Devil's Fruit (21+)

Menginap dan Membuat Kamar Darurat



Menginap dan Membuat Kamar Darurat

0Fruit 1277: Menginap dan Membuat Kamar Darurat     

Karena itu sudah hampir memasuki waktu petang di alam Mutan, maka Darga sekali lagi menawarkan Jovano dan kelompoknya untuk menginap saja di rumahnya.     

"Apakah itu tak apa-apa, Darga?" tanya Jovano pada lelaki berkulit ungu itu.      

"Tidak ada masalah sama sekali. Tanah ini milikku dan pembuat keputusan terbesar di sini adalah aku." Darga menjawab demikian karena mengira Jovano masih mengira adiknya, Miloz, masih menyimpan keluhan pada kelompok Jovano.     

"Ah, baiklah kalau begitu. Maaf kalau kami terpaksa merepotkanmu." Jovano tidak menampik tawaran murah hati itu karena dia memang ingin istirahat dulu setelah sebelumnya mereka bertempur gila-gilaan menguras tenaga mereka di alam Hybrid.     

Meski berpindah alam, namun mereka masih tetap membawa rasa di alam sebelumnya. Apalagi ketika datang di alam Mutan ini, mereka langsung bertarung sejenak dengan Darga dan Miloz meski itu hal mudah, tetap saja mengeluarkan energi, kan?     

"Oke, guys, kita menginap semalam dulu di sini, yah!" Jovano berbicara ke kelompoknya. Yang lainnya mengangguk patuh.     

Darga menoleh ke Miloz, menyuruh sang adik untuk ... "Miloz, siapkan kamar untuk mereka."     

"Tidak usah, Darga." Jovano menolak kali ini. Dia sudah mengedarkan kekuatan pelacakan dia dan mengetahui bahwa rumah kecil dari batu ini hanya memiliki 2 kamar tidur saja yang pastinya itu masing-masing sudah ditempati Darga dan Miloz.      

"Kenapa?" tanya Darga. Miloz pun berhenti.     

"Kami ... kami bisa membuat kamar kami sendiri." Jovano terkekeh canggung. Lalu, dia keluar ke halaman depan dan meminta pada Gavin, "Gav, tolong dong buatkan ranjang kayu untuk kita tidur."     

"Ohh, beres, Kak Jo!" Gavin maju ke depan Jovano, lalu dia mengumpulkan energi dia sebelum disemburkan keluar dari telapak tangannya dan kemudian, muncullah ranjang kayu sederhana pada awalnya.      

Semua orang mengangguk kagum, terutama Darga dan Miloz. Namun, Gavin tidak ingin berhenti sampai sana saja. Dia masih meneruskan dengan membuat sekat-sekat di antara beberapa ranjang kayu tadi dan akhirnya terbentuklah sebuah kamar sederhana yang berdinding kayu setebal 5 inci.      

"Wah, Gavin keren!" Serafima sampai bertepuk tangan melihat ruangan demi ruangan kamar seperti bilik sederhana dengan isi ranjang kayu di tiap ruangannya. Total, Gavin membuat 3 kamar.      

"He he, ini ... ini hanya bantuan biasa saja, kok Kak Sera." Gavin menggaruk belakang kepalanya sambil tertawa canggung. "Um, apa perlu dibuatkan atap juga?"     

"Tidak! Tidak usah, Gav!" cegah Jovano. "Biar begitu aja, malah bisa sambil liat ke langit, kan romantis." Kali ini Jovano yang terkekeh canggung. Segera saja Serafima menoleh ke kekasihnya dengan pandangan curiga. "He he ...." Dia pun menggaruk kepalanya sama seperti tindakan Gavin tadi.     

"Oh, oke kalo nggak butuh atap." Gavin pun mengangkat dia bahunya sambil menaikkan alis, acuh tak acuh. "Tapi, aku minta tolong dengan sangat pada kalian berempat, yah!"     

"Hah? Minta tolong apa, Gav?" tanya Shona.     

"Tolong banget ... jangan bikin suara-suara ambigu keras-keras, oke? Kasihani daku yang jomblo ini, please!" Gavin sampai harus menangkupkan dua tangan di depan wajah dengan sikap memohon.     

Jovano dan tiga rekan lainnya tertawa geli.      

"Iya, iya, Gav. Kami akan main aman deh demi kamu. Nanti aku pakai array formasi peredam suara." Jovano melirik nakal ke Serafima, menaik-turunkan alisnya dengan senyum penuh makna. Serafima cukup menjawab dengan memukul perut Jovano dengan tinjunya. "Uhuk! Uhuk!"      

"Waduh, aku tidak punya skill di bidang array formasi, nih Jo! Bagaimana, dong?" Shona kecewa.     

"Ohh, nanti aku buatkan formasinya di ruangan kalian yang bisa aktif langsung begitu kalian ada di dalamnya. Habisnya, Gavin kan nggak bikin pintu atau jendela, berasa ini kayak rumah hamster, ha ha ha!" Jovano berkelakar.     

"Tuh, kan ... sekarang malah ngedumel gak ada pintu ama jendela. Tadi aja mau aku bikinin atap, katanya gak usah." Gavin cemberut.     

"Ha ha, jangan baper ih, Gav! Kan aku cuma bercanda!" Jovano beralih memeluk bahu Gavin sambil mengguncang sedikit untuk menghibur Gavin. "Ini udah keren, kok! Cuma butuh improvisasi dan peningkatan aja lain kalinya, oke!"      

Miloz melihat keakraban mereka berlima, padahal kelimanya bukanlah saudara atau keluarga tapi mereka begitu dekat dan secara mendadak, di hatinya timbul kesedihan. Ia pun berpaling, berkata, "Aku ke dalam dulu untuk membereskan meja depan."     

"Jo, bolehkah aku masuk saja ke alam pribadimu?" Mogu meminta masuk.      

"Ohh, baiklah." Jovano pun memasukkan Mogu ke alam Cosmo. Dia sudah mendapatkan pencerahan dari Shona bahwa sepertinya Mogu nekat ikut mereka karena ingin mendekati Noir.     

Setelah memasukkan Mogu, ternyata Jovano juga memasukkan Hong Wang pula ke alam Cosmo. Burung api itu tak sempat protes karena tiba-tiba sudah dipindahkan ke Cosmo. Silahkan saja dia mengomel di sana, Jovano tak perduli.     

Itu karena dia ingin menghindari adanya kegemparan jika kehadiran Hong Wang diketahui penduduk alam Mutan yang tentunya akan merasa curiga apabila melihat beast seperti Hong Wang.     

Setelah malam kian beranjak, Jovano dan Darga masih berbincang-bincang sambil mereka berjalan-jalan mengelilingi perkebunan.     

"Ini tanah luas begini, apa milikmu semuanya, Ga? Aku panggil Ga, tak apa, ya kan?" Jovano menyusuri kebun anggur yang cukup luas.     

"Tidak seluruhnya. Hanya sekitar 2 hektar saja. 1 hektar untuk kebun anggur dan 1 hektar lagi untuk kebun kopi." Darga menjelaskan. "Sisanya hanya untuk rumah tinggal yang kecil saja."     

"Wuah, ternyata juga ada kebun kopi!" Jovano tidak menduga.     

"Ya, di sini juga ditanami kopi. Ini sebenarnya kebun warisan orang tua yang harus aku kelola dengan baik dengan adikku." Darga mengarahkan agar mereka keluar dari deretan pohon anggur dan berjalan sejenak sebelum sampai di kebun kopi.     

"Jadi, ini usaha milik orang tuamu?"     

"Ya, aku secara otomatis harus meneruskan usaha ini ketika mereka meninggal."     

"Tidak ada pekerja?"     

"Tidak. Lebih baik tangani semuanya sendiri. Lagipula, untuk apa pekerja jika aku bisa bergerak cepat memanen atau merawat kebun ini? Adikku juga memiliki kekuatan karet sehingga itu pun memudahkan dia mengurus kebun."     

"Ah, ya benar juga. Lalu ... apakah hasil kebun ini kamu jual ke kota?"     

"Sudah ada penadah langganan yang akan ke sini untuk mengambil anggur dan kopinya. Itu adalah pelanggan sejak jaman orang tua kami."     

"Ohh, ternyata begitu. Oh ya, Ga, tempat ini namanya apa? Masih tergolong di kota atau sudah di dusun?"     

"Tanah ini masih dianggap masuk di wilayah kota meski pinggiran. Di sini adalah kota Ataboz, sebuah kota yang bisa dikatakan besar. Kalau aku tidak salah mengingat, ini mungkin mirip seperti Los Angeles di Amerika."     

"Wah, kau masih juga teringat hal-hal di Bumi!" Jovano takjub.     

"Ya, masih. Tapi entah apakah keadaan Bumi saat ini masih sama dengan saat aku meninggalkannya."     

"Kapan kau pindah dari Bumi?"     

"Sekitar tahun ... 1879."      

"Wah, sudah lama! Tentu kau akan sangat tercengang jika melihat Los Angeles di jaman kini."     

"Benarkah? Mungkin lebih padat dan lebih megah?"     

"Ha ha ha, semacam itu."     

"Ayo kembali saja ke rumah. Kau pasti sudah ditunggu istrimu."     

"Istri? Ohh, itu pacarku, kami belum menikah."     

Tak berapa kemudian, Jovano dan Darga telah kembali dari jalan-jalan singkat mereka. Jovano pamit masuk ke 'kamar' dia.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.