Devil's Fruit (21+)

Ditolak Danau dan Menjadi Tamu Desa Elf



Ditolak Danau dan Menjadi Tamu Desa Elf

0Fruit 1313: Ditolak Danau dan Menjadi Tamu Desa Elf     

"Nah, itu kristalnya ada di sana!" Tangan Jovano menunjuk ke bagian atas danau dimana ada kristal jiwa berwarna merah melayang cukup tinggi dan tenang diselubungi kabut.      

Segera setelah melihat Kristal jiwa milik ibunya, Jovano lekas terbang melesat hendak menggapai Kristal tersebut. Serafima tetap berdiam diri saja menunggu Jovano karena dia merasa tak perlu memberikan bantuan. Tak ada siapapun di danau itu.     

Ketika Jovano sudah terbang ke danau dan sebentar lagi tiba di Kristal, mendadak saja dia merasakan adanya energi tolakan yang membuat dia terpental mundur.     

Brukk!     

Jovano terkejut mengetahui ini. Dia jatuh di atas tanah dan merasa kebingungan. Kenapa bisa terjadi seperti tadi? Dia menatap Serafima dengan pandangan heran.     

Serafima menghampiri Jovano dan bertanya, "Tadi kau kenapa?" Ia membantu Jovano berdiri.     

"Aku tak tahu. Ini … danau ini aneh." Jovano menatap serius pada danau di depannya. "Tadi seperti ada energi besar yang mendorongku. Seperti aku menabrak tembok dan didorong kuat ke belakang."     

Belum sempat Serafima memberikan respon atas ucapan Jovano, mendadak ada banyak elf di belakang mereka dan berteriak-teriak.     

"Hei, kau! Jangan seenaknya pada danau kami!"     

"Kau! Siapa kau hingga merasa bisa berlaku sesukanya di sini!"     

"Kau! Dari suku mana kau, heh!"     

Para elf itu mengacung-acungkan senjata mereka ke Jovano dan Serafima.      

Namun, segera, dari kerumunan, muncul ke depan seorang elf tua berambut dan berjenggot putih hingga matanya saja tertutup oleh alis putihnya yang lebat. "Kalian … kenapa hendak memasuki danau suci kami?"     

"Danau suci?" Jovano tercengang, begitu juga Serafima.      

"Astaga! Kalian … apakah kalian … dari suku iblis?" tanya tetua berambut putih itu. Matanya membelalak menampilkan bentuknya sedikit diantara lebatnya bulu alisnya.      

"Kami … yah, bisa dikatakan demikian." Jovano tidak mengelak. Sepertinya hawa darah iblis dia lebih dominan ketimbang darah Nephilim milik kekasihnya.      

"Suku iblis!" Warga elf lainnya segera saja terkesiap mendengar penuturan Jovano. "Mereka suku iblis!"      

"Um, apakah kalian … membenci suku iblis?" tanya Jovano. Jika kaum peri tidak membenci, bagaimana dengan kaum elf?      

Sementara itu, Serafima sudah bersiap-siap memegang senjata di pinggangnya jika memang para elf di depan mereka ini ternyata membenci iblis.     

"Tidak! Tentu saja kami tidak membenci iblis." Pak tua itu segera menjawab Jovano sambil mengibas-kibaskan tangannya. Lalu dia terkekeh ringan dan berkata lagi, "Anak muda, apa kalian tak tahu bahwa itu adalah danau suci?"     

Jovano menoleh ke belakang, ke arah danau dan kembali menatap pak tua tadi dan menjawab, "Ya, kami memang tidak tahu apa-apa mengenai danau itu. Aku pikir, itu bisa dimasuki siapa saja karena aku merasa ingin mandi begitu melihat danau itu, he he. Maafkan aku yang tak tahu ini."     

Kening Serafima berkerut. Jovano tidak menyampaikan tujuan mereka dan malah membelokkan dengan mengatakan hendak mandi di danau? Tapi, karena dia percaya Jovano adalah ahli strategi terbaik di kelompoknya, maka ia pun diam saja. Pasti Jovano memiliki pertimbangan tersendiri mengenai ucapannya tadi.     

"Ohh, bagaimana jika kalian pergi ke tempatku saja dan kalian bisa mandi di sana. Kolam yang aku miliki juga tidak kalah menyegarkan dari air danau. He he he …." tawar si pak tua.     

Jovano berpikir sejenak sebelum akhirnya dia pun setuju dan mengangguk sambil berkata, "Baiklah, aku rasa itu tidak rugi untuk dicoba." Ia melirik ke kekasihnya.      

Serafima membuang muka dan berkata, "Terserah kau saja."     

"Calon istriku sepertinya akan sangat menyukai mandi berendam dengan air segar, Tetua." Jovano berkata sambil berjalan di samping pak tua tadi.     

Di belakangnya, Serafima mendengus pelan. Namun, di hatinya ada pijar gembira mendengar dia disebut sebagai calon istri oleh sang kekasih. Wanita mana yang tidak tersanjung dengan perkataan demikian dari lelaki yang dia cintai?     

Tiba di tempat elf tua tadi, Jovano dan Serafima dijamu makanan dan minuman enak.      

"Biarkan anak-anakku menyiapkan kolam untuk kalian mandi. Ayo, nikmati dulu makan dan minum ini. Hanya hidangan sederhana dari kami para elf yang hidup sederhana." Elf tua mempersilahkan Jovano dan Serafima menikmati hidangan yang telah disediakan.     

Karena Jovano menilik dengan seksama bahwa tak ada niat buruk di mata elf tua itu, maka dia pun tak segan lagi mengambil apapun yang ada di depannya dan meneguk minumannya dengan rasa tenang. Serafima melihat kekasihnya melakukan demikian, maka dia pun mengikutinya.     

"Siapa nama kalian?" tanya elf tua ke tamunya. "Aku yang tua ini disebut Borkho."     

"Aku Jovano dan ini calon istriku, Serafima." Jovano memperkenalkan dirinya dan juga sang kekasih. "Kebetulan kami sedang berjalan-jalan di alam ini dan melihat panorama indah alam kalian."     

Kemudian, mereka pun berbincang sejenak sebelum akhirnya Jovano dan Serafima dibawa ke sebuah kolam kecil untuk mandi berendam. Jovano tidak menyia-nyiakan itu dan masuk berdua saja dengan kekasihnya.      

Sambil duduk santai di kolam seraya bersandar di pinggiran kolam, Serafima bertanya ke Jovano. "Kenapa tadi kau tidak mengatakan mengenai misi kita mencari Kristal?"      

Sebelum menjawab kekasihnya, Jovano terkekeh terlebih dahulu sambil mencubit dagu sang kekasih dengan gemas, lalu berkata, "Kalau aku seenaknya mengungkapkan misi kita pada mereka yang tidak kita kenal baik, apa jadinya kalau mereka ingin merugikan kita?"     

Menepis tangan Jovano di dagunya, Serafima membalas, "Tapi kau langsung mengatakan misi kita ke peri yang kita temui untuk pertama kali."     

"Ohh, itu … karena aku mengamati bahwa para peri itu tidak berbahaya, apalagi … peri-peri itu memuja kita para iblis, ya kan?" Jovano menarik tubuh kekasihnya dan memeluknya dari belakang.     

"Kau ini! Ini tempat orang, hei!" Serafima menoleh ke belakang sembari mencubit punggung tangan Jovano.      

"Sshhh … karena kau tahu ini tempat orang, makanya jangan banyak teriak, yah! Atau kau ingin melakukannya di alam mimpi saja dimana kau bebas berteriak?" goda Jovano.     

Plakk!     

Tangan Serafima menepuk keras punggung tangan kekasihnya. "Kau berharap ingin memperlakukan aku seperti Shona?"     

Mendengar nama Shona disebut secara tiba-tiba, Jovano mulai surut dan wajah cemasnya muncul. "Kira-kira di mana Sho sekarang, yah? Dia tidak juga menjawab panggilanku." Di hatinya, dia hanya bisa melacak Shona nanti ketika waktunya tidur.     

"Huh! Kau memang paling mencemaskan dia dibandingkan aku, yah!" Kecemburuan Serafima menyeruak lagi disertai wajah cemberut.     

"Kata siapa?"     

"Aku barusan!"     

"He he … sayank, aku mencemaskan kalian berdua sama porsinya, kok!"     

"Tapi aku kan kekasihmu! Bahkan calon istrimu!"     

"Aku mencemaskan dia karena banyak orang yang sudah memasrahkan dia dalam perlindunganku, sayank."      

"Huft!" Serafima malas berdebat lagi dan memilih diam daripada dia makin kesal karena Shona.      

Ini dimanfaatkan Jovano untuk memesrai kekasihnya lebih jauh. Serafima menolak galak namun beberapa belas menit setelah Jovano membujuk dengan penuh perjuangan, gadis Nephilim itu pun tunduk pada hasrat Jovano.     

Di malam hari, setelah santap malam dengan Borkho yang ternyata merupakan kepala dusun desa elf itu, Jovano berbicara bertiga saja dengan lebih intens.      

"Tetua Borkho, tolong ceritakan mengenai danau suci kalian itu," pinta Jovano. Apakah Borkho bersedia?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.