Devil's Fruit (21+)

Menggunakan Nama Walikota



Menggunakan Nama Walikota

0Fruit 1281: Menggunakan Nama Walikota     

Setelah Jovano selesai menjelaskan banyak hal tentang siklus sitimewa aroma tubuh Succubi yang dia ketahui dari sebuah buku kuno di lemari ruang baca kakeknya di istana di Underworld, mendadak saja terdengar berbagai suara yang sepertinya dari arah depan.     

"Siapa mereka?" tanya Serafima sambil berjalan ke jendela untuk melihat siapa gerangan yang bercakap-cakap riuh di depan sana.     

"Tidak akan terlihat, sayank." Jovano menanggapi kekasihnya. "Aku yakin itu adalah pria-pria yang mengejar Shona."     

"Iya kah? Ufhh, aku jadi tak enak hati kalau begini, Jo." Shona jadi sedih, dia lagi-lagi menjadi sumber masalah bagi timnya.     

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Sho. Ini adalah siklus alami kamu. Salahkan saja mereka yang masih terus mengejarmu meski kau sudah begitu jauh dari mereka. Ini sudah bukan mengenai mereka terpengaruh baumu tapi memang mereka ingin cari masalah." Jovano menyampaikan pendapatnya.     

"Sepertinya Kak Jo benar." Gavin pun keluar untuk berjalan ke pagar depan.      

Di sana, memang sudah ada banyak pria. Ada yang penampilannya cukup aneh, namun sebagian lainnya terlihat normal meski memakai berbagai pernak-pernik hanya untuk terlihat keren karena mereka mutan penuh percaya diri.     

"Hei, apakah ada wanita berambut blonde terang yang masuk ke sini?" tanya salah satu dari pria itu.     

"Kalau iya, lantas kenapa?" Gavin bertanya balik.     

"Kau, lebih baik suruh wanita itu keluar. Dan pasti juga ada pemuda yang—nah itu dia!" Mutan lainnya menunjuk ke arah Jovano yang mulai berjalan ke arah pagar.     

"Kenapa dengan aku?" tanya Jovano santai dan berhenti di sebelah Gavin, tidak bermaksud untuk membukakan pintu gerbang bagi para mutan di depannya.     

"Kau! Kau yang mencelakai saudara-saudara kami!" Mutan lainnya berteriak kesal ke Jovano.     

"Yah, aku tak mungkin membiarkan mereka melukai atau berlaku kurang ajar pada temanku, kan? Jadi, aku tidak salah jika harus memukul saudaramu yang kurang ajar itu." Jovano kadang memang tidak ingin menahan ketajaman lidahnya jika di depannya memang berdiri lawan yang tidak layak dia berikan rasa hormat.     

"Kau, sialan! Dari kota mana kau?!" Mutan satunya berteriak marah ke Jovano.     

"Aku? Aku dari Tokyo." Jovano masih bersikap santai.     

"Tokyo?" Para mutan itu pun saling berpandangan di antara mereka, seakan sedang mengadakan diskusi hanya dengan saling tatap.      

"Tokyo? Bukankah itu sebuah daerah di Bumi?" Akhirnya ada salah satu mutan yang paham.     

"Syukurlah di antara kalian masih ada yang cerdas mengenai itu." Jovano tersenyum ringan.     

"Kau! Jadi kau adalah manusia biasa?" Mutan di depan Jovano mulai memandang remeh ke Jovano.     

"Ya, bisa dibilang begitu." Jovano tidak ingin repot-repot menjelaskan identitasnya pada mutan-mutan di depannya.     

"Kau manusia tapi berani memukul kami!" Mutan itu mulai marah.     

"Lho, memangnya kenapa jika aku melakukan itu? Sebagai bentuk pertahanan diri, tentu aku harus melakukan tindakan tersebut, benar? Kau juga pasti tidak akan diam saja jika hendak dipukuli orang, ya kan?" Ia menunjuk santai mutan di depannya.     

Mereka hanya terhalang oleh pagar.     

Segera saja, mutan yang marah itu pun mengeluarkan energi api dari tangannya dan memegang pagar dan membakarnya.      

"Dorn, tunggu dulu! Kita tidak boleh gegabah! Walikota bisa marah ke kita!" Mutan temannya mencegah yang membakar pagar itu.     

"Hei, kau sudah membakar pagar ini, bisakah menggantinya? Sebelum aku melaporkan perbuatan kalian ke walikota." Jovano segera paham sistem di sini. Bahwa kota ini sepertinya takut pada walikotanya.     

Jika memang nama si walikota bisa menjadi tameng untuk memudahkan perkara, kenapa tidak?     

"Tolong, aku mohon jangan melakukan tindakan semacam ini di sini." Mendadak, Darga sudah berdiri di depan Jovano. Ada hembusan angin ketika dia datang, karena dia menggunakan kemampuan gerak cepat dia sebelumnya.     

"Huh! Jadi kau menampung tamu-tamu dari Bumi, Darga! Baiklah, aku akan melaporkan ini pada walikota. Berharap saja teman-teman barumu ini bersikap pantas di kota ini dan tidak berbuat onar." Salah satu mutan di depan Jovano berkata.     

Jovano mengangguk dan membalas, "Aku pun berharap hal yang sama untuk kalian. Agar kalian tidak berbuat onar dan menyakiti teman-temanku."     

"Kau!" Mutan tadi mendelik ke Jovano, hendak menelan bulat-bulat atau sekedar merobek wajah Jovano yang ketampanannya melebihi dirinya sendiri.     

"Sudah, ayo pergi! Ayo kita pergi dulu!" Mutan temannya segera menarik yang sedang emosi itu.      

Para mutan itu pun segera bubar dari sana. Darga menghela napas lega setelah melihat para mutan itu berlalu dari area perkebunan dia.     

"Duh, Ga, sayang banget pagar kamu malah jadi gosong begini." Jovano mendecak sedih melihat pagar kayu itu sudah berubah menjadi arang.     

Brakk!     

Dengan sekali tinju, seluruh pagar depan itu pun runtuh oleh pukulan Jovano. Darga sudah hendak berseru, namun Jovano berkata ke Gavin, "Bro, tolong buatkan pagar baru untuk Darga, dong. Yang keren dan kuat, yah!"     

"Ohh, santai, Kak Jo!" Gavin pun mengacungkan ibu jarinya. Maka, dalam waktu tak sampai lima belas menit, sudah berdiri pagar baru dari kayu yang terlihat lebih kokoh dan juga lebih tinggi.     

"Wah, wah, aku jadi tak enak hati sudah menyusahkan Gavin." Darga menatap takjub pada kekuatan elemen kayu milik Gavin.     

"Kami malah yang merasa tak enak hati, Ga. Maaf kalau kami malah merepotkanmu, yah!" Jovano menepuk pundak Darga.     

Ketiganya pun kembali masuk ke rumah Darga.      

"Bagaimana? Apakah semuanya terkendali?" tanya Serafima ketika kekasihnya kembali.     

"Semoga saja begitu." Jovano menjawab. "Yah, setidaknya kita tadi bisa menggunakan nama walikota untuk menakut-nakuti mereka."     

"Walikota?" Pangeran Zaghar bingung.     

"Ya, sepertinya mereka sangat takut pada walikota. Entah kenapa bisa begitu." Jovano mengangkat pundaknya dengan sikap acuh tak acuh.     

"Itu karena walikota memang sosok yang ditakuti di kota ini." Darga menyahut.     

"Iya kah? Kenapa begitu, Ga?" Jovano tertarik ingin tahu mengenai itu.     

"Walikota dikabarkan memiliki kekuatan yang sangat menakutkan. Aku sendiri belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri, tapi yang aku dengar dari rumor, walikota sangat ditakuti warga kota ini dan bahkan beberapa kota tetangga." Darga menjelaskan.     

"Dan untuk informasi, perkebunan keluargaku ini masih bisa berdiri juga karena perlindungan walikota yang merupakan teman baik ayahku." Darga menambahkan.     

"Oh, pantas saja mereka sebegitu ragunya ketika hendak mengacau tadi, ya kan Gav?" Jovano menoleh ke Gavin.     

"Iya, benar. Padahal aku sudah bersiap-siap jika memang harus bertempur melawan gerombolan itu." Gavin mengangguk.     

"Jadi, kau dan kebunmu ini dilindungi oleh walikota?" Pangeran Zaghar ingin mengonfirmasi.     

"Benar. Inilah kenapa meski ada beberapa pihak yang ingin merebut atau menghancurkan tempat ini, namun mereka masih memandang walikota, maka dari itu aku dan adikku sering terhindar dari bencana." Darga menjelaskan.     

"Tapi … sepertinya mereka masih berusaha merundung kalian ketika kalian di luar rumah, benar?" Jovano mendadak menanyakan itu.     

"Da-darimana kau tahu?" Miloz menatap heran pada Jovano.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.