu karena mereka khawatir jika kedua bocah itu ditinggal di rumah bersama Ivy, sesuatu yang buruk akan terjadi karena Ivy masih belum terlepas dari efek 5 tahun awal hawa vampire dia bangkit.      

Kejadian mengerikan yang menimpa Kaira di Alam Cosmo tidak ingin terulang pada anak-anak mereka.      

Andrea tidak menyalahkan Shelly dan Kenzo. Jika dia di posisi dua orang itu, dia juga pasti akan melakukan tindakan antisipasi daripada menyesal.      

Tak apa. Tinggal setahun lagi, dan Ivy akan bebas, akan bisa lebih mengendalikan dirinya.      

Bahkan, Andrea juga sudah mulai bisa membuat pil darah. Itu dia ciptakan berdasarkan penyatuan unsur-unsur yang mempunyai kemiripan sembilan puluh tujuh persen seperti darah asli.      

Dengan begitu, diharapkan Ivy bisa perlahan-lahan lepas dari ketergantungan dia akan darah cair biasa.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.