Devil's Fruit (21+)

Kompromi Dari Zivena



Kompromi Dari Zivena

0Fruit 1398: Kompromi Dari Zivena     

Pada hari keenam sejak tertidur, Zivena akhirnya bangun. Awalnya dia linglung sejenak mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mengetahui di mana keberadaannya saat ini.     

Namun, ketika dia melihat seorang wanita paruh baya, wanita itu berteriak gembira.      

"Nak, kau sudah bangun! Syukurlah! Dewa memberkatimu!" Wanita itu terus berucap sambil memeluk Zivena saking leganya.      

Bagaimana tidak lega jika gadis belia yang tertidur berhari-hari lamanya hingga dikira koma, ternyata bisa bangun sendiri dalam kondisi yang baik-baik saja.     

"U-Ungghh … Bu, ini …." Zivena tak tahu dia di mana, tapi dia yakin masih di Vietnam.     

"Ini rumahku. Kau pingsan setelah menyembuhkan Nha Linh. Kau tidur hampir seminggu lamanya, sampai-sampai kami hendak membawamu ke rumah sakit, tapi temanmu melarang kami." Bu Phuong Tinh menjelaskan. "Ahh, kau bisa memanggilku Bu Tinh.     

"A-Ahh, baiklah, Bu Tinh. Lalu … ke mana temanku itu?" tanya Zivena.     

"Sebentar, aku akan mencarinya. Tadi siang dia pergi dengan Nha Linh, katanya hendak mencari sesuatu di kota." Bu Phuong Tinh pun berjalan keluar untuk bertanya ke tetangga apakah mereka melihat Gavin dan Nha Linh.     

Karena Zivena tak sabar, dia pun menggunakan anting komunikasinya untuk menghubungi Gavin. "Kalau kau tak segera datang, aku akan meninggalkanmu!"     

Gavin yang baru saja sedang hendak memulai babak kedua aksi bercintanya dengan Nha Linh di sebuah kebun kosong pun terkejut menerima pesan suara di anting komunikasinya. "A-Ahh … Nha Linh sayank, kita kembali, yuk!"     

"Ehh? Sekarang?" Nha Linh seperti enggan.     

"Ini sudah sore dan hampir petang, kan? Tak baik kalau pulang kemalaman," alasan Gavin.     

"Um, baiklah." Nha Linh pun segera memakai kembali pakaiannya dan bergegas kembali ke kampung bersama Gavin.     

Ketika Gavin tiba di rumah Bu Phuong Tinh, wajah Zivena sudah masam. Lelaki muda itu meringis saat ditatap tajam oleh Zivena. "Tadi … mencari jepit rambut untuk Nha Linh."     

"Hmph!" Zivena mendengus. Ini membuat Nha Linh yang di dekatnya jadi tak enak hati.      

"U-Umm … Zivena, kan?" Nha Linh akhirnya bisa bertatapan langsung dengan Zivena. "Itu … terima kasih atas pertolonganmu … tempo hari. Aku benar-benar berterima kasih."     

"Tidak masalah." Zivena menjawab dengan suara dingin. Lalu dia menatap tajam lagi ke Gavin. Menggunakan bahasa Jepang, dia berucap ke Gavin, "Aku mencium bau busuk dari kalian. Hm …."     

Tersengat oleh ucapan telak Zivena, Gavin kaget dan gugup seketika. "I-Itu … itu … anu … sebenarnya …."     

"Apa? Apakah kau benar-benar melakukannya?" tanya Zivena masih menggunakan bahasa Jepang agar Nha Linh tidak paham.     

"Aku …." Namun, belum sempat Gavin melanjutkan perkataannya, Zivena sudah memukulkan tapak tangannya ke perut Gavin, membuat jiwa Gavin langsung keluar ke belakang.     

"Ga-Gavin!" Nha Linh memekik kaget melihat tubuh Gavin limbung dan jatuh ke tepi ranjang tempat Zivena duduk. "Dia … dia kenapa?"     

"Tenang saja, aku baru saja membersihkan dia yang sepertinya dikuasai iblis kotor." Zivena menjawab santai sambil menggeser kasar tubuh atas Gavin yang jatuh di pangkuannya.     

Saat ini, jiwa Gavin benar-benar keluar dan berkata ke Zivena, "Zi, maafkan aku!"     

Zivena diam dan menatap jiwa Gavin sambil dia juga mengeluarkan jiwanya sendiri tanpa disadari Nha Linh. Zivena hanya terlihat duduk diam saja di pandangan mata Nha Linh.      

"Kau! Kau sangat menjijikkan, Gav! Bisa-bisanya kau malah merayu gadis yang aku selamatkan!" pekik jiwa Zivena di depan jiwa Gavin.     

"Iya, iya, aku bersalah. Aku minta maaf, Zi. Aku sungguh salah dan aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Gavin sibuk meminta ampun ke Zivena.     

"Huh! Lebih baik aku menjalankan misi sendirian saja! Kau sungguh membuatku jijik! Sana, kau pergi saja cari gadis manapun yang kau mau!"     

"Ja-Jangan! Aku janji ini tidak akan terjadi lagi! Zi, jangan marah lagi, please … aku janji tidak begini lagi. Tolong jangan marah lagi, yah!"      

Melihat wajah memelas Gavin, Zivena menghela napas kasar dan mendengus sebelum menyahut, "Aku tak perduli kau menggauli perempuan manapun asalkan jangan pasienku! Jangan menyentuh sembarangan orang yang aku selamatkan!"     

Zivena akhirnya berdamai dan berkompromi mengenai kelakuan Gavin. Dia tak boleh melupakan akar asal-usul Gavin. Lelaki itu keturunan ras iblis Lust yang memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk mengumbar napsu di mana pun dan kapanpun ingin.     

Meski Zivena juga memiliki akar asal-usul yang sama seperti Gavin, namun itu tidak sekental Gavin. Zivena tidak secara langsung mendapatkan darah iblis Lust mengalir di dirinya. Itu masih terhalang oleh ibunya, sehingga dia tidak secara langsung mewarisi gen itu.     

"O-Ohh, baiklah, aku mengerti sekarang. Maaf, maaf, sekali lagi maaf karena aku tak tahu." Gavin kini sudah paham bahwa Zivena masih memberinya kelonggaran mengenai apa yang menjadi kebutuhannya. "Terima kasih untuk itu, Zi. Kau memang malaikat kecil yang sangat baik."     

"Tak usah banyak merayu dengan mulut kotormu! Lekas kembali ke tubuhmu! Dan aku tekankah bahwa kau tidak lagi aku ijinkan menyentuh Nha Linh!" Lalu, jiwa Zivena kembali ke tubuhnya diikuti Gavin.     

Nha Linh lega bukan main melihat Gavin sudah sadar. "Ohh, syukurlah kau tak apa-apa, Gavin." Lelaki itu meringis ke Nha Linh.     

-0-0—00—0-0-     

Esok harinya, Zivena dan Gavin pamit pergi dari kampung itu untuk meneruskan perjalanan mereka. Meski Nha Linh dan Bu Phuong Tinh masih ingin keduanya menetap lebih lama di daerah mereka, namun mereka tak mungkin menahan keduanya pergi.     

Zivena dan Gavin meneruskan misi mereka dan menemukan banyak kasus dalam perjalanan di Vietnam.     

Setelah mengumpulkan sekitar puluhan kebajikan di Vietnam, Zivena berkata ke Gavin, "Lanjut ke negara lain."     

"Enaknya ke mana, yah Zi? Apakah … aku boleh memilih?" Gavin melirik Zivena, harap-harap cemas.     

"Memangnya kau ingin ke mana?"     

"Aku … he he … bolehkah kita ke Thailand?"     

Zivena memutar bola matanya. Sepertinya dia paham kenapa Gavin ingin ke Thailand. Ini tentu berkaitan dengan darah iblis Lust milik Gavin.     

"Hghh! Ya sudah, ayo ke sana!" Memahami kemauan Gavin, Zivena pun menyetujui.     

"He he, terima kasih, Zi. Ohh, bagaimana dengan Paman Vermilion?" Gavin teringat akan burung api yang seharusnya berkelana bersama mereka.     

"Huh! Burung sialan itu tidak bisa diharapkan! Abaikan saja dia, anggap tidak pernah ada. Dia hanya ingin keluyuran sendiri sejak awal." Zivena kesal ketika mengingat tentang Hong Wang, si burung Vermilion.     

Gavin tidak lagi menjawab mengenai Hong Wang dan mengangguk saja. Tapi dia ingin bertanya mengenai hal lain, "Zi, kita ke Thailand pakai wujud fisik atau bukan?"     

"Fisik saja, tak apa." Zivena menjawab.     

Gavin patuh saja meski agak heran, bagaimana cara mereka datang ke Thailand menggunakan wujud fisik? Memakai pesawat terbang? Atau kapal laut? Ahh, Gavin lupa bahwa antara Vietnam dan Thailand tidak dipisah oleh lautan.     

Tentu saja Zivena memilih menggunakan pesawat terbang. Dari Hanoi ke Bangkok di Thailand membutuhkan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam dalam sebuah penerbangan non-stop.     

Selain pesawat terbang, bisa juga menggunakan bus, tapi itu terlalu melelahkan bagi Zivena. Dia memilih pesawat terbang. Selain karena dia rindu rasanya naik si burung besi, dia juga ingin bersantai sejenak sebelum nantinya bertarung dengan apapun yang akan dia hadapi.     

Gavin sudah hendak bertanya mengenai kartu identitas dan juga paspor serta visa, tapi saat mereka berhadapan dengan petugas di bandara, petugas seperti terhipnotis oleh tatapan Zivena dan membiarkan keduanya masuk ke pesawat tanpa halangan apapun.     

Semua petugas di sana bagaikan dicocok hidung oleh Zivena sehingga tidak ada satupun yang menghadang langkah keduanya untuk menjalani penerbangan kali ini.     

Setelah duduk di kursinya yang nyaman, Gavin terus tersenyum membayangkan wanita-wanita Thailand yang cantik rupawan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.