Devil's Fruit (21+)

Diketahui Identitasnya



Diketahui Identitasnya

0Fruit 1333: Diketahui Identitasnya     

Keesokan harinya, dengan perasaan berdebar-debar, Gavin pun menghampiri Jovano yang sudah menunggunya di pelataran depan rumah Egrima. Ia muncul disertai si penyihir yang manja bergelanyut pada lengannya.     

"Sudah siap, Gav?" tanya Jovano.     

"Sudah, Kak Jo." Gavin mengangguk, lalu dia menoleh ke Egrima di sampingnya yang berwajah muram. "Aku pergi dulu, yah!"     

Egrima mengangguk sedih. "Jangan nakal di sana, Tuan Muda. Aku akan sangat sedih jika Tuan Muda melupakan aku meski hanya sekejap."     

"Jangan khawatir, sayank. Kau selalu di hatiku." Gavin tersenyum sambil mencubit hidung mungil mancung Egrima.     

Melihat adegan itu, Serafima memutar matanya dengan jengah. Dia nyaris muntah menyaksikan hal 'lebay' macam itu. Sedangkan Shona yang melirik madunya yang sedang jengah, hanya terkikik kecil lalu mencubit pinggang Serafima.     

"Gav, jadi sekarang atau tidak, nih? Atau ingin balik ke kamar aja?" sindir Jovano ketika melihat Gavin dan Egrima masih saja lovey-dovey saat Gavin seharusnya lekas berangkat bersamanya menuntaskan misi.     

Menyadari sindiran teman masa kecilnya, Gavin segera menyahut dengan suara canggung, "A-aahh, iya, Kak Jo! Sekarang, ayo sekarang!" Ia kemudian melepas belitan lengan Egrima dan lari ke Jovano.     

Kemudian, kedua pria itu pun keluar dari rumah Egrima dan berjalan berdua saja ke sebuah arah seperti yang sudah ditunjukkan oleh Hong Wang yang entah di mana sekarang. Burung api satu itu memang gemar kelayapan tak terdeteksi dan hanya akan muncul ketika Jovano berhasil mendapatkan potongan Kristal jiwa ibunya.     

Di langit, ada banyak penyihir dan iblis yang berseliweran terbang. Jika penyihir menggunakan alat seperti sapu atau apapun yang bisa dinaiki atau diduduki dengan santai, para iblis justru terbang tanpa menggunakan alat apapun karena itu sudah merupakan kemampuan dasar mereka sejak kecil.     

Ada yang bersayap, ada pula yang tidak. Ada yang bertanduk, ada pula yang kepalanya bersih dari tanduk. Namun, energi iblis mereka masih jelas terendus meski penampilan mereka terkadang menyaru.     

Apalagi iblis murni yang benar-benar memiliki darah murni ras iblis, mereka sangat mudah dideteksi dari bau dan energinya yang sangat tajam.     

Namun, makhluk seperti Jovano dan Gavin yang memiliki darah campuran, mereka memiliki keuntungan bisa menyaru dari iblis lain yang kekuatannya masih di bawah rata-rata.     

"Kita terbang saja, yah Kak Jo!" usul Gavin.     

"Hm, oke!" Jovano mengangguk dan mulai terbang ke destinasinya.     

Di udara, banyak penyihir yang menyapa kedua pria tampan itu. Mereka secara genit menghampiri Jovano dan Gavin, dan secara iseng bertanya ini dan itu.     

Jovano memberikan jawaban singkat dan menguarkan sinyal tidak ingin banyak diganggu. Sedangkan Gavin, dia masih bisa membalas senyum dan elusan para penyihir, terutama yang masih muda dan memikat.     

Memutar matanya, Jovano hanya bisa mendesah melihat kelakuan Gavin. Apalagi ketika ada penyihir muda genit yang dibopong depan oleh Gavin sambil terbang.     

"Gav, apa kau butuh kamar?" sindir Jovano.     

"A-ahh, maaf, Kak Jo! Dia ini sungguh nakal, astaga, aku harus pergi dulu, cantik. Kapan-kapan saja, yah!" Gavin mencubit dagu penyihir belia itu. Padahal dia sangat ingin menerima tawaran Jovano barusan.     

"Kau yakin tidak ingin sekarang, ganteng?" Penyihir muda berdada montok itu menekankan dadanya ke Gavin.     

"A-aha ha ha … kapan-kapan saja kalau kita ada jodoh, yah cantik. Aku sedang ada pekerjaan, oke?" Tak mau kehilangan kesempatan, tangan Gavin meremas pantat dan salah satu payudara penyihir itu.     

Si penyihir muda mendesah binal sebelum akhirnya benar-benar melepaskan diri dari gendongan Gavin dan kembali ke sapu peraknya, lalu terkikik sambil pergi menjauh.     

"Astaga, Gav, kau ini memang benar-benar jelmaan Casanova!"     

"He he … maaf, Kak Jo!"     

"Padahal belum ada satu jam dari kamu janji surga ke Egrima."     

"Y-Yah, namanya juga lelaki, Kak!"     

"Aku lelaki dan aku tidak begitu. Semua itu pilihan, Gav."     

"Iya, Kak. Maaf, yah!"     

"Kendalikan dirimu, Gav. Kontrol napsu s3ksmu. Karena itu bisa jadi sebuah malapetaka untuk kamu kalau kamu tidak mengontrol dan mengumbar sesuka hati saja." Jovano menggeleng-gelengkan kepala.     

"Iya, Kak. Aku akan coba kontrol itu." Gavin mengangguk, menyatakan janjinya meski dia sendiri tak yakin apakah bisa melakukannya.     

Semenjak kegagalan dan patah hatinya akan Ivy, Gavin jadi menggila dalam melampiaskan napsunya ke perempuan muda. Seakan ia ingin membuktikan bahwa dia menarik dan Ivy rugi karena tidak memilihnya.     

Memang kekanakan, tapi begitulah Gavin saat ini. Semoga saja tidak terbawa sampai dia dewasa atau dia akan menjadi Pangeran Djanh kedua.     

Akhirnya, kedua pria itu pun tiba di sebuah tempat sangat luas dengan bangunan mirip kastil nan megah yang kokoh.      

"Wow, tidak aku sangka di tempat seperti ini bisa ada istana semacam ini." Gavin terpukau dengan bangunan tersebut. "Ini malah nyaris sama seperti istana bangsawan di Underworld, yah Kak!"     

"Hu-um." Jovano mengangguk. "Ayo, kita masuk. Ingat rencana yang aku paparkan kemarin."     

"Ya, Kak!" Gavin mengangguk paham.     

Saat mereka berdua berjalan ke depan kastil mewah itu, ada sekelompok penjaga yang bertampang gahar dengan tubuh penuh otot.     

"Siapa kalian?" tanya salah satu penjaga pintu.     

"Aku Jo dan ini asistenku, Gav." Jovano tidak menyertakan nama panjangnya, demikian juga untuk Gavin.     

"Mana undangan kalian?" Penjaga itu menatap keduanya dari atas sampai bawah.      

"Undangan kami tertinggal di Underworld." Jovano sudah menyiapkan jawaban itu meski dia tidak diberitahu Egrima mengenai keharusan adanya undangan untuk memasuki kastil tersebut. Dari sini, Jovano bisa mengasumsikan bahwa Egrima tidak pernah dibawa ke tempat ini oleh iblis atau penyihir lainnya.     

"Harus ada undangan! Kalau tak ada, pergi!" Penjaga itu membentak Jovano dengan suara serak dan berat.     

"Hei, hei, Movgad, kenapa kau berteriak-teriak seperti itu?" Dari arah belakang, terdengar suara mendayu. Hal itu membuat Jovano dan Gavin segera memutar badan dan mendapati adanya iblis bangsawan di belakang mereka. Dari pakaiannya saja sudah kentara.     

"Maaf, Yang Mulia Molof, hamba hanya menjalankan tugas saja, tidak bermaksud membuat Yang Mulia tidak nyaman." Segera, sikap gahar penjaga itu lenyap ketika berbicara dengan iblis bangsawan bernama Molof. "Mereka tidak memiliki undangan tapi hendak masuk."     

Mengabaikan ucapan si penjaga, Molof menatap Jovano dan Gavin secara teliti. Wajah tampan namun bengis Molof pun sedikit menunjukkan fluktuasi perasaan. "Ini … jangan katakan bahwa aku salah. Apakah kau adalah … cucu dari King Zardakh?" Suaranya sedikit tak yakin, karena dia sendiri belum bisa memastikan apakah tebakannya benar atau salah.     

"Ohh! Kau mengenalku?" Jovano akhirnya tidak bisa menyembunyikan identitas sebenarnya yang dia miliki. Rasanya percuma saja apabila terus menyangkal. Terlebih, jangan remehkan deteksi dari kaum iblis.     

"Oh Lord! Kau benar cucu dari King Zardakh!" Molof pun berseru dengan mata merahnya menyala disertai seringai lebar yang menampilkan deretan gigi runcingnya bagaikan ikan hiu. Tidak disangka, wajah setampan itu memiliki gigi bagai hiu. Menakutkan!     

Hanya, Jovano tak tahu, apakah Molof ini kawan atau lawan. Namanya boleh terkenal di Underworld, namun sebagian iblis di sana pun tidak menyukai Jovano yang memiliki darah malaikat, berikut dengan sedikit kemampuan malaikat itu sendiri di tangan kanan Jovano.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.