Devil's Fruit (21+)

Babak Kedua, Gavin Tak Berkutik!



Babak Kedua, Gavin Tak Berkutik!

0Fruit 1338: Babak Kedua, Gavin Tak Berkutik!     

Saat Gavin dicerca dan diprotes banyak penonton karena membunuh monster lawannya menggunakan kapaknya, pemilik arena itu menjawab lantang, "Tidak ada pelanggaran." Alphegor berseru meredakan kecaman penonton ke Gavin. "Nah, karena Ksatria Gavin berhasil mengalahkan monster, maka silahkan melanjutkan dengan lawan keduamu!"     

"Hah?!" Gavin dan Jovano sama-sama kaget. Lawan kedua?! Mereka tidak salah dengar, kan?      

Jovano lekas saja menoleh ke Alphegor, berkata, "Baginda Alphegor! Kenapa ada lawan kedua? Temanku sudah menang! Dia …."     

"Pangeran Muda …." Alphegor balas menoleh ke Jovano dan dengan tenang menjawab, "Di arenaku ini, sudah menjadi ketentuan bahwa semua harus melewati 3 babak berturut-turut."     

"Apa?!" Jovano sampai tak bisa kendalikan dirinya dan membelalakkan mata sambil kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Apakah Alphegor begitu berhasrat untuk menindas dirinya menggunakan kuasa dan pengaruhnya di sini?     

"Pangeran Muda Jovano yang terhormat …." Alphegor masih dengan nada santai mendayunya dengan sepasang mata sedikit sayu memandang Jovano. "Dimana-mana, ini sudah menjadi ketentuan di arena gladiator manapun. Lagipula …." Dia meninggikan suaranya, dan melanjutkan, "apakah ini merupakan hal sulit bagi teman Anda? Apakah dia gentar melawan 3 lawan sekaligus?"      

Jovano membeku diam, demikian juga Gavin di tengah arena sana, pemuda itu mendongak ke arah tribun khusus tempat Alphegor dan Jovano berada.      

"Teman dari Pangeran Muda Jovano!" Alphegor menyeru ke Gavin di bawah sana. Mata mereka bertemu dan pandangan Gavin begitu sengit ke Alphegor tanpa bisa ditahan. "Apakah kau gentar jika melawan 3 orang sekaligus? Aku pikir kau adalah cambion kuat, atau aku salah?"     

Menggertakkan giginya, Gavin membalas dengan seruan lantang ke Alphegor, "Mana mungkin aku gentar! Kau keluarkan semua monster di sakumu juga aku tak akan mundur!"     

Rasanya Jovano ingin menepuk kening Gavin keras-keras. Apa bocah satu itu sedang menantang, hah? Bagaimana jika Alphegor benar-benar mengeluarkan semua monster untuk melawan Gavin? Bukankah itu malah merepotkan? Huh, bocah itu masih saja mudah panas dan terprovokasi! Jovano hanya bisa mengeluh di dalam hatinya.     

"Ha ha ha! Bagus!" Alphegor membalas seruan Gavin dan tertawa puas. "Aku sangat menyukai semangat muda sepertimu! Tapi, tenang saja, aku tetap berpegang teguh pada peraturan yang aku buat sendiri. Cukup mengalahkan 3 lawan berturut-turut, maka kau menjadi pemenang dan berhak keluar dari arena!"     

Ingin sekali Jovano menghembuskan napas lega keras-keras jika tidak ada Alphegor di sisinya. Untunglah iblis keriput itu masih mau berpegang pada aturannya sendiri. Ia sudah bersiap-siap nekat jika memang Gavin harus melawan seluruh monster koleksinya.     

Bagi Jovano, keselamatan anggota kelompoknya lebih penting dari apapun juga.     

Tangan Alphegor terangkat tinggi di udara, mengisyaratkan kode bagi penjaga di bawah sana untuk membukakan pintu selanjutnya agar lawan berikutnya dari Gavin bisa keluar.     

Penjaga mengangguk dan membuka jeruji besi, lalu … keluarlah sosok di dalamnya.     

Gavin bertanya-tanya, kira-kira makhluk macam apa lagi yang disodorkan padanya untuk dia bantai. Ia menatap ke ambang pintu keluar, di sana masih terlihat gelap meski dia sudah memicingkan mata, tetap tidak bisa melihat apa yang ada di dalamnya.     

Mendadak ….     

Splaashhh!     

Dari arah ruangan tempat lawan Gavin berada, muncul menyembur keluar seuntai tebal benang hitam yang langsung mengikat tubuh Gavin.     

Ini sungguh mengejutkan Gavin hingga pemuda itu tak sempat menghindar karena begitu cepat dan tiba-tibanya. Respon Gavin kurang tangkas sehingga dia dibelit benang hitam itu.     

Tak hanya dibelit hingga tak berkutik, Gavin juga diseret menuju ke arah asa muasal benang tadi. Serta-merta, Gavin berusaha sekuat tenaga menghentikan tarikan itu menggunakan tumit kakinya yang dijejak kuat-kuat ke tanah sebagai rem seraya tubuhnya dia condongkan ke belakang sebagai penolakan tarikan.     

"Errrghhhh! Siaallaannn!" seru Gavin ketika sedikit demi sedikit, dia tertarik ke arah lawan yang belum terlihat. Rupanya dia cukup kewalahan melawan tarikan itu.     

"Gav!" Jovano tak bisa menahan lagi dan berseru sambil dua tangannya berpegangan di bibir tribun khusus. Matanya melotot dengan wajah cemas menguasai raut mukanya.     

"Errghhhh!" Gavin masih mengerang keras sambil berikan daya tolak menggunakan kakinya. Dia juga berusaha lepas dari benang hitam yang membelenggu tubuhnya, bahkan kedua lengannya juga terkunci oleh benang tebal itu.     

"Gav! Bertahan! Jangan menyerah! Aku tahu kau bisa!" Jovano tahu itu adalah kalimat usang yang terdengar norak, tapi itu sungguh keluar dari dalam hatinya untuk Gavin. Ia sudah bersiap-siap hendak melesat turun ke bawah sana untuk menolong Gavin jika memang harus.     

Jovano tahu bahwa di sekeliling arena sudah dipasang formasi array semacam dinding tembus pandang. Namun, dia cukup percaya diri bisa membubarkan formasi pengurung itu. Dia lega karena dulu mempelajari ilmu formasi meski belum sehebat ibunya.     

Gavin melirik ke arah Jovano. Dia masih mengerang menolak tarikan dari makhluk apapun di dalam sana.     

"Karena kau menolak datang padaku, maka biarlah aku mengalah dan datang padamu, duhai lawanku yang tampan …." Dari dalam, terdengar suara berat dari seorang wanita, dan keluarlah sesosok aneh.     

Mata Gavin membelalak ketika perlahan-lahan, sosok itu keluar dari kegelapan. Bentuknya merupakan sebagian besar wujud dari laba-laba namun ukurannya sangat amat besar, mungkin dua atau tiga kali dari tinggi Gavin.     

Rupanya, benang hitam itu muncul dari mulut si makhluk itu!     

Kepala makhluk itu merupakan kepala manusia perempuan namun warna kulitnya ungu kehitaman beserta taring yang tidak terlalu besar namun pastinya berbahaya, dan juga rambutnya berkibar-kibar dan ternyata itu adalah ular. Medusa?     

Mengetahui itu, Gavin segera palingkan pandangan dari mata makhluk aneh itu. Ia tidak mau dijadikan batu hanya dari tatapan saja.     

Mengetahui apa yang diperbuat Gavin, makhluk itu tertawa keras, "Ha ha ha! Kau takut jadi batu? Ayo, tatap aku, pria tampan kecilku! Aku tak akan menjadikanmu batu, kau bisa tenang. Aku justru ingin melahapmu sambil kau masih berteriak dan memberontak dalam jalinan cintaku ini."     

Rupanya dia bukan jenis medusa meski berambut ular. Namun, Gavin tetap harus waspada. Apalagi makhluk itu juga memiliki torso manusia perempuan. Ada dua tangan manusia dan juga sepasang payudara polos yang menggembung. Tapi, Gavin sama sekali tidak terpikat meski itu telanjang sekalipun.      

Mata hitam makhluk itu berkilau seperti Kristal dan tubuhnya bergoyang-goyang seperti laba-laba. Air liurnya menetes ke tanah arena sambil mulut masih terbuka karena dari sanalah benang hitam yang membelit tubuh Gavin berasal. Meski begitu, makhluk tersebut masih bisa terus berbicara.     

Kaki laba-laba makhluk itu setapak demi setapak maju mendekat ke Gavin yang masih belum berhasil lepas dari jeratan benangnya. "Kemarilah, tampanku, biarkan aku merasakan dagingmu yang pastinya lezat. Aku juga bisa membuahimu jika kau memang ingin. Aku bisa menusukkan benihku ke dalam dirimu dan kau bisa menjadi inang bagi anak-anakku, ha ha ha!"     

Gavin bergidik ngeri membayangkan itu terjadi pada dirinya. Tak sudi! Dia tak mau dijadikan inang bagi anak-anak monster aneh ini! Tapi, bagaimana agar dia bisa terbebas dari belenggu benang sialan itu?!     

Sementara, si makhluk aneh terus bergerak maju. Meski langkahnya pelan, namun karena dia besar, tentu itu lekas memangkas jarak dia dari Gavin.     

Gavin terus memutar otak mencari cara membebaskan dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.