Devil's Fruit (21+)

Kertas Mantra Hitam



Kertas Mantra Hitam

0Fruit 1083: Kertas Mantra Hitam     

"Wuiihhh ... ampun, deh!" Muncul Andrea dari alam Cosmo bersama Dante, sang suami. Keduanya tampak segar dan bugar. Muncul di mansion mereka, di tengah tim Blanche yang sedang diskusi.      

"Hm, kayaknya Aunty ma Uncle barusan ngelakuin yang enak-enak, nih! Hi hi ..." goda Vargana begitu melihat kemunculan Andrea dan Dante.      

Ketahuan karena telah melakukan sesuatu yang nakal sebelum keluar dari alam Cosmo, Andrea terkekeh santai. "Biasalah ... Dante, nih! Dia maksa mulu. Dasar bucin gelo!" Ia melirik sang suami di sampingnya.      

"Hm, aku sudah biasa dijadikan tempat pelemparan kesalahan walau tadi aunty kamu itu terus mengerang sambil bilang "Terus, Dan! Terus! Yang keras! Lagi!" ... begitulah. Ehem!" Tuan Nephilim berdehem di akhir kalimatnya.      

"He-heeiii! Kagak gitu, oi!" sangkal Andrea dengan wajah memerah malu. "Tsk! Kamu udah mirip iblis aja, Dan ... tukang bohong."     

"Termasuk kamu barusan kalau begitu, sayank ..." balas Dante. Andrea tambah malu.      

"Sudah, sudah, flirting-nya lanjut nanti saja." Myren menepukkan tangan satu kali untuk menghentikan adik dan iparnya. "Jadi, Ndre ... kamu udah bikin mantra yang paket komplit?"     

"He he!" Andrea mengacungkan dua jari tanda V. "Apa sih yang kagak bisa dilakuin ama Andrea ini, hm?" Ia menggosok hidungnya dengan wajah bangga. "Tapi ... penggunaannya harus hati-hati. Kalo bisa, templokin di tempat yang paling panas dari bodi mereka."     

"Tempat yang paling panas dari bodi mereka?" ulang Jovano akan ucapan ibunya mengenai cara memusnahkan makhluk asap tipe dedengkot menggunakan kertas mantra jenis terbaru buatan sang Cambion.      

Andrea mengangguk. "Harus lekas dicari mana titik terpanas tubuh mereka, lalu gunakan itu untuk memicu api hitam di kertas mantra. Soalnya kalau kalian sendiri belum bisa keluarin api hitam, kertas mantra ini jadi sia-sia gak ada efek kalo ditemplokin gak di spot yang tepat."     

"Bagaimana kalo kayak aku, Ndre?" tanya Myren pada adiknya. "Aku udah bisa keluarin api hitam, apakah aku juga harus incar bagian terpanas tubuh mereka?"     

Bukannya menjawab dengan kalimat, Andrea malah terkikik mendengar pertanyaan kakaknya sebelum dia akhirnya bicara, "Kak Myren, kalo yang udah bisa keluarin api hitam yah mendingan langsung aja pakai api hitamnya, gak usah gunain kertas mantra ini."     

"Oh astaga ... aku merasa tolol saat ini." Myren menepuk keningnya.      

"Nah, udah pada tau kan gimana cara gunain kertas mantra hitam ini?" Andrea memunculkan tumpukan kertas mantra warna hitam.      

"Beda ama kertas sebelumnya yah Aunty." Voindra menyadari itu dan berkomentar.      

"Benar, Voivoi. Ini beda ama yang sebelumnya aku kasi ke kalian. Kalo sebelumnya kan warnanya merah, nah ini warnanya hitam, mungkin karena dalamnya isinya api hitam jadi terkontaminasi deh dia." Andrea menjelaskan secara asal sebenarnya, tapi yang lain manggut-manggut percaya. Si cambion menahan tawa karena keusilannya. Dia sendiri saja tak tahu kenapa bisa begitu warna kertas mantranya.      

"Rasanya aku kepingin langsung jajal nih kertas!" Vargana bersemangat. "Aku emosi banget kalo ingat penghinaan mereka dulu ke aku."      

"Vava, jangan gegabah." Andrea mengingatkan. "Ingat, kamu sebelum nyerang pake kertas mantra ini, kamu harus nemuin dulu titik terpanas mereka."     

"Aku yakin Mom pasti udah punya sesuatu untuk mendeteksi itu," sahut Jovano sambil menyeringai ke ibunya. "Benar, kan Mom?"     

"Kye he he he ... dasar kancil." Andrea memiting leher anak sulungnya.     

"Ehh?" Kuro makin bersemangat. "Benar Mama sudah siapkan alat untuk mendeteksi panas makhluk kancut itu?"     

"Iya, sih ..." Andrea mengangguk dan mendekat ke Kuro setelah melepaskan leher Jovano. "Eh? Sayank, kamu luka?" Ia baru menyadari bahwa putri angkatnya memiliki tampilan kurang sehat di mukanya yang pucat.      

Kuro mengangguk. "Aku sempat terlalu semangat, Ma ... dan kena serangan mereka. Sudah minum pil buatan Mama, sih! Jangan khawatir. Aku kan anak Mama, tentu aja kuat, dong!" Ia tersenyum lebar agar ibu angkatnya tenang.      

Tapi Andrea tak mau menerima penjelasan begitu saja dari Kuro dan dia mulai mengambil pergelangan tangan Kuro, memeriksa denyut nadi di sana. "Hm ..." Kening sang cambion berkerut. Lalu dia gerakkan telapak tangannya ke atas dari mulai kepala hingga pinggang Kuro seperti sedang melakukan scanning. "Hmmmm ..." Keningnya makin berkerut dalam.      

"Ma ... jangan nakutin, dong ... aku baik-baik aja, kok!" Kuro gelisah karena ekspresi ibu angkatnya terlihat mencurigakan.      

"Kamu nahan sakit di lambung kamu?" tanya Andrea.      

Kuro mendelik kaget. Bagaimana ibu angkatnya bisa tahu itu? Ohh, karena sang cambion ini adalah seorang alkemis dan telah biasa mendeteksi luka dan racun. "Mama ... Mama kok tau?"     

"Itu yang bikin kamu pucat, kan? Karena kamu nahan sakit di perutmu." Andrea segera bersiap dengan aksinya. "Tahan dikit, yah! Mungkin agak sakit."     

Semua orang di sana terdiam menantikan apa yang akan terjadi.      

Tangan kanan Andrea menempel pada perut Kuro, di daerah lambung berada, dia memejamkan mata, mendeteksi pusat dari rasa sakit Kuro, kemudian, secara perlahan menarik tangan itu dari area tersebut, telapak tangan kanannya melakukan gerakan seperti sedang menarik sesuatu keluar.      

"A-aaarghhh!" Kuro tak bisa tidak mengerang keras ketika sesuatu itu ditarik keluar dari lambungnya.      

Andrea terus mengerahkan kekuatan dia untuk menarik sesuatu itu meski Kuro sudah memekik keras seperti itu. "Tahan, Kuro! Bentar lagi! Dikit lagi!"      

"Aaarrghhh! Haarkkhhh!" Kuro sampai harus dipegangi Vargana dan Shona agar melampiaskan sakitnya melalui remasan tangannya ke dua gadis itu. "Aaarrrggkkkhhhh ..."      

Setelah lolongan panjang tadi, sesuatu itu pun keluar, berbentuk seperti lendir warna hijau kehitaman, tertarik oleh tangan Andrea meski tidak menyentuhnya.      

Mata semua orang di dekat Kuro pun terbelalak. Apa itu?      

"Bedebah kau udah bikin anak aku sakit!" teriak Andrea dan membungkus cairan lendir tadi dengan bola dari api hitam dan ....     

Dhuarr!     

Lendir itu meledak dan hangus menjadi serpihan debu yang menghilang di udara. Kuro pun terengah-engah dengan keringat membanjiri tubuhnya, terutama di pelipisnya.      

"Tolong, Shosho." Andrea meminta pada Shona.      

Gadis itu paham dan mulai kerahkan tenaga healing dia ke perut Kuro untuk meniadakan rasa sakit bekas yang tadi.      

"Hufftt! Sialan!" rutuk Andrea tak ditahan-tahan sambil seka dahinya yang berkeringat juga.      

"Apa itu tadi, Aunty?!" Vargana sampai terheran sekaligus ngeri. Terbayang jika sesuatu seperti itu masuk ke tubuhnya dan ketika dikeluarkan begitu menyakitkan karena terbukti bagaimana Kuro mengerang keras tadi, pasti sangat mengerikan cairan itu.     

"Itu seperti racun. Dan itu termasuk tingkat tinggi." Andrea menyeka dahi Kuro yang basah dengan tisu terdekat. "Apakah itu salah satu senjata si kancut dedengkot, yah?" Ia bertanya-tanya.      

"Senjata?" Kenzo terkesiap.      

"Wah, jika memang itu adalah senjata mereka, betapa ngerinya kalau bisa masuk ke tubuh kita tanpa kita sadari." Voindra merasa ngeri sendiri.     

Terbayang pasti Kuro sudah kesakitan beberapa hari ini sampai wajahnya memucat begitu, namun si hybrid hitam itu masih keras kepala dan berbuat seolah dia baik-baik saja. Untung saja Andrea lekas sadar dan cepat mendeteksinya.      

"Kayaknya itu masuk waktu Kak Kuro kena cambuk dari si dedengkot itu, ya kan Kak?" Jovano teringat akan kejadian beberapa hari lalu ketika grupnya berpatroli dan mereka memang sempat bertarung dengan dua makhluk asap tipe dedengkot yang mencegat mereka.      

Jovano menambahkan, "Aku waktu itu kurang cepat bereaksi waktu mereka muncul mendadak dan terjadilah serangan cambuk pada Kak Kuro yang mengakibatkan Kak Kuro merasa kejang beberapa saat dan lukanya memang lekas menutup. Tapi ternyata sepertinya cambuk lawan beracun dan masuk melalui luka yang ditimbulkan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.