Devil's Fruit (21+)

Desa Peri yang Sangat Berbeda



Desa Peri yang Sangat Berbeda

0Fruit 1303: Desa Peri yang Sangat Berbeda     

Betapa terkejutnya Jovano ketika dia diberitahu oleh peri Liliac bahwa dia ternyata memiliki half-sister. Ini berbeda dengan saudara tiri. Kalau saudara tiri, tidak memiliki salah satu orang tua yang sama.     

Sedangkan ini, ada bocah lain yang memiliki DNA ayahnya, makanya Jovano tidak bisa menyebut itu saudara tiri. Dan tidak hanya satu, namun dua!     

Ini merupakan pukulan kejutan untuk Jovano. Dan lagi-lagi, dia berjanji untuk tidak usah memberitahu ibunya mengenai ini atau ayahnya bisa jadi perkedel daging.     

"Hufftt … astaga, ha ha ha, ternyata perjalanan ke alam ini sungguh tidak sia-sia. Hm, jangan-jangan, jiwa Mom yang melesat ke sini, memang sudah ditakdirkan, he he he …." Jovano pun berjalan bersama yang lainnya menuju ke desa peri lainnya yang dikatakan Liliac.     

"Huh! Dasar lelaki tidak bisa menjaga kemaluannya!" dengus Serafima sambil berjalan. "Aku paling benci dengan lelaki kemaruk dan rakus wanita seperti itu!"      

"Ta-tapi Dad melakukan itu saat dia lupa jati dirinya, sayank." Jovano menepuk bahu kekasihnya.      

"Dan apakah kau akan menggunakan alasan yang sama nantinya, hm?" Serafima sudah mendelik tajam ke Jovano.     

"Aku … aku …." Ya ampun, Jovano sampai tidak berkutik kalau sudah diserang begini oleh Serafima. "Aku tentu saja akan bertanggung jawab dan menyayangimu, sayank." Akhirnya, dia hanya bisa berikan kalimat itu, lalu melirik Shona di sebelah Serafima.     

Wajah Shona terlihat rumit. Ini cukup membuat Jovano merasa bersalah seketika. 'Sho, sabar, yah! Aku harus pelan-pelan membujuk Sera', ia berkata dalam hatinya.     

Setelah melewati hutan murbei yang tidak terlalu luas, mereka pun tiba di sebuah sebuah tanah lapang.     

"Berhenti." Liliac berkata.     

"Sudah sampai, yah?" tanya Shona sambil melirik Liliac di bahunya.     

"Ya." Liliac mengangguk.     

"Baiklah," jawab Shona lagi dan berdiri diam bersama Jovano dan Serafima.     

"Tunggu sebentar." Liliac terbang dari bahu Shona dan dia terbang statis di depan mereka, memejamkan mata sambil menangkupkan kedua tapak tangannya, lalu dua tangan itu dijulurkan dan kemudian muncul debu peri secara ajaib dan kemudian, secara perlahan, muncul sebuah pemandangan.     

Desa peri.     

"Wuah! Sudah terlihat!" Serafima menatap takjub ketika adanya perubahan pemandangan di depannya.      

"Ayo!" Liliac terbang kembali ke bahu Shona.     

Ketiganya pun mulai melangkah maju dan memasuki desa peri. Meski begitu, desa yang ini tidak seluas dan seramai desa peri sebelumnya tempat Gavin dan Miloz membangun kerajaan harem mereka.     

Desa peri yang ini terasa lebih … tenang dan damai, tidak penuh hiruk pikuk akan tawa cekikikan genit.     

"Liliac!" Seorang peri bertubuh setinggi setengah meter menyapa. "Ini siapa?" Ia heran melihat adanya Jovano dan 2 gadisnya.     

"Mereka temanku dan mungkin bisa dikatakan … tamu tak diundang untuk Ratu kita." Liliac terkikik kecil, menutupi mulutnya dengan tapak tangan mungil dia.     

"Tamu tak diundang? Untuk Ratu kita?" Peri itu menatap Jovano dan 2 gadis dengan pandangan waspada dan curiga.     

"Siapa itu?"     

"Liliac, kau membawa siapa?"     

Mulai muncul peri-peri lain. Ukuran mereka berbeda-beda, persis seperti yang di desa sebelumnya. Tapi, raut wajah mereka sama sekali tidak mirip seperti penduduk desa satunya.     

Penduduk di desa peri yang ini … terlihat biasa saja melihat kedatangan Jovano. Padahal Serafima sudah bersiap hendak menggeram jika ada peri yang berani menerjang ke Jovano.     

Nyatanya, mereka semua memandang biasa saja kepada Jovano. Malahan, itu lebih mengarah ke tatapan curiga.     

"Percayalah, mereka ini aman, kok! Mereka temanku!" Liliac pun terbang lagi mengelilingi ketiga 'tamunya' lalu terbang juga ke teman-temannya. "Jangan berprasangka macam-macam, mereka orang baik."     

"H-hai, halo, aku Jovano, senang bertemu dengan kalian semua." Jovano sebagai tamu tentu saja harus lebih dulu menyapa dan memperkenalkan diri, kan?"     

"Aku Serafima."     

"Hai, aku Shona."     

Kedua gadis juga memperkenalkan diri sesudah Jovano.     

"Mvarla." Peri setengah meter dengan rambut biru terang menyebut namanya.     

"Lyrda." Peri satu meter berambut putih keperakan juga ikut memperkenalkan diri dengan gaya tenang.     

"Myorq." Ini adalah peri seukuran Liliac dan rambut hijaunya terasa menyegarkan mata.     

"Phyria." Dia peri seukuran manusia normal berambut oren panjang menyentuh mata kaki dan bergelombang, sungguh cantik, tubuhnya juga indah, namun tertutupi kain warna perak dari leher hingga kaki, tidak menampilkan lekukan tubuhnya.     

"Ayo, akan aku ajak kalian menemui ratu kami, Yang Mulia Yredis." Liliac mengajak Jovano dan 2 gadisnya melanjutkan langkah.     

"Liliac! Kenapa kau hendak mengajak mereka menemui Yang Mulia Yredis?" Peri Mvarla berusaha mencegah dan terbang di depan Liliac yang memimpin kelompok tiga orang itu.     

"Percayalah padaku, kalian nanti juga akan tahu sesuatu yang menarik." Liliac mengedip memberi sinyal ke rekan desanya.     

"Hm, baiklah. Tapi awas saja jika mereka membahayakan Yang Mulia Ratu Yredis." Peri Lyrda menyahut di dekat Liliac.     

"Kalian, jangan bertindak macam-macam atau kami tidak akan segan lagi, mengerti?" Peri Phyria menatap tajam ke kelompok Jovano.     

"H-he he he … kami … kami cinta damai. Kami ke sini diajak Liliac." Jovano mengangkat dua tangannya menyatakan sikap pasrah dan memberikan sinyal bahwa dia tidak ingin melakukan penyerangan apapun terhadap mereka.      

"Ya, semoga memang begitu!" ucap Peri Phyria.     

"Berharaplah kau tidak mengingkari ucapanmu!" sambung Peri Lyrda.     

Sungguh, sikap mereka berbeda jauh dengan peri di desa satunya, dan ini membuat Jovano serta kedua gadis di belakangnya menjadi heran, bertanya-tanya kenapa bisa begitu.     

Berbeda desa, beda kelakuan dan tabiat kah?     

Mereka melewati banyak pohon-pohon dengan pintu pada bagian pangkalnya dan ada taman sederhana di depan pohon tersebut. Sepertinya itu tempat tinggal mereka di sini.     

Lumayan mirip dengan hunian di desa satunya, hanya, di desa yang satunya didekorasi dengan lebih meriah dan extravaganza. Sedangkan di sini, pohon sebagai rumah mereka begitu terkesan sederhana dan manis.     

Lantas, mereka sudah tiba di sebuah pohon yang sepertinya paling besar dan paling tinggi di sini, yang memiliki beberapa lubang jendela di sekelilingnya  mengitari batang besar secara rapi dengan lampu biru berkedip-kedip dari dalam, dan beberapa meter di atasnya juga ada jendela yang sama, namun warna cahaya dari dalam yang terlihat hingga keluar adalah merah muda, dan jendela di atasnya lagi memendarkan cahaya perak.     

"Inikah istana milik Ratu Yredis?" tanya Jovano ketika dia berdiri di pohon yang kokoh menjulang bagai raksasa.     

"Ya, ini istana milik ratu kami." Liliac mengangguk, lalu dia menaruh tapak tangannya pada bidang di samping pintu masuk utama dan sekejap berikutnya ada cahaya muncul di antara telapak Liliac dan tembok pohon itu, dia berkata, "Yang Mulia Ratu Yredis, aku datang membawa tamu istimewa untuk Anda."     

Jovano dan kedua gadis pun saling pandang, menunggu.     

Tak sampai lama, pintu besar di depan Jovano terbuka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.