Devil's Fruit (21+)

Diajak ke Desa Ratu Peri Mantan Istri Dante



Diajak ke Desa Ratu Peri Mantan Istri Dante

0Fruit 1302: Diajak ke Desa Ratu Peri Mantan Istri Dante     

"Ha ha ha, biarkan saja, sayank." Jovano membela Gavin ketika Serafima menegur agar Gavin tidak menyia-nyiakan Buah Energi Roh untuk menambah energi saat meladeni para peri di ranjang. "Anggap saja itu bayaran untuk kesabaran dia bertahun-tahun ini melihat pasangan di sekitarnya tanpa dia memiliki satupun. Ha ha ha!"     

"Ihh, Kak Jo!" Gavin memanyunkan bibirnya.     

"Rajaku!" Seorang peri yang hanya menutupi tubuhnya dengan selaput kain tembus pandang warna hijau dan masih bisa memperlihatkan seluruh lekuk tubuhnya, terbang menghampiri Gavin dan lekas saja mengalungkan lengan dengan manja di leher Gavin. "Ayolah masuk lagi ke dalam. Aku belum mendapatkan giliran darimu pagi ini, padahal aku sudah siap, Rajaku."     

Suara manja itu begitu menggoda. Gavin sampai tertawa canggung. "Sebentar, manis. Aku masih berbicara dengan kakakku, oke?"     

Peri itu melirik ke Jovano. "Dia juga boleh ikut kalau mau." Lalu mengerling genit ke Jovano.     

"Kau ingin aku merobek-robek sayapmu, hm?" Serafima langsung saja menyahut.     

Peri itu terkesiap dan lekas bersembunyi di belakang Gavin, bertingkah seolah kucing kecil yang ketakutan. "Rajaku, dia sungguh kasar dan menakutkan. Huh! Padahal dia jelek."     

"Hei, tak boleh berkata begitu pada kakak iparku, oke manis?" Gavin mencubit dagu peri itu.     

"Sana, ladeni mereka saja dulu, Gav." Shona berkata, "Kami mungkin akan berjalan-jalan di sekitar sini, siapa tahu ada hal menarik di sini."     

"Nah, ayo Rajaku!" Peri itu menarik-narik lengan Gavin.     

Lalu, muncul peri lain yang juga hanya memakai kain tembus pandang tipis bagai sayap mereka dan bergelanyut ke Miloz. "Kenapa kau lari begitu saja, Tuanku?"     

"A-aku … aku …." Miloz masih saja gugup meski sejak kemarin dia sudah banyak mengalami pengalaman menjadi lelaki dewasa.     

"Ladeni mereka dulu." Jovano berkata pada Miloz.     

"Kak Jo … perjalanan mencari Kristal masih lama, kan?" tanya Gavin sambil lengannya diseret-seret peri yang tadi.     

"Ya, masih lama, kau bisa tenang bersama Miloz di istana kalian." Jovano tersenyum.      

"Apakah tidak apa-apa?" Gavin ingin memastikan.     

"Ya, tidak masalah, kita bisa menetap dan bersantai sejenak di alam ini." Jovano mengangguk. Mumpung alam ini tidak sepahit dua alam sebelumnya yang membenci iblis.     

Sepertinya Jovano bisa bersantai sejenak di alam peri ini.     

Akhirnya, Gavin dan Miloz pun patuh ketika diseret masuk kembali ke istana harem mereka.     

Ketika Jovano dan 2 gadis hendak melanjutkan langkah, muncul Liliac.      

"Liliac, aku pikir kau pergi kemana." Shona senang melihat Liliac lagi.     

"Huh? Hm, ketika kalian tidur malam, untuk apa aku masih tetap menemani kalian? Tentu saja aku memiliki urusan sendiri, kan?"     

"Urusan dengan peri mungil pria kah?" Shona mengelus lembut pipi Liliac menggunakan ujung jari telunjuknya dengan hati-hati, karena ukuran kepala Liliac sama dengan ukuran 1 ruas atas telunjuk Shona.     

"Te-tentu saja tidak! Aku tidak semesum mereka!" Liliac merah padam. "Hh! Aku hanya sedang pergi sebentar ke desa ratuku."     

"Ratumu?" Jovano mengernyitkan kening menandakan keheranannya. "Bukankah ini desamu? Tentunya ratumu juga ada di sini, kan?"     

"Tidak, berbeda." Liliac menggeleng dan mulai hinggap duduk di bahu Shona seperti kemarin. Di sana tempat yang nyaman untuknya.     

"Kenapa berbeda?" Jovano makin terpacu ingin tahu. Jika Liliac berada di sini, tentunya di sini adalah tempat tinggalnya dan desanya juga, ya kan? Logikanya demikian, benar?     

"Di sini bukan desaku lagi." Liliac menjawab.     

"Tapi, kamu bisa mondar-mandir ke sini, ya kan Liliac? Mengapa kau bilang ini bukan desamu … lagi?" Shona cukup bingung. "Apakah tatanan di sini sama seperti di Bumi? Orang asing bebas pergi dan masuk ke wilayah orang lain?"     

"Hmm, sedikit banyak memang ada kesamaan dengan tatanan di Bumi, meski sebenarnya kalau kalian menyadari, desa ini diselimuti selaput transparan."     

"Selaput transparan?" Jovano dan 2 gadisnya serempak mengulangi ucapan Liliac menggunakan nada tanya.     

"Ya. Benar. Entah kalian sadar atau tidak, ada selaput tipis tembus pandang yang melingkupi desa ini, sehingga tidak bisa seenaknya dimasuki pihak lain." Liliac membeberkan sedikit.     

"Tapi kami waktu itu … sepertinya kami mudah masuk ke desa ini tanpa kendala apapun." Jovano mengingat-ingat momen awal mereka tiba di alam ini.     

"Bukankah kalian sebelum memasuki desa ini, kalian bertemu dengan seorang peri?" Liliac mengingatkan.     

"Ahh, ya! Trifila!" Serafima teringat peri satu itu, peri genit yang hendak menggoda Jovano dan menyebalkan.     

"Nah, jika tidak ada dia, maka kalian tentu tak akan bisa memasuki desa kami. Karena … desa ini sebenarnya tidak terlihat oleh yang tidak diinginkan." Penjelasan Liliac semakin mendalam.     

Ini membuat Jovano dan 2 gadis membelalakkan mata tak percaya.      

"Kami … kami memasuki desa yang tidak terlihat?" ulang Jovano, masih tak yakin dengan yang disampaikan Liliac.     

"Tentu saja! Kau pikir akan semudah itu menemukan desa peri? Huh! Jika salah satu dari kami tidak merapalkan mantra, maka tidak akan terlihat oleh orang luar." Liliac memejamkan mata sambil duduk menggoyang-goyangkan kakinya.     

"Oh astaga, ternyata begitu. Jadi … jika kami tidak bertemu dengan Trifila …." Shona merenung.     

"Kalian tidak akan melihat adanya sebuah desa di sini, mungkin kalian hanya akan melihat tanah lapang berumput saja." Liliac meneruskan kalimat Shona.     

"Ya ampun, ternyata begitu. Hm, untung saja Trifila muncul." Jovano menggumam cukup keras.     

"Hmph! Untung, yah!" Serafima sudah cemberut di sebelah Jovano.     

"A-ahh! Maksudku … bukankah sebuah keberuntungan karena Gavin dan Miloz menemukan kebahagiaan mereka, ya kan? Juga, sebuah keberuntungan pula akhirnya aku mengetahui kisah masa lalu ayahku di sini. Semua itu tentu harus dianggap sebagai keberuntungan, sayank." Jovano meraih bahu Serafima dan menggosok-gosokkan ujung hidungnya ke pipi sang kekasih.     

Melihat itu, Shona memilih memalingkan pandangan saja. Namun, ternyata aksi Shona diketahui Jovano dan dia pun secara canggung melepaskan pelukannya pada Serafima.     

Astaga, serumit inikah nantinya jika dia memiliki 2 istri? Jovano bertanya-tanya dalam hati.     

Serafima ternyata menangkap gerakan canggung Jovano melepaskan pelukannya dan melirik ke Shona. Ada kecurigaan di hatinya.     

"Lalu, ratu yang kau bicarakan?" Shona mengembalikan topik ke semula.     

"Itu adalah ratu lama di desa ini. Ratu terdahulu, Yang Mulia Ratu Yredis." Liliac menjawab dengan nada memuja.      

"Jadi, ratu yang sekarang bukan Yredis?" tanya Jovano.     

"Panggil dia dengan gelar yang tepat!" tegur Liliac sambil menatap tajam ke Jovano.     

"O-ohh, oke … Ratu Yredis. Hm, apakah itu ratu yang merawat ayahku dan menikah dengan ayahku di sini?" Jovano mengalah dan bertanya lebih mendalam untuk memastikan.     

"Ya. Benar. Kalian mau kuajak ke tempat ratuku? Desanya tak jauh dari sini." Liliac terbang dari bahu Shona dan mengitari mereka dengan gerakan lincah.     

"Ehh? Boleh?" Jovano antusias. Dia ingin tahu seperti apa wanita yang membuat ayahnya jatuh cinta saat amnesia.     

"Tentu saja!" Liliac terbang di dekat pipi Shona. "Kau juga bisa melihat saudari-saudarimu."     

"S-s-saudari-saudariku?!" Jovano terkesiap kaget.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.