Devil's Fruit (21+)

Tidak Ingin Menyia-nyiakan Tawaran ke Cosmo



Tidak Ingin Menyia-nyiakan Tawaran ke Cosmo

0Fruit 1292: Tidak Ingin Menyia-nyiakan Tawaran ke Cosmo     

Karena Jovano sudah paham akan perasaan Darga pada Motya, dia memang sengaja merencanakan skema ini. "Bagaimana, Ga? Mil? Kalian mau? Kalian bisa membuat kebun juga di Cosmo. Tanam apapun yang kalian mau di sana, hiduplah lebih damai tanpa takut dirundung."     

Miloz bersedia, namun bagaimana dengan Darga? Siapa yang akan dipilih Darga: Miloz, adiknya … atau Motya, yang dia sukai?      

Darga tenggelam dalam dilema dia.      

Di satu sisi, adalah seorang adik kandung yang merupakan keluarga satu-satunya yang tersisa. Dan di sisi lain, dia menemukan rasa cinta pada seorang gadis yang dia kenal sejak kecil.     

Namun, setelah mengingat kembali apa yang sudah dikatakan orang tuanya sebelum mereka meninggal, Darga meremas hatinya untuk meneguhkan sesuatu sebagai keputusan.     

Memang, sejak dahulu kala, darah lebih kental daripada air. Keluarga adalah nomor satu bagi yang menghargai kentalnya darah.     

Dikarenakan darah lebih kental dari air, maka Darga pun memilih Miloz dan harus melupakan Motya. "Oke, Jo, aku akan ikut ke Cosmo bersama Miloz." Ia mengatakan itu dengan raut sedih yang mencoba disamarkan dengan menundukkan kepala.     

Darga mungkin tidak tahu bahwa usai dia mengatakan keputusannya itu, raut wajah Motya pun sama sedihnya seperti Darga.     

Motya sedih karena harus berpisah dari Darga, padahal … dia juga menyukai Darga, meski tidak pernah memberikan sinyal pada Darga. Dia lebih ingin menunggu Darga saja.     

"Oke, karena keputusan sudah dibuat, maka sebentar lagi aku akan memasukkan kalian berdua ke Cosmo." Jovano melirik wajah Motya dan Darga, bergantian. Ia menahan tawanya melihat betapa sedihnya dua raut itu. "Nah, jika kalian ingin membawa sesuatu ke Cosmo, lekas siapkan sekarang."     

"Oh ya, Jo, benarkah kami boleh menanam sesuatu di Cosmo dan mungkin … mendirikan kebun di sana?" tanya Miloz, teringat akan penawaran Jovano sebelum ini.     

"Tentu saja, Mil. Ambil saja apapun yang tersisa dari pohon anggur atau pohon kopi." Jovano mengangguk.     

"Hm … memangnya masih ada yang tersisa dari kebun gosong itu?" Miloz terlihat putus asa.     

"Ada, kok!" Gavin berseru.     

"Hah? Kau berkata sungguh-sungguh?" tanya Miloz disertai mata terbelalak.     

"Ya! Aku memiliki kekuatan elemen bumi dan kayu, maka dari itu, aku  bisa merasakan apa yang tersimpan di tanah dan apa yang berelemen kayu. Percayalah, masih ada bibit dan tunas muda yang masih selamat di dekat tanah." Gavin mengatakan dengan tegas, sehingga itu cukup membuat Darga dan Miloz mempercayainya.     

Mereka pun kembali ke belakang, ke kebun anggur dan kopi.      

Melalui kekuatan elemen milik Gavin, mereka bisa menemukan beberapa bibit dan tunas muda dari anggur dan kopi.      

"Ternyata benar ada!" Miloz begitu gembira melihat masih ada yang terselamatkan. Lekas saja dia menggali meski dengan penuh hati-hati, hingga dia hampir mencucurkan air matanya karena begitu terharu.     

"Lihat, kalian bahkan menemukan bibit dan tunas muda hingga satu kantong besar, bukan? Ini pasti akan layak untuk ditanam di lahan Cosmo." Jovano semakin membuat tekad mereka kian menyala.      

Meski kebun di alam ini hangus terbakar, namun semuanya tidak musnah dan bahkan bisa diteruskan di tempat lain. Dengan begini, kedua kakak beradik mutan ini tidak meninggalkan warisan orang tua mereka. Usaha untuk berbakti pada orang tua pun tidak terputus.     

"Jo, apakah benar kami boleh membawa rumah kami pula?" tanya Darga sambil menatap penuh harap pada Jovano.     

"Tentu. Tentu saja itu boleh. Kalian bisa memilih hendak menempatkan rumah warisan orang tua kalian di mana di Cosmo." Tawaran yang begitu menggiurkan, bukan?      

"Baiklah, terima kasih." Darga menjadi lebih lega setelah mendapatkan konfirmasi lebih tegas dari Jovano. Dia percaya pada Jovano.     

"Tapi, kami tentunya tidak akan bisa membawa seluruh kebun bahkan tanah di sini, kan Jo?" Miloz hendak mencoba peruntungannya, siapa tahu Jovano juga bisa memindahkan seluruh perkebunan ini ke Cosmo.     

Sayang sekali, Jovano menggelengkan kepalanya dengan tatapan penuh sesal ke Miloz. "Sori, Mil. Untuk yang itu, sungguh tidak bisa. Di samping kekuatanku belum begitu kuat untuk mengambil dan memindahkan seluruh perkebunan ke alamku, aku juga belum mendapatkan ijin dari ibuku. Jika hanya sekedar rumah dan mendirikan kebun, aku yakin ibu tak akan keberatan, tapi entah jika tanah seluas 2 hektar … sepertinya itu cukup mustahil."     

"Mungkin saja sedikit tanah bekas perkebunan ini, tidak apa-apa, Jo?" Serafima berkomentar setelah dia sejak tadi menjadi pendengar.     

"Ohh, jika itu tidak terlalu banyak, aku yakin itu bisa, sih!" Jovano mengangguk. "Nah, jadi sekarang kalian sudah siap  masuk ke Cosmo, ya kan?"      

Miloz mengangguk tegas, namun tidak demikian dengan Darga. Ia mengangguk lemah, melirik cepat ke Motya.     

"Baiklah … hm, Motya, apakah kau menyukai Cosmo?" Mendadak, Jovano beralih ke Motya.     

"Hah? Ehh? Cosmo? Tentu saja! Itu alam yang sungguh asri dan menyenangkan! Mana mungkin ada yang tidak menyukai Cosmo?" Motya menjawab penuh suka cita, teringat pengalaman singkat dia di Cosmo dan merasa itu masih kurang.     

"Oke, baiklah, Motya … karena begitu, kau juga aku persilahkan ikut pindah ke Cosmo." Jovano seakan sedang menyalakan kembang api.     

"J-Jo … kau serius?" Motya melongo. Dia tidak ini hanyalah sekedar salah dengar saja. Dia berharap telinganya waras dan mendengar dengan baik.     

"Sudah pasti aku ini serius." Jovano terkekeh dan melirik raut muka Darga yang tidak kalah melongonya dari Motya. Sepertinya dia berhasil mengerjai Darga dan Motya melalui sedikit sandiwara.     

"A-aku … aku tentu saja mau! Aku mau tinggal di Cosmo, Jo! Masukkan aku juga, yah!" Motya kehilangan ketenangannya.     

"Ha ha, baiklah, itu hanya sebuah perkara remeh untukku." Jovano tertawa kecil sebagai sebuah selebrasi rahasia atas keberhasilan misi dia mengenai Darga dan Motya. "Tapi, yang menjadi konsern aku saat ini mengenai dirimu, Motya …."     

"Ya, Jo? Apa itu? Konsern macam apa yang kau pikirkan mengenai aku?" Motya menampilkan wajah ingin tahu.     

"Bagaimana dengan keluargamu?" tanya Jovano.     

Mata Darga menyala, teringat akan hal itu dan menyambar, "Oh ya, betul! Bagaimana dengan ayahmu, Motya?"     

Ya, Darga hampir lupa bahwa Motya masih memiliki seorang ayah dan 2 kakak lelaki. Tentu saja tidak akan baik jika Motya pergi begitu saja tanpa pamit pada ayahnya, kan?     

"Ayah? Huh! Aku yakin dia bahkan tidak akan ingat bahwa dia memiliki anak bernama Motya." Wajah Motya berubah pahit ketika menyampaikan ini sebagai jawaban terhadap pertanyaan Jovano dan Darga.      

Mendengar itu, kening Jovano dan yang lainnya berkerut karena heran. Kenapa Motya begitu getir menyatakan hal mengenai ayahnya? Apa yang terjadi?     

"Aku sudah terbiasa mendapatkan kekerasan di rumah." Motya melantunkan kenyataan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.