Devil's Fruit (21+)

Tiba di Alam Peri, Fairyland



Tiba di Alam Peri, Fairyland

0Fruit 1294: Tiba di Alam Peri, Fairyland     

Setelah mendapatkan serpihan Kristal jiwa Andrea di alam Mutan, kini kelompok Jovano akan melanjutkan perjalanan mereka ke alam Peri atau yang biasa disebut Fairyland.     

Seperti biasa, Jovano menggenggam sebutir Kristal kecil bernama Kristal Teleportasi pemberian kakeknya di salah satu tangannya sambil bergandengan tangan dengan kelompoknya membentuk lingkaran.      

Dan seperti biasa pula yang terjadi ketika mereka berpindah alam, akan ada cahaya dari bawah kaki mereka yang juga berfusi dengan pusaran angin dan lalu pusaran itu semakin membesar dan membesar melingkupi mereka sebelum akhirnya mereka semua pun menghilang.     

Setelah beberapa waktu memejamkan mata, Jovano dan kelompoknya mulai membuka mata mereka dan menemukan diri mereka sudah berada di sebuah tanah lapang berumput dengan nuansa berbeda dari sebelumnya.      

"Ini … alam Peri?" Serafima melirik ke sekelilingnya.     

"Sepertinya begitu, Aunty." Shona menyahut.     

"Tsk, jangan memanggilku dengan sebutan itu, please … aku merasa aku ini sungguh sangat purba, Sho …." Serafima mengeluh dengan muka memohon ke keponakannya.     

"Hi hi, iya, aku panggil Kakak? Atau Sis?" Shona paham masalah umur bagi kebanyakan wanita.     

"Oh, yes please! Panggil aku Sis saja, oke?" Serafima pun memilih salah satu dari 2 penawaran Shona mengenai panggilan.     

"OKe, oke, Sis." Shona tersenyum dan memeluk bibinya. "Sis," panggilnya lagi. Serafima terlihat senang karenanya dan ikut tersenyum.     

"Sepertinya ini sebuah desa atau mungkin komunitas, yah Kak Jo?" Gavin sudah berjalan di sekitar meski tidak terlalu jauh untuk sekedar mengenali keadaan sekeliling saja.     

Jovano juga berjalan berkeliling beberapa langkah, berkata, "Ya, sepertinya ini memang sebuah komunitas." Ketika dia ingin menanyakan mengenai tempat ini lebih jelas pada Hong Wang, seperti biasa, burung api itu sudah terbang cepat meninggalkan mereka, asyik dengan urusannya sendiri.     

Baru saja Jovano selesai mengucapkan itu, secara tidak terduga, muncul sesosok perempuan cantik setinggi manusia biasa, namun kulitnya begitu putih dan berkilauan seakan nyaris tembus pandang.      

Penampilan perempuan itu begitu cantik dan juga terlihat begitu murni dan polos bagaikan kanak-kanak namun dalam wujud yang lebih dewasa dengan lekukan-lekukan yang akan membuat para pria menelan saliva secara tak sadar, karena pakaian mereka transparan menampilkan keindahan yang ada di dalamnya.     

Yang paling menakjubkan, adalah sepasang sayap pada punggungnya. Sayap itu begitu menyenangkan dipandang, mirip dengan sayap yang ada pada capung, tapi selebar sayap kupu-kupu.     

Seperti itulah yang setidaknya terjadi pada Gavin ketika melihat sosok itu. Menelan ludah tanpa bisa disadari, dikarenakan terpesona oleh kecantikan dan juga kemolekan sosok tersebut.     

"Ehh? Siapa kalian?" Sosok itu bertanya saat dia mendadak keluar dari balik semak-semak tinggi. Mata besarnya terlihat manis daripada menakutkan. Terutama ketika mengedip-kedip, itu terlihat sangat imut. Seakan peri Tinkerbell dalam ukuran manusia biasa, dan lekukan tubuhnya bagai wanita dewasa meski wajahnya seperti kanak-kanak tanpa dosa.      

"Kami?" Jovano menjawab. "Kami … um … kelompok yang datang ke alam ini untuk mencari benda kami yang hilang." Dia tidak ingin lagi seperti yang sudah-sudah, terlibat salah paham dengan penduduk setiap alam yang ditemui pertama kali.     

"Ohh? Benarkah?" Sosok cantik itu segera melangkah namun seperti berjingkat, begitu ringan seakan sedang melakukan balet, melangkah dengan gemulai menggunakan ujung ibu jari kakinya meski tanpa memakai sepatu balet.     

Sosok itu memutari Jovano sambil bertingkah laku seakan sedang mengendus sekeliling tubuhnya.      

Jovano menatap sosok gemulai yang berjingkat-jingkat ringan mengelilingi dia tanpa dia berani melakukan apapun supaya tidak terjadi perkelahian tidak diperlukan.      

"Kau … kau berbau iblis!" Sosok itu tersentak kaget begitu berhasil mengidentifikasi Jovano.      

Jovano dan kelompoknya seketika tegang ketika identitas mereka berhasil dikuak hanya dari endusan sosok itu saja. Mereka bersiap-siap andaikan harus terjadi bentrok hanya karena pihak lain mengetahui mereka keturunan iblis.     

"Apakah iblis buruk di sini?" tanya Jovano dengan hati-hati sambil bersiap-siap jika sosok itu menyerang.     

"Buruk? Tentu tidak!" Sosok itu pun terkikik begitu menyenangkan sambil terus berjingkat-jingkat mengelilingi tak hanya Jovano, namun juga yang lainnya. "Bagi kami di sini, iblis bukan ancaman, tapi teman, rekan, dan juga yang kami puja."      

"Ohh? Dipuja?" Gavin menaikkan alis saking herannya. Baru kali ini ada alam yang tidak memusuhi mereka.     

"Ya, kami memang—hei! Baumu berbeda!" Sosok itu selesai mengendus tubuh Serafima. "Tapi ini familiar!"     

"Hah? Maksudnya?" Serafima bingung dengan ucapan sosok itu.     

"Ahh, sebelumnya, kenalkan dulu, aku Trifila. Aku adalah peri pohon Willow, dan selamat datang di desa kami!" Sosok itu ternyata salah satu peri yang ada di alam ini.     

"Wah, ternyata kau peri! Tapi kenapa telingamu tidak panjang?" Gavin merasa suka cita karena ternyata peri tidak membenci kaum iblis.     

"Ehh? Telinga panjang?" Trifila pun tertawa terkikik sebentar sebelum kembali bicara, "Kami ini peri, bukan golongan Elf, jadi, telinga kami begini saja, um … mirip dengan telinga kaum manusia, kan?"     

"Oh, ternyata begitu." Gavin mengangguk-angguk paham. Ternyata peri bukanlah golongan Elf, mereka berbeda.     

"Ei, bukankah kalian para iblis harusnya tidak seperti ini aslinya, ya kan?" Trifila mengelus pipi Gavin menggunakan ujung telunjuknya sembari dia berjingkat mengelilingi Gavin.     

"A-aha ha hah … yah, kami … ini … anu … ha ha … iya juga, sih!" Gavin merasa ditohok oleh kalimat Trifila.      

Peri cantik itu terkikik lagi dengan sikap genit ke Gavin. "Tapi kami tidak meributkan hal-hal kecil semacam itu. Kami menerima siapapun asalkan baik dan menyenangkan. Hi hi!"     

"Trifila, bolehkah kami bertanya mengenai alam ini?" Jovano bertanya ke peri cantik itu.      

Rambut pirang bergelombang Trifila bergerak lembut ketika peri itu menoleh ke Jovano. "Bertanya mengenai alam ini? Tentu saja bisa."     

"Oh, baiklah. Nah kami ingin tahu …." Baru saja Jovano hendak menyatakan pertanyaannya ketika tiba-tiba saja ada yang berubah dari penampilan Trifila.      

Mendadak, Trifila seperti orang kerasukan, tubuhnya bergetar hebat sambil melayang di udara dan dari mata Trifila, muncul sinar terang berwarna putih.      

Melihat kejadian itu, Jovano langsung memiliki prasangka di hatinya.      

"Kenapa kalian terus saja mendatangi alam-alam milikku?" Suara Trifila yang tadinya lembut dan merayu, kini berubah berat dan dalam meski tidak jelas apakah itu merupakan suara pria atau wanita.     

"Semesta?" Jovano memastikan.     

"Ya, aku Semesta." Rupanya, Semesta merasuki Trifila, berbicara dengan kelompok Jovano melalui peri itu.      

"Ohh, um, mengenai pertanyaanmu tadi kenapa kami mendatangi alam-alammu … sungguh, Semesta, kami tak punya pilihan lain, karena aku sedang mencari  Kristal jiwa milik ibuku." Jovano sebagai pemimpin kelompok, bertugas menghadapi hal-hal semacam ini.     

"Huh! Kau dan kelompokmu hanya membawa keributan, kekacauan, dan kemusnahan saja di alam-alamku!" Semesta terlihat sangat murka menggunakan mimik wajah halus Trifila.      

Wajah cantik yang tadinya lembut penuh senyuman genit itu berubah menjadi wajah beringas dengan mata berisi cahaya saja.      

Jovano mendesahkan keluhan dalam batinnya, haruskah dia bertarung dengan Semesta karena sepertinya sosok digdaya itu marah pada kelompoknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.