Devil's Fruit (21+)

Tiba di Volvulandis



Tiba di Volvulandis

0Fruit 1253: Tiba di Volvulandis     

Mogu mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan memasuki kawasan Volvulandis, sebuah kawasan paling berbahaya di daerah selatan alam Hybrid ini, terbentuk dari batuan vulkanik dan berada di sebuah gunung berapi paling mengerikan di alam tersebut.      

Jovano dan yang lainnya mulai merasakan hawa panas ketika melihat daerah di depan jauh sana mulai berwarna kemerahan setelah kabut awan yang menghalangi pandangan pun tersibak.     

Mereka menanti penuh antisipasi. Akan seperti apakah tempat itu? Apakah mereka akan bertemu dengan Hydra?     

"Om Ver, gimana ama jiwa Mom? Apakah terletak di pinggiran Volvulandis?" seru Jovano ketika mereka makin mendekat dan kian dekat ke Volvulandis.      

Hong Wang yang terbang tak jauh dari Noir pun mengerutkan keningnya, berkonsentrasi. "Skriiii! Itu ada di depan sana ... dan sepertinya, bukan di kawasan pinggiran."     

Semua yang mendengar hanya bisa meneguk ludah. Bukan di pinggiran? Apakah itu artinya ... di daerah gunung berapi?      

"Kusarankan, jangan maju lebih dari batas tepian ini!" Mogu lekas berhenti terbang sambil menyeru.      

Ini membuat Noir ikut berhenti karena Jovano menepuk lehernya memberi isyarat. Noir terbang berbalik ke Mogu yang masih diam melayang di angkasa, "Kami tetap harus ke sana."      

"Jangan! Tidak bisa! Kusarankan jangan! Ini demi keselamatan kalian sendiri!" Mogu mengiba bagai ini mengenai nyawanya sendiri. Dia hanya tak sanggup jika teman-teman barunya mendapatkan celaka di depan matanya.      

"Maaf, Mogu, tapi kami memang harus maju ke sana sampai kami menemukan apa yang kami cari." Jovano tak bisa apa-apa selain memberikan kalimat itu ke sang Hippogriff.     

"Tapi ... tapi di sana sungguh berbahaya! Aku tidak bohong!" Mogu menyatakan keteguhannya ingin menahan niat mereka dengan wajah putus asanya. "Memangnya apa yang kalian sedang cari, sih?"     

Jovano ragu-ragu menjawabnya. Yang lain diam karena ini adalah hak dari Jovano untuk bersedia atau tidak mengungkapkannya. "Ini ... kami harus mendapatkan sebuah benda, karena ini misi yang diberikan tetua kami untuk kelompokku."     

Menemukan alasan tepat sebagai jawaban, Jovano berharap Mogu tidak mendesak mencari tahu lebih mendalam.      

"Kenapa tetua kalian sungguh ingin membahayakan hidup kalian? Seharusnya tetua kalian mengetahui dengan jelas bagaimana bencinya sebagian besar monster di sini pada ras kalian! Bagaimana bisa tetua kalian malah mengirim kalian kemari dan malah menyuruh kalian ke Volvulandis? Apakah tetua kalian ingin kalian mengantarkan nyawa?" Mogu berkata dengan nada emosional.     

"Itu sama sekali bukan urusanmu!" geram Noir ke Mogu. Ini membuat si Hippogrif terkejut dan melongo dibentak demikian rupa.     

Mogu tak menyangka Noir akan berbicara keras padanya, padahal niat dia hanya ingin menyelamatkan mereka! Apa yang salah mengenai itu? Bukankah yang namanya teman selalu saling mendukung dan melindungi? Mogu sedang melakukan ini!     

Jovano mengusap-usap leher tebal bersurai milik Noir, berusaha menenangkan sang singa. Lalu dia menoleh ke Mogu. "Maafkan Noir, dia hanya ingin bersikap patuh pada perintah tetua kami. Mogu, jangan marah, yah! Dan maaf juga, kami benar-benar harus ke sana, apapun yang terjadi. Benda itu sangat penting untuk ... kemajuan ujian kami."     

Mogu memutar bola matanya. Dia tak habis pikir, kenapa ras iblis begitu gila dalam segala hal? Hanya sebuah ujian saja sampai mengirim keturunan mereka jauh ke sini, ke alam berisi makhluk-makhluk yang mendendam pada mereka. Terbuat dari apa sebenarnya otak si tetua itu?!     

"Hghh ... sepertinya aku memang tidak bisa mencegah ataupun menghentikan kalian." Mogu sampai pada pemikiran akhirnya. "Baiklah, daripada aku lelah memperingatkan kalian, sepertinya akan menjadi lebih baik jika aku terus menyertai kalian. Ayo kita maju!" Ia pun tersenyum sesudah mencapai konklusinya.     

"Mogu, kami tidak ingin menyeretmu ke dalam bahaya. Jika memang kau tak yakin, lebih baik jangan memaksakan diri dan tetaplah di sini saja menunggu kami." Shona berkata dengan nada tegas namun lembut.      

Mogu menggeleng. "Tak apa, aku akan tetap menyertai kalian. Siapa tahu, dengan begini, aku juga bisa meningkatkan kekuatanku melalui penempaan dalam bahaya!" Matanya bersinar penuh keyakinan saat ini.     

"Hm, baiklah kalau kau sudah seyakin itu." Jovano mengangguk. "Ayo kita jalan, Paman Noir." Ia menepuk leher Noir. Singa itu pun berbalik lagi dan melanjutkan terbang tanpa menoleh lagi ke Mogu.     

Mogu mendesah pelan. Kenapa begitu sulit untuk mengajak berteman Noir? Apakah dia salah? Cara dia keliru? Tapi ... bukankah Jovano dan yang lainnya menyambut persahabatan darinya? Sepertinya dia harus menggunakan metode pendekatan yang berbeda untuk Noir.     

"Jo, apakah tidak sebaiknya kita rehat dulu di tepian ini?" Shona memberi usul ketika mereka tiba di daerah tandus yang dipenuhi warna cokelat gersang dan kemerahan, tanda mereka sudah hampir tiba di kawasan gunung berapi.      

"Kenapa begitu, Sho?" tanya Jovano.     

"Aku tadi baru menggunakan tenaga sihir elemenku. Jika kita langsung menyerbu saat ini juga, aku khawatir jika kita harus berhadapan dengan monster Hydra, dan kalian terluka, aku tak bisa memberikan Healing-ku." Shona menjelaskan mengenai apa yang barusan dia sampaikan.     

"Ohh, begitu." Jovano merenung sejenak dan kemudian berkata, "Baiklah, kita rehat dulu sebentar selama beberapa jam sampai sekiranya kekuatan healing Shona kembali, hanya untuk berjaga-jaga saja, oke? Setuju?"     

"Baik." Semua menjawab serempak dan Noir tak bisa membantah, mulai terbang rendah dan akhirnya tiba di daratan tandus berwarna cokelat gersang dengan tanah dan udara berwarna kemerahan, menandakan betapa panasnya hawa sekitar.      

"Padahal ini masih di tepian gunung api, tapi hawanya udah kayak gini panasnya, yah! Ya ampun, deh!" Jovano takjub sekaligus tak berdaya melihat kondisi kawasan ini.      

"Tak apa, Jo, anggap saja ini sebagai bentuk pelatihan untuk kita pula." Pangeran Zaghar menaikkan semangat kelompoknya. "Apalagi atribut dasar ras kita adalah api, ya kan? Pasti kita akan lekas terbiasa dengan hawa di sini jika menetap beberapa jam lagi."     

Jovano mengangguk setuju dengan ucapan Pangeran Zaghar. "Kak Za betul juga. Nah, ayo kita cari gua kosong atau tempat berteduh lainnya."     

"Mogu, apakah di daerah seperti ini ada monster juga?" Serafima bertanya ke Mogu yang berjalan menyertai mereka. Tentu saja mereka tak mungkin berpikir hanya ada monster Hydra seorang saja di kawasan Volvulandis ini, kan? Maka dari itu, wajar apabila Serafima bertanya seperti itu.     

Mogu sedikit ragu namun akhirnya menjawab, "Enghhh ... ada, memang ada. Beberapa."     

"Beberapa? Banyak, dong!" Gavin menyahut.     

"Ya. Memang. Dan mereka semua biasanya beratribut api dalam serangannya. Ada juga yang beratribut lava meski tidak sekuat Hydra." Mogu sambil berjalan, menjelaskan.     

"Seperti apa saja mereka?" tanya Jovano.     

"Seperti ...."     

Rwaarrghhh!     

Belum sempat Mogu menjawab, sudah ada raungan di dekat mereka. Dan setelahnya, muncullah beberapa makhluk bertubuh manusia, berkepala kadal gurun, tangannya memiliki cakar kadal dan memiliki ekor bagai kadal pula. Ada 8 dari mereka.      

"Mereka salah satunya!" seru Mogu dengan bulu tengkuknya meremang karena merinding.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.