Devil's Fruit (21+)

Bertandang ke Kuil Amaterasu



Bertandang ke Kuil Amaterasu

0Fruit 1046: Bertandang ke Kuil Amaterasu     

"Mereka bahkan bisa mengeluarkan tenaga bola api iblis?!" Seruan terdengar dari Myren saat diadakan pertemuan Tim Blanche lagi. Kali ini di hunian sang jenderal Orbth.      

Vargana dan Shona sama-sama mengangguk. Dua pasangan itu rupanya mengalami hal serupa dengan para makhluk asap hitam itu meskipun mereka sempat berpisah jalan. Saat itu, Vargana dan Pangeran Abvru tidak memiliki pilihan lain selain memusnahkan semua yang dirasuki makhluk asap hitam yang menghadang mereka.      

"Aunty Andrea ke mana?" tanya Shona sambil dia menatap sekeliling, mencari keberadaan putri cambion yang biasanya ada.      

"Dia sedang menyepi di alamnya, katanya ingin meneliti dan menguji sesuatu." Myren menjawab.     

Shona pun paham kenapa pertemuan ini diadakan di kediaman Myren, tidak di mansion Andrea seperti biasanya, rupanya istri Dante itu sedang berada di Alam Cosmo untuk meneliti sesuatu.      

Jovano terdiam di tempatnya, sedangkan Kuro yang biasanya cerewet pun memilih ikut diam karena semua yang di sana juga terdiam.      

"Situasi semakin gawat hari demi hari ..." Muncullah suara dari Ronh, memecahkan keheningan yang sempat bertahan selama beberapa menit.      

"Segala upaya sudah kita kerahkan, tapi sepertinya musuh semakin terus dan terus bertambah dan menggila, seolah ... mereka justru semakin kuat." Myren menyambung suaminya.      

"Bahkan sudah memiliki kekuatan dasar dari ras iblis. Ini menakutkan. Akan seberingas apa mereka kini jika sudah bisa menggunakan kekuatan bola energi api?" Kenzo mengusap-usap dagunya.      

"Jo, apa kau tidak ada ide apapun?" tanya Vargana kepada sepupunya.      

Pemuda itu menggeleng, "Otakku mendadak buntu, Va. Aku hanya bisa berharap pada Mom saja, semoga dia berhasil di dalam sana."     

"Lalu, bagaimana dengan langkah kita selanjutnya?" tanya Kuro setelah hening sekian lama.      

"Terpaksa kita hanya harus melakukan seperti biasanya." Vargana menyandarkan kepala di bahu Kuro, mereka berdua memang akrab.      

-0-0-0-0-     

Lima hari ... adalah lima hari terberat dan paling menyiksa bagi Tim Blanche. Selain harus menunggu munculnya Andrea dari Alam Cosmo, mereka juga harus berjuang menangkap para makhluk asap hitam yang kini makin kuat.      

Ada yang menyusup ke dalam vampir anyar, ada pula yang tetap masuk ke tubuh manusia. Manusia-manusia yang memiliki jabatan penting hanya boleh disusupi oleh mereka yang berlevel tinggi. Itu yang sudah menjadi ketentuan dari pemimpin mereka.      

Myren yang mengambil alih kepemimpinan Tim Blanche yang biasanya dipegang Andrea, hanya bisa memberi keputusan, bahwa Tim Blanche boleh memusnahkan para makhluk asap yang merasuki vampir saja.      

Ini wajar diucapkan oleh Myren, karena jika manusia sudah terkontaminasi dengan 'virus' dari gigitan vampir, maka akan selamanya kemanusiaan dia hilang, berganti menjadi sang makhluk abadi terkutuk.      

Membunuh para vampir yang terasuki jauh lebih cepat dan mudah ketimbang menangani makhluk asap hitam yang menyusup ke tubuh manusia.      

-0-0-0-0-     

Di kampus, Jovano bertukar pikiran dengan Naru yang merupakan anak dari keluarga Onmyouji. Mereka sering bertemu untuk sama-sama memikirkan bagaimana sebaiknya menangani makhluk asap hitam yang kian merajalela di seluruh Jepang dan juga dunia.      

"Ehh, Naru, apakah keluargamu tidak menggunakan seni onmyoudo untuk menangani para makhluk asap itu?" tanya Jovano siang ini di satu sudut lorong kampus yang sepi.      

"Keluargaku sudah mencoba berbagai cara membuat bermacam mantra, dan pernah pula menjajalnya di makhluk asap yang kami dapatkan." Naru menjawab.      

"Lalu, apa yang terjadi? Apakah bisa berhasil mengeluarkan mereka dari tubuh manusia?" Jovano tertarik ingin tahu.      

"Hanya mampu memberikan efek selama beberapa detik saja." Naru menggeleng kecewa, seolah sedang meratapi kegagalannya sendiri.      

"Maksudmu?"     

"Ya, ketika kami menempelkan kertas mantra itu ke tubuh manusia yang terasuki makhluk asap, makhluk itu sempat terdorong keluar dari manusianya, tapi itu hanya sekian detik saja dan dia berhasil masuk lagi."     

Mata Jovano membelalak mendengarnya. "Na-Naru, ceritakan lebih detil!"      

Naru pun membeberkan mengenai kertas mantra yang biasa digunakan keluarganya untuk mengusir makhluk supernatural jahat, dan salah satu mantra yang digunakan pada kertas mantra itu ternyata berhasil mendorong keluar makhluk asap hitam.      

"Tapi, yah begitu ... kekurangannya adalah hanya bisa mendorong sebentar dan kami tak tahu apalagi yang harus dilakukan. Biasanya, makhluk yang kami tangani hanya tertawa dan kemudian lari menghilang begitu saja tanpa kami bisa melakukan apapun." Naru tersenyum masam.      

Ini bagaikan menarik tali karet tidak dengan tenaga kuat, sepertinya sudah berhasil ditarik, ternyata masih bisa kembali ke posisi asal ketika tangan kita lemah. Dalam kasus mantra dari keluarga Naru, yang kurang hanyalah kekuatan dari mantra itu untuk sepenuhnya membuat si makhluk benar-benar keluar tanpa bisa kembali lagi ke tubuh inangnya.      

Jovano jadi mendapatkan ide. "Naru, apakah tidak apa-apa jika keluargamu bekerja sama dengan ibuku?"     

"Maksudnya?" tanya Naru, agak bingung dengan permintaan Jovano.      

"Begini, aku jadi ingin tahu, apakah akan bisa berefek besar jika mantra dari keluargamu itu digabungkan dengan mantra array dari ibuku." Jovano makin bersemangat membayangkan ini.     

Naru melongo sebelum dia akhirnya berkata, "O-ohh, nanti aku bisa tanyakan dulu ke keluargaku."     

"Kuharap mereka bersedia, karena ... ayolah, ini menyangkut nyawa manusia di bumi."      

Sore harinya, akhirnya Jovano malah sekalian ikut ke kediaman Naru di sebuah kuil besar di pinggir Tokyo yang letaknya tinggi, harus menapak mungkin ratusan anak tangga dulu untuk mencapai kuil. Ini sungguh tipikal kuil di Jepang, meski jarang yang sampai memiliki ratusan anak tangga seperti di tempat keluarga Naru.      

Ternyata kuil itu selain sebagai tempat pemujaan bagi Dewi Amaterasu, di lahan luas itu juga terdapat beberapa bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal bagi keluarga besar Naru. Ada setidaknya 5 bangunan rumah yang tergolong cukup besar, berderet berdekatan berada di bagian belakang kuil.      

Ketika tiba di sana, Jovano dan Naru sudah disambut oleh seorang lelaki paruh baya yang terlihat berpenampilan sederhana, sedang menyapu halaman kuil. Begitu pria itu melihat Jovano, lekas saja dia membuang sapunya dan mulai membuat segel tangan dengan tatapan tajam ke Jovano.      

"Delapan dewa mata angin, satu dewa maha tinggi, lepas!" Pria itu pun mulai komat-kamit.      

"Paman! Jangan! Ini temanku! Dia bukan-"     

"Menyingkir darinya, Naru!" teriak pria yang dipanggil paman oleh Naru barusan.      

"Tapi dia ini-"     

"Minggir, Naru! Om bishi bishi kara kara shibasi sowaka!" serunya dan melanjutkan membuat segel tangan sambil berseru lantang, "Rin! Kyo! Tou! Sha! Kai! Jin! Retsu! Zai! Zen!" Muncul angin kencang ketika tangan itu membuka ke arah Jovano.      

Angin tadi lekas menerjang tubuh Jovano tanpa sempat dicegah Naru.      

Sreeett ....     

Jovano tidak terpental, melainkan dua kakinya hanya terdorong mundur, menimbulkan bunyi di pavingan tersebut ketika beradu gesek dengan sol sepatunya.      

"Paman!" Naru berteriak ingin hentikan pamannya yang masih saja dalam posisi siaga.      

"Ada apa ini?" beberapa penghuni kuil berdatangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.