Devil's Fruit (21+)

Biarkan Aku Menghangatkanmu



Biarkan Aku Menghangatkanmu

0Fruit 1326: Biarkan Aku Menghangatkanmu     

Jovano dan kelompok pencari Kristal jiwa Andrea sudah tiba di alam selanjutnya, yaitu Alam Penyihir.     

Di sana, mereka bertemu seorang penyihir perempuan berparas cantik dan bertubuh sintal yang langsung membuat gairah Gavin membara.     

Dari penyihir perempuan itu, akhirnya diketahui informasi mengenai alam itu.     

Alam Penyihir tidak memiliki pembatasan akan apapun. Maka dari itu, energi sihir Jovano dan kelompoknya bisa bebas digunakan di sana sebanyak dan sesering apapun. Ini nyaris mirip dengan di Alam Peri, hanya lebih bebas sebebas-bebasnya.     

Lagipula, alam ini biasa dikunjungi kaum iblis, yang jika disimpulkan oleh Jovano berdasarkan cerita singkat terselubung dari penyihir perempuan itu, alam ini bagaikan alam prostitusi bagi kaum iblis.     

Para penyihir di alam ini sepertinya digunakan para iblis untuk bersenang-senang saja dan melahirkan anak-anak mereka yang kemudian bisa mereka bawa, entah untuk keperluan apa di Underworld atau ada juga yang sengaja dibawa ke Bumi manusia, mungkin untuk membuat kekacauan di sana.     

Dunia sihir, okultisme menyimpang yang dilakukan banyak penyihir membuat mereka dilaknat dan juga diburu serta dimusnahkan oleh manusia biasa. Terlebih, para penyihir yang berinteraksi dengan iblis sebelum mereka dipindah ke alam ini.     

Karenanya, penyihir yang masih selamat pun dipindahkan ke alam ini, namun dari penuturan si perempuan itu, pemilik alam ini bukanlah Semesta seperti beberapa alam sebelumnya.     

Melainkan salah satu Pangeran Iblis dari golongan bangsawan iblis di Underworld.     

"Apakah di sini ada istilah penyihir putih dan penyihir gelap?" tanya Jovano. Dia pernah membaca ini dari salah satu buku kuno di perpustakaan milik kakeknya, King Zardakh.     

"Tentu! Tentu saja ada. Kami memang dibagi menjadi 2, putih dan gelap." Penyihir perempuan itu menjawab. "Aku salah satu penyihir putih!" ucapnya dengan dagu terangkat naik, seolah sedang membanggakan dirinya sebagai penyihir putih.     

"Ohh! Kau penyihir putih!" Jovano mengangkat kedua alisnya sambil mengangguk pelan. "Apa yang membedakan penyihir putih dan gelap? Bagaimana aku bisa mengenalinya?"     

"Dari bau, dari aura wajah, dari sihir yang kami gunakan." Perempuan itu menjawab.     

"Hm, begitu rupanya." Jovano mengerutkan kening sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana kami harus memanggilmu?"     

"Ohh, astaga! Rupanya aku sampai lupa memperkenalkan diri!" Perempuan itu memekik sambil dua tangan menangkup pipinya.     

"Tak apa, kami juga belum memperkenalkan diri." Jovano mengibaskan tangan dengan santai.     

"Ehem! Perkenalkan, Tuan Muda … namaku Egrima." Perempuan penyihir itu pun menyebutkan namanya.     

"Egrima. Hm, baiklah, aku Jovano. Ini Gavin, Serafima, dan Shona." Ia memperkenalkan satu demi satu anggota kelompoknya.     

"Apakah kalian akan menginap di rumahku? Akan merupakan suatu kehormatan bagiku jika para Tuan Muda dan Nona Muda bersedia menginap di sini!" Egrima menatap penuh harap pada kelompok Jovano.     

"Yah, mungkin menginap satu malam saja, kita lihat nanti bagaimana ke depannya." Jovano tak ingin memberikan kepastian dulu karena dia pastinya membutuhkan banyak informasi dari Egrima mengenai lokasi tempat Kristal jiwa berada.     

"Baiklah! Aku akan menyiapkan 2 kamar untuk kalian! Kalian … 2 pasangan, kan?" Telunjuk Egrima menunjuk kepada kelompok itu.     

Mengetahui bahwa Egrima salah sangka, Gavin terkikik geli dan berkata, "Mereka bertiga, aku sendirian saja."     

"He-heehh?" Egrima membelalakkan mata tak percaya. Ternyata dua wanita itu adalah milik Jovano semuanya! Yah, tidak perlu heran juga karena mereka adalah iblis. Memiliki banyak wanita itu sudah hal biasa.     

Lalu, pandangan Egrima tertuju pada Gavin yang memandangi dia dengan mata penuh minat. Aha! Rupanya demikian!     

"Um, kalau begitu … aku akan siapkan kamar untuk kalian bertiga dan satu lagi untuk Tuan Muda ini." Egrima pun berlari dengan cepat menggunakan kaki sihirnya dan dalam waktu sekejap saja, dua kamar layak sudah tersedia untuk kelompok Jovano. Tak sampai 1 menit. "Silahkan kalian beristirahat."     

Jovano mengangguk puas akan kinerja Egrima. Ia pun menggamit pinggang Serafima dan Shona bersama-sama masuk ke salah satu kamar.     

"Wah, kamarnya besar. Sepertinya Egrima sedang menunjukkan dedikasinya sebagai tuan rumah yang baik." Mata Jovano menyala pada tempat tidur luas dan besar di depan matanya. Bahkan itu akan sangat muat jika mereka bertiga bergumul bersama.     

Tapi … apakah dia sudah boleh menggumuli mereka sekaligus? Jovano melirik Serafima, dan membatin, 'Rasanya belum bisa.'     

"Aku di tengah, yah!" Serafima langsung merebahkan tubuhnya di bagian tengah kasur besar luas itu. Jovano dan Shona segera paham maksud Serafima, bahwa mereka belum boleh bercinta secara nyata, hanya diperbolehkan di alam mimpi saja.     

Ya sudah, dari pada memicu emosi Serafima yang mudah meledak akibat cemburu, Shona mengalah dan mengambil posisi di sisi kanan Serafima dan Jovano di sisi kiri.     

Saat ketiganya sudah berbaring dan mengunci pintu menggunakan formasi yang Jovano kuasai dan juga membungkus kamar itu dengan formasi selubung pelindung agar tak ada yang mencoba masuk, Jovano pun berkata, "Sepertinya Gavin sudah menemukan tambatan adiknya malam ini."     

"Hi hi, benar." Shona terkikik sambil memiringkan tubuh ke arah Serafima dan Jovano. "Matanya lapar ketika melihat Egrima."     

"Dasar bocah tak tahu malu! Padahal baru kemarin dia merayu adikku!" geram Jovano.     

"Hee? Dia merayu adikmu? Siapa? Rvna? Eunika?" Serafima baru tahu ini.     

"Aku tebak pasti Eunika," tutur Shona.     

Jovano mengangguk ke Shona. "Dari mana kau tahu kalau Eunika diincar Gavin?"     

"Aku langsung tahu ketika pertama Gavin menatap Eunika. Tadinya aku pikir ke Rvna, tapi sepertinya gadis seperti Rvna bukanlah tipe Gavin, maka aku hanya bisa menebak Eunika yang bersikap manis dan pendiam, mirip Ivy." Shona menjelaskan, namun ketika dia melihat raut sedih di wajah Jovano, dia segera berkata, "Ahh! Maafkan aku, Jo! Maaf kalau aku menyebut dia."     

Jovano menoleh ke Shona dan meringis kecil sambil menjawab, "He he, tak apa, kok! Mau bagaimana lagi, Ivy memang adikku, ya kan? Tak apa jika memang harus disebutkan."     

Sementara kamar Jovano masih terdengar bincang-bincang sebelum lelap, di kamar yang ditempati Gavin datanglah Egrima mengetuk pintu dan langsung masuk begitu saja.     

"Tuan Muda, aku membawakan susu hangat dan roti untukmu. Aku pikir ini pasti tidak jauh dari seleramu." Egrima masuk membawa baki dengan segelas susu beserta sepiring kecil potongan roti di atasnya.     

Yang membuat mata Gavin menyala bukan apa yang dibawa Egrima, melainkan apa yang dikenakan penyihir perempuan itu. Gaun Egrima adalah gaun tipis putih tembus pandang sehingga Gavin dapat melihat perempuan itu tidak mengenakan apapun di balik gaun itu. Apakah sebuah undangan terbuka?     

"He he … terima kasih atas perhatianmu, Nona Egrima."     

"Jangan panggil aku Nona. Rasanya aku jadi malu bagaikan gadis kecil jika Tuan Muda memanggilku begitu. Nah, apakah Tuan Muda menyukai apa yang aku bawa?"     

"Ohh, tentu saja, Egrima. Sangat menyukainya. Namun, yang lebih kusukai adalah yang membawakan hidangan itu."     

"Ohh!" Pipi Egrima mendadak bersemu merah muda usai mendengar kalimat godaan nakal dari Gavin. "Tuan Muda pandai menggoda." Ia tersipu.     

"Kemarilah dan lihat apa yang bisa aku goda darimu lagi." Gavin menepuk pahanya dengan makna agar Egrima duduk di pangkuannya.     

Egrima tidak perlu disuruh dua kali dan langsung saja pergi ke pangkuan Gavin. "Tuan Muda … sungguh kasihan sekali kau sendirian saja dan kedinginan, sedangkan temanmu memiliki 2 wanita. Biarkan Egrima ini yang akan menghangatkanmu sekarang, Tuan Muda—aannghh …."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.