Devil's Fruit (21+)

Gavin Dilumpuhkan!



Gavin Dilumpuhkan!

0Fruit 1339: Gavin Dilumpuhkan!     

Ternyata, di babak kedua pertarungan Gavin sebagai gladiator, dia juga harus melawan sosok bagaikan monster. Itu adalah manusia setengah laba-laba, atau sebaliknya? Laba-laba setengah manusia?     

Yang pasti, monster aneh mengerikan itu rupanya lebih kuat dibandingkan monster sebelumnya. Yang satu ini cukup membuat Gavin tidak berkutik.     

Kaki laba-laba makhluk itu setapak demi setapak maju mendekat ke Gavin yang masih belum berhasil lepas dari jeratan benangnya. "Kemarilah, tampanku, biarkan aku merasakan dagingmu yang pastinya lezat. Aku juga bisa membuahimu jika kau memang ingin. Aku bisa menusukkan benihku ke dalam dirimu dan kau bisa menjadi inang bagi anak-anakku, ha ha ha!"     

Gavin bergidik ngeri membayangkan itu terjadi pada dirinya. Tak sudi! Dia tak mau dijadikan inang bagi anak-anak monster aneh ini! Tapi, bagaimana agar dia bisa terbebas dari belenggu benang sialan itu?! Dia terus memutar otak mencari cara membebaskan dirinya.     

Cepat, Gavin! Cepat pikirkan sesuatu!     

"Kau … apakah kau sebenarnya wanita cantik?" tanya Gavin di luar ekspektasi semua orang, termasuk si monster itu. Rahang Jovano nyaris jatuh ke tanah, sedangkan si iblis keriput—Alphegor melongo bersama Molof.     

Monster laba-laba itu berhenti sejenak sambil tertegun, lalu dia tersenyum genit, "Tampan, bagaimana kau tahu kalau aku ini sebenarnya cantik?"     

"Apa …. apa yang membuatmu sampai begini?" tanya Gavin. "Bisakah aku melihat wujud cantikmu?"     

"Hm? Wujud cantikku? Tentu saja bisa!" Monster laba-laba itu pun menggerakkan bagian-bagian tubuhnya. Terdengar bunyi derak di sana dan sini, sungguh mengerikan bagi telinga siapapun, bagai ada tulang yang patah atau retak.     

Mata Gavin membelalak ketika monster laba-laba itu secara perlahan mengubah bentuknya di depannya. Dari tubuh monster yang tinggi dan besar, menciut dan menciut sampai akhirnya mencapai bentuk seukuran manusia dewasa perempuan.      

Monster itu telanjang begitu saja dan memang wujudnya cantik, apalagi rambut ularnya sudah menghilang digantikan rambut cokelat berombak yang halus, itu menambah kecantikannya. Kulit pun menyerupai kulit manusia pada umumnya. Semuanya tampak baik-baik saja dan normal.     

Namun, untaian benang hitamnya belum juga lepas dari mulut si wanita, dengan begitu Gavin pun belum terbebas juga.     

"Bagaimana? Apakah aku cantik?" tanya si monster.     

"Ka-Kau ternyata bisa berubah seperti manusia!" seru Gavin dengan mata terbelalak secara tulus. "Dan kau memang sangat cantik!"     

"Tsk! Tentu saja, karena dulunya aku memang manusia, lalu kenapa kalau begitu? Nah … mari kita saling menyatu. Ahh … maksudku … kau yang menyatu di dalam tubuhku." Monster itu tersenyum menyeringai menampakkan taring kecil yang menambah keseraman wajah cantik itu.     

Gavin makin terkejut mendengar dari monster itu sendiri yang mengaku pernah menjadi manusia. Ehh?! "Tunggu! Kau … kau dulunya manusia? Lalu kenapa—"     

"Tampan, jangan bicara lagi, oke? Aku sudah tak sabar ingin mencicipi manisnya dirimu." Kaki jenjang tubuh telanjang monster itu makin mendekat ke Gavin. Memang sudah tidak terlihat seseram sebelumnya karena berwujud perempuan cantik dan molek, tapi tetap saja Gavin bergidik karena benang hitam itu masih belum terlepas dari dirinya.     

Ketika jarak antara mereka semakin terpangkas, Gavin mengerahkan kekuatannya sebesar mungkin, dari tangannya pun muncul jarum besar dari kayu yang dia arahkan ke perempuan itu.     

Monster laba-laba terkejut karena ternyata Gavin masih bisa membuat serangan padanya. Ia segera mundur ke belakang secara terpaksa sambil bersalto sebelum wajah cantiknya terkena tusukan jarum kayu yang menyerang beringas ke arahnya.      

"Kau! Grrhhh … kau bisa-bisanya ingin melukai wajah cantikku!" Monster itu marah. "Akan aku buat kau menderita perlahan-lahan sebelum mati! Kematianmu tidak akan kubuat mudah!" Monster itu geram dan rahangnya bergemeletuk karena marahnya.     

"Sial! Luput, yah!" Gavin terkekeh.      

Dia menyentakkan tubuhnya kuat-kuat ke belakang sehingga monster laba-laba itu secara otomatis tertarik ke arahnya. Semakin dekat jarak mereka, Gavin kembali melesatkan ribuan jarum kayu dari tangan yang masih terbelenggu di samping tubuhnya.     

Ini mengakibatkan monster laba-laba itu harus lari menghindari jarum-jarum kayu Gavin. Dia terus saja menghindari serangan Gavin.      

Situasi jadi berbalik menjadi Gavin yang membuat monster itu pontang-panting ke sana kemari untuk menghindari serangannya. Gavin terus mempertahankan situasi demikian sambil dia mencari cara untuk memutus benang hitam tebal di tubuhnya.     

Namun, tanpa Gavin sadari, sembari monster laba-laba itu berlarian ke sana kemari menggunakan wujud manusianya yang telanjang, benang di tubuh Gavin makin menumpuk dan membungkus tubuhnya lebih banyak lagi.     

"Heekh!" Gavin tercekat ketika menyadari kedua tapak tangannya kini sudah terbungkus benang hitam. Bahkan benang itu sudah mulai membebat kaki dan menjalar ke lehernya. Wajahnya pucat pasi melihat ini.     

"Ha ha ha!" Monster laba-laba tertawa gila menyaksikan ekspresi kaget Gavin. "Kau pasti tidak mengira tubuhmu semakin aku bebat, kan? Ha ha ha! Kau pikir kau sudah membuatku kewalahan berlarian ke sana kemari, huh? Kau masih terlalu naïf, tampanku …."     

Gavin ceroboh dan terlalu terbuai dengan serangan dia yang dia kira sudah membuat monster itu kewalahan lari pontang-panting ke segala arah. Dia kira dia sudah bisa membeli waktu untuk dia menemukan ide melepaskan diri dari jeratan benang si monster. Namun, yang terjadi … dia malah makin terjerat.     

Malahan, kini benang itu sudah mencekik lehernya. Yang lebih aneh lagi … Gavin merasa tubuhnya kian tak berdaya. "Ka-Kau … kau pakai racun apa …." Suaranya tercekat bagaikan napasnya sudah berada di ujung lidah.     

"Fu fu fu …." Monster cantik itu terkekeh disertai pandangan meledek ke Gavin. "Racun? Hn, entahlah apakah itu disebut racun, tapi … asalkan itu membuatmu takluk, kau bisa menyebutnya dengan sebutan apapun, sayank tampanku." Kaki monster itu makin mendekat ke Gavin.      

Saat ini, tubuh Gavin sudah terbungkus mencapai leher. Wajah Gavin sudah berwarna pucat bagaikan susu basi.      

"Kau … kau menyedot energiku …." Kini Gavin sadar kenapa dia merasa selemas ini.      

"Ohh! Rupanya kau sudah menyadari salah satu fungsi utama dari benang cantikku, tampan!" Monster itu melantunkan suara indahnya yang mendayu merayu namun tetap saja terasa mengerikan bagi Gavin. Lalu, dia tertawa terbahak-bahak hingga payudara telanjangnya berguncang-guncang.     

"Gav! Gav!" seru Jovano dari tribun khusus. "Gav! Kau se—"     

"Kak Jo! Tenang saja!" teriak Gavin ditengah situasi sulitnya. Sebuah senyuman diarahkan ke Jovano.     

Mata Jovano membeku melihat Gavin tidak berdaya sama sekali dalam balutan benang hitam dari si monster laba-laba. Ia sudah hendak meluncur maju menghancurkan formasi, namun seketika dia urung.     

"Pangeran Muda, kau tidak bermaksud ingin menerjang ke sana, kan?" tanya Alphegor seraya melirik Jovano. "Anda tidak hendak menyelamatkan teman Anda, bukan?"     

Jovano mengalihkan pandangan ke Alphegor. "Sebenarnya aku sangat tergelitik melakukan itu."     

"Pangeran Muda, jika kau menyelamatkan dia, bukankah itu termasuk penghinaan untuknya?" Alphegor membalas dengan raut santai.     

"Yah, kau benar juga. Dia pasti akan murka jika aku menyelamatkannya karena itu akan melukai harga dirinya," ucap Jovano sambil surut kembali ke kursinya dan terduduk lemas. Alphegor dan Molof sepertinya menikmati ekspresi putus asa Jovano saat ini.     

Sementara itu, di arena, Gavin makin dibelit hingga kepala sampai dia sudah mirip seperti mumi saja.     

Monster laba-laba terbahak-bahak gembira karena dia berhasil melumpuhkan Gavin sehingga pemuda itu seperti lemas tak mampu bergerak. Gavin seolah manusia lumpuh yang tidak bisa apa-apa saat ini.     

Wanita monster itu mendekat dan mulai menggigit benang yang membungkus tubuh Gavin, dan itu artinya dia juga mulai memakan Gavin itu sendiri.      

Jovano tak mau melihatnya. Kepalanya tertunduk dengan satu tangan menutupi dahinya. Mata Alphegor dan Molof menyala akan kegembiraan saat menatap reaksi Jovano yang menyedihkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.